Pasca peristiwa isra’ mi’raj, terlihat
tanda-tanda perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam. Perkembangan
tersebut terlihat ketika rombongan haji asal Yatsrib yang terdiri dari suku Aus
dan Khazraj menyatakan masuk Islam. Proses masuk Islamnya kedua suku tersebut
terjadi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama terjadi pada tahun kesepuluh keNabian,
alasan utama mereka masuk Islam ialah agar terwujud perdamaian diantara kedua
suku tersebut yang telah lama bermusuhan. Meraka berharap Islam dapat menjadi
sarana/wasilah untuk mendamaikan dan mepersatukan kedua suku tersebut.
Gelombang kedua terjadi pada tahun keduabelas keNabian, sepuluh orang dari suku
Khazraj, dua orang suku Aus, serta seorang wanita datang menemui Nabi di
Aqobah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan dihadapan Nabi, ikrar tersebut
dikenal dengan perjanjian Aqabah pertama. Gelombang ketiga terjadi pada musim
haji berikutnya, rombongan haji asal Yatsrib yang berjumlah 73 orang dengan
mengatasnamakan penduduk Yatsrib meminta pada Nabi untuk berhijrah ke Yatsrib.
Mereka berjanji akan melindungi Nabi dari segala ancaman, sedangkan Nabi
menyetujui usul mereka. Perjanjian tersebut kemudian dikenal sebagai perjanjian
Aqabah kedua.
Kabar tentang perjanjian antara penduduk Yatsrib
dengan Nabi Muhammad terdengar oleh kaum Musyrikin Quraisy. Hal itu membuat
mereka marah dan melancarkan berbagai intimidasi kepada umat Islam. Hal ini
membuat Nabi segera memerintahkan sahabatnya berserta kaum muslimin lainnya
agar berhijrah ke Yatsrib. Dalam waktu sekitar dua bulan, hampir semua umat
Islam yang berjumlah kurang lebih 150 orang telah meninggalkan kota Makkah.
Hanya Ali dan Abu Bakar lah yang setia menemani Nabi sampai Nabipun berhijrah
ke Yatsrib karena kafir Quraisy sudah memiliki rencana untuk membunuhnya.[1]
Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah.
Penduduk Yatsrib telah lama menantikan
kedatangan Rasulullah. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba,
Rasulullah memasuki kota Yatsrib dan mendapatkan sambutan dengan penuh kegembiraan
dari penduduk Yatsrib. Sejak saat itu nama Yatsrib diubah dengan nama Madinatun
Nabi (Kota Nabi) sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad. Kota
tersebut juga disebut sebagai Madinatul Munawarah (kota yang bercahaya), karena
dari sanalah cahaya Islam memancar keseluruh dunia. Dalam Istilah sehari-hari,
kota ini cukup disebut sebagai Madinah saja.[2]
Adapun metode dakwah yang Nabi terapkan di
Madinah berbeda dengan ketika beliau berada di Makkah. Di Madinah nabi tidak
menemukan golongan yang menentang dakwahnya, sehingga ajaran yang disampaikan
beliau langsung diterima oleh masyarakat Madinah. Dakwah Rasulullah di Madinah
sifatnya membina karena sebelum Rasulullah berhijrah di Madinah sudah banyak
penduduknya yang masuk Islam. Berikut ini adalah strategi Rasulullah dalam
membina masyarakat Madinah.
1.
Membangun Masjid.
Proritas pertama yang dilakukan Nabi
Muhammad setibanya di Madinah adalah membangun Masjid. Masjid dibangun di atas
tanah milik kedua anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail. Tanah tersebut dibeli oleh
Nabi untuk pembangunan masjid dan untuk tempat tinggal.[3]
Di masa Nabi, masjid tak hanya
digunakan dalam urusan beribadah saja. Masjid diberdayakan sebagai tempat
belajar, mengatur pemerintahan, bahkan mempersiapkan siasat perang. Di Madinah,
beliau membangun masjid yang pertama kalinya yakni masjid Nabawi yang berarti
masjid Nabi. Masjid tersebut didirikan di bulan rabiulawal tahun 1 Hijriah.[4]
2.
Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar.
Kaum Muhajirin adalah sebutan bagi
Umat Islam yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Sedangkan kaum Anshar adalah
penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan untuk kaum Muhajirin.
Nabi mempersaudarakan kaum muhajirin
dan anshar dengan tujuan menghilangkan
perasaan asing di antara
Muhajirin dan Anshar, membangun rasa persaudaraan dalam ikatan iman, agar
satu sama lain selalu tolong menolong, melenyapkan fanatisme kesukuan, meruntuhkan
semua perbedaan.[5]
3.
Membuat perjanjian damai dengan non Muslim.
Kondisi masyarakat Madinah di awal
kedatangan Rasulullah terdiri atas tiga golongan yaitu Arab Muslim, Arab
Musyrik dan Yahudi. Dalam rangka menjaga keamanan kota Madinah dari gangguan
luar maka diperlukan adanya kerja sama antar penduduknya yang memiliki beragam
keyakinan. Oleh karena itu, maka dibuatlah sebuah perjanjian antra kaum Muslim
dan non Muslim di Madinah. Perjanjian itu disebut dengan “Piagam Madinah”. Adapun
isi dari Piagam Madinah adalah sebagai berikut:
Ø Kaum Muslimin
dan Yahudi hidup secara damai dan bebas memeluk serta menjalankan agamanya
masing-masing
Ø Jika salah satu
pihak diperangi musuh dari luar mereka wajib membantu salah satu pihak yang
diserang
Ø Kaum Muslimin
dan Yahudi wajib tolong menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan
bersama
Ø Nabi Muhammad
adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah, jika terjadi perselisihan
diantara Kaum Muslim dan Yahudi maka penyelesaiannya dikembalikan kepada
pengadilan Nabi sebagai pemimpin tertinggi di kota Madinah
Ø Orang Yahudi
yang bergabung dengan kaum Muslimin akan dilindungi dari semua gangguan serta
mempunyai hak yang sama[6]
4.
Mengirim surat ajakan masuk Islam kepada penguasa
di luar Jazirah Arab.
Rasulullah mengirim utusan untuk
menyampaikan surat yang berisi ajakan masuk Islam kepada para penguasa diluar
jazirah Arab. Para penguasa yang dikirimi surat oleh Rasulullah antara lain:
a.
Heraclius. (Kaisar Bizantium)
Dalam
shahih Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga berkirim surat kepada Heraclius (Raja Romawi). Surat beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu .
Begitu
menerima surat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Kaisar
berkeinginan untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kebenaran kenabian
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui orang-orang yang memiliki hubung
erat dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Pilihannya jatuh pada
orang-orang yang berasal dari kaumnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kaum
Quraisy. Saat itulah, Kaisar mendengar berita kedatangan sekelompok pedagang,
diantara mereka ada Abu Sufyan dari Quraisy. Lalu Kaisar menyuruh agar
orang-orang itu dibawa menghadap beliau dengan ditemani penerjemah. Waktu itu
Abu Sufyan masih kafir.
Setelah
Heraclius berdialog dengan Abu Sufyan, Di
akhir dialog Heraclius menyimpulkan bahwa semua ciri-ciri nabi yang dijelaskan
dalam kitab Injil, Nabi yang mereka tunggu-tunggu ada pada diri Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Heraklius mengatakan, “Jika benar apa yang
engkau beritakan, maka dia (maksudnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini. Saya
yakin dia akan datang, namun saya tidak pernah menduga kalau dia berasal dari
kalian”.
Heraclius
berkata kepada utusan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Dihyah bin
al-Kalbi, “Sungguh saya tahu bahwa temanmu itu adalah seorang nabi yang diutus.
Nabi yang kami tunggu-tunggu dan nabi yang kami dapatkan (keterangannya) dalam
kitab kami. Namun saya takut orang-orang romawi akan membunuhku. Kalau bukan
karena itu, tentu saya sudah mengikutinya.”
Kesimpulan
yang bisa ditarik dari percakapan antara Heraclius dengan Abu Sufyan juga
dengan Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu yaitu Heraclius sudah mengetahui dan
meyakini kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun dia tetap
tidak beriman. Ini menunjukkan kecintaan terhadap kekuasaan telah menghalangi
dia dari memiliki jalan yang haq ini yaitu Islam.[7]
b.
Muqauqis (Gubernur Romawi di Mesir).
Rasulullah
mengirim surat kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama Hatib. Muqauqis
menolak ajakan Rasulullah untuk masuk Islam, namun beliau tetap membalas surat
dari Rasulullah serta mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita,
beberapa ekor keledai dan beberapa buah pakaian.[8]
c.
Raja Persia (Raja Khosrau II/Kisra Abrawaiz)
Imam
al-Bukhari membawakan riwayat dengan sanad beliau rahimahullah yang bersambung
sampai ke Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengirimkan surat ke Kisra melalui shahabat beliau yang bernama Abdullah
bin Khuzafah as-Sahmi, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkannya agar menyerahkan surat tersebut ke pembesar Bahrain. Kemudian
oleh penguasa Bahrain, surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu
diserahkan ke Kisra. Setelah membaca dan memahami isi surat dakwah itu, dengan
penuh kesombongan dia merobek-robek surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Dia tidak menyangka bahwa akibat dari perbuatan buruknya itu akan begitu
dahsyat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keburukan bagi
raja tersebut, sehingga kekuasaan yang selama ini dia bangun dan banggakan
hancur berantakan.[9]
Persia
akhirnya kalah dalam perang menghadapi Romawi dengan kekalahan yang menyakitkan.
Kemudian iapun digulingkan oleh anaknya sendiri yakni Syirawaih. Ia dibunuh dan
dirampas kekuasaannya. Kemudian kerajaan itu kian tercabik-cabik dan hancur
sampai akhirnya ditaklukkan oleh pasukan Islam pada jaman Khalifah Umar bin
Khaththab ra hingga tidak bisa lagi berdiri.[10]
d.
Raja Najasyi
Rasulullah
SAW mengirim surat kepada Raja Najasyi- Habsyah yang bernama Ashhamah bin Al-Abjar.
Isi suratnya adalah menyerukan sang raja agar memeluk agama Islam. Saat surat
tersebut sampai di Istana, sang raja
An-Najasyi mengambil surat itu,
lalu meletakkan ke wajahnya dan turun dari singgasana. Beliau pun masuk
Islam melalui Ja’far bin Abi Thalib r.a.
Setelah
masuk Islam, sang raja kemudian membalas surat kepada Rasulullah Sallallahu
A’laihi Wasallam untuk mengabarkan keislamannya. Raja Najasyi akhirnya
meninggal pada bulan rajab tahun ke-9 Hijriyyah. Saat mendengar raja ini
meningggal, Rasulullah SAW pun melakukan shalat ghaib untuk sebagai
penghormatan terakhir. Nabi juga mengabarkan bahwa Raja Najasyi kelak akan
masuk syurga.[11]
e.
Gubernur Al-Mundzir bin Sawa (Penguasa Bahrain)
Nabi
Muhammad Sallallahu A’laihi Wasallam mengutus risalah kepada al-Munzir bin Sawa
pemerintah Bahrain, menyeru beliau kepada Islam. Rasulullah Sallallahu A’laihi
Wasallam memilih al-’Ala’ bin al-Hadhrami untuk menyampaikan risalahnya itu,
sebagai jawaban al-Munzir telah menulis kepada Rasulullah seperti berikut ;
“Adapun
setelah itu wahai Rasulullah, sebenarnya telah pun ku baca bingkisan tuan hamba
itu kepada penduduk Bahrain, di antara mereka gemarkan Islam dan kagum
dengannya dan sebahagian yang lain membencinya, di bumi ku ini terdapat
penganut Majusi dan Yahudi, maka berlaku sesuatu hal di sini mengenai seruan
tuan hamba itu.”
Rasulullah
s.a.w membalas semula kepadanya: “Dengan
nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ” Dari Muhammad Utusan Allah
kepada al-Munzir bin Sawi salam ke atas kamu. Maka sesungguhnya kepada Engkau
Allah, aku memuji yang tiada Tuhan selainNya dan aku mengaku bahawa Muhammad
adalah hambaNya dan pesuruhNya, adapun selepas itu aku mengingatkan kau dengan
Allah Azzawajala, maka sesungguhnya barangsiapa yang memberi nasihat sebenarnya
dia menasihati dirinya, dan barangsiapa yang mentaati ku dan barangsiapa yang
menasihatkan mereka bererti telah menasihatiku.
Sebenarnya
para utusan ku telah pun memuji kau dengan baik, sesungguhnya melalui kamu aku
memberi syafaat ku kepada kaum kamu, oleh itu biarlah kaum muslimin dengan
kebebasan mereka dan pengampunan kamu terhadap orang-orang yang bersalah, maka
terimalah mereka. Sekiranya kamu terus soleh dan baik maka kami tidak akan menghentikanmu
dari tugasmu dan barangsiapa yang masih dengan berpegang erta pada agama Yahudi
atau Majusinya maka wajib baginya wajib membayar jizyah.[12]
Rintangan Dakwah Rasulullah di Madinah
Perjalanan dakwah nabi di Madinah tidak
selamanya berjalan mulus meskipun berbagai upaya perdamaian telah dilakukan
namun kaum kafir Quraisy tidak mau menyerah untuk terus menentang dakwah Nabi
dengan berbagai cara. Akhirnya pecahlah beberapa perang yang antara lain;
Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq.
1.
Perang Badar
Perang ini merupakan awal
pertempuran umat Islam melawan kaum kafir Quraisy yang dipimpin oleh
petinggi-petinggi kafir Quraisy dibawah komando Abu Jahal atau Amir bin Hisyam
terjadi pada tanggal 17 Maret 624 M atau 17 Ramahan 2 Hijriah.
Perang Badar terjadi akibat
kesepakatan kaum Muslimin di Madinah yang terancam kedaulatannya oleh
kedatangan kaum kafir Quraisy yang akan melakukan perdagangan menuju Syam.
Untuk menuju Syam Kafir Quraisy harus melewati Madinah, kaum muslimin yakin
bahwa kedatangan kaum kafir Quraisy ke Madinah menuju Syam tidak akan hanya
lewat saja melainkan sudah pasti adanya maksud lain yaitu ingin menguasai kaum
muslimin di Madinah karena hal ini memang sudah direncanakan oleh kaum Quraisy.
Nabi mencegat pasukan Quraisy dengan
hanya berjumlah pasukan lebih kurang 313 orang, sedangkan kaum Kafir Quraisy
berjumlah 1000 orang. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin dengan
terbunuhnya kepala pasukan mereka yaitu Abu Jahal.
Atas kemenangan perang ini kaum
Muslimin semakin mempunyai kepercayaan diri yang kuat dan kedudukan Nabi
sebagai pemimpin umat serta panglima perang semakin Berjaya. Nama Nabi Muhammad
SAW semakin harum di hati kaum Muslimin di Madinah.
2.
Perang Uhud
Perang ini adalah upaya kaum kafir
quraisy untuk membalas kekalahan mereka pada perang Badar. Pada mulanya kaum
kafir memancing kemarahan kaum muslimin dengan menduduki lading gandum kaum
mukmin di wilayah bukit Uhud yang berjarak tiga mil dari Madinah.
Perang yang sangat dahsyat ini
terjadi pada tanggal 15 syuro 3 Hijriah
atau 13 Maret 625 M dan diikuti lebih kurang 1000 orang kaum muslimin namun
karena adanya hasutan dari pihak Quraisy pasukan Nabi hanya tinggal 700 orang
saja. Kaum inilah yang kita kenal di kemudian hari sebagai orang-orang munafik.
Sebagai panglima perang sebenarnya
Nabi lebih mengedepankan strategi menunggu musuh di Madinah karena mengingat
jumlah kaum muslimin yang tidak sebanding dengan jumlah kaum kafir Quraisy yang
mencapai 3000 orang, namun karena adanya desakan dari beberapa pihak kaum
Muslimin akhirnya Nabi menyetujui untuk berangkat menuju bukit Uhud.
Setibanya di Uhud dini hari Nabi
langsung menyusun strategi perang. Bahwasannya kaum Muslimin diperintahkan oleh
Nabi untuk meninggalkan posisi masing-masing diatas bukit. Strategi ini hampir
memenangkan kaum muslimin tetapi karena akhirnya kaum muslimin banyak yang
tergiur adanya harta rampasan atau ghonimah, lalu mereka mulai meninggalkan
pesan yang merupakan strategi Nabi untuk turun di bawah bukit tempat harta
ghonimah berada demikian pula pasukan pemanah yang dipimpin oleh Mus’ab bin Abi
Waqqos pun turut memburu harta rampasan tersebut dan akhirnya pasukan muslimin
pun berantakan.
Demi melihat kaum muslimin berada
dibawah bukit maka para Kafir Quraisy yang dipimpin oleh Kholid bin Walid
menggantikan posisi perang dari atas bukit yang mengakibatkan kaum muslimin
terkepung dan mengalami kekalahan fatal. Perang ini menyebabkan kekalahan kaum
muslimin dan mengakibatkan tewasnya 70 syuhada.
3.
Perang Khandaq
Perang ini terjadi akibat kaum
Quraisy dari kabilah kabilah Arab serta kaum Yahudi di Madinah ingin menumpas
kaum muslimin, dinamakan perang Khandaq
(yang berarti parit) karena kaum muslimin menggali parit sebagai benteng
pertahanannya dari serangan musuh. Ide penggalian parit sebagai upaya
membendung laju musuh ini diprakarsai oleh seorang ahli siasat perang yang
bernama Salman Alfarisi.
Perang Khandaq terjadi pada awal
Syawal tahun 5 H diikuti oleh sebanyak 3000 kaum muslimin dan sekitar 500 ribu
kaum kafir. Perang yang akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin ini
dibantu dengan pertolongan Allah berupa
angin badai yang sangat dahsyat memporak-porandakan periuk, kemah dan angin itu
membuat debu panas berterbangan menimpa pasukan kafir.[13]
Demikianlah uraian singkat mengenai
strategi dakwah nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota Madinah. Semoga
bermanfaat. Atas segala kekukarangan dalam artikel ini, saya mohon maaf.
[1]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam Dirasah Islamiyah 2, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2001), h. 24-25.
[2]
Ibid, h. 25.
[3]
https://intinebelajar.blogspot.com/2017/04/langkah-langkah-dakwah-nabi-muhammad-saw-di-madinah.html
[4]
https://www.kakakpintar.id/kisah-singkat-dakwah-nabi-muhammad-di-madinah/
[5]https://www.researchgate.net/publication/324182580_2POLA_DAKWAH_NABI_MUHAMMAD_SAW_DI_MADINAH_DAN
[6]
http://pai-smaza16.blogspot.com/2017/04/kelas-x-semester-2-dakwah-nabi-muhammad.html
[7]
https://almanhaj.or.id/4248-surat-dakwah-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-kepada-para-penguasa-dan-raja-kafir.html
[8]
http://jumrahonline.blogspot.com/2015/10/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-periode_1.html
[9]
https://almanhaj.or.id/4248-surat-dakwah-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-kepada-para-penguasa-dan-raja-kafir.html
[10]
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2011/12/25/17183/suratsurat-rasulullah-ajak-penguasa-rajaraja-kafir-masuk-islam/;#sthash.kShl1I3l.dpbs
[11]
https://www.infoyunik.com/2015/03/surat-surat-ini-saksi-dakwah-rasulullah.html
[12]
https://aulia-renais.blogspot.com/2014/01/inilah-koleksi-surat-surat-rasulullah.html?showComment=1545482686786#c7948563712078710828
[13]
http://pai-smaza16.blogspot.com/2017/04/kelas-x-semester-2-dakwah-nabi-muhammad.html