Dalam Majalah Al-Muslimun nomor 247 dimuat resensi buku yaitu “Ibnu Sina
sosok Ilmuwan Muslim”. Penulis resensi buku itu tidak mengerti siapa sebenarnya
Ibnu Sina? Kalau kita ingin menulis makalah tentang syakhshiyyah (pribadi
seseorang) lebih dahulu kita harus merujuk kitab-kitab yang dikarang oleh
Ulama-ulama Islam yang terdahulu yang masyhur, apa kata mereka tentang pribadi
seseorang, baru kita pakai sebagai penguat itu ialah ucapan para ulama yang
belakangan. Kita lebih percaya kepada para Salafush-shalih dan orang yang
mengikuti jejak mereka ketimbang ulama yang belakangan yang telah banyak
menyimpang dari Manhaj mereka.
Para penulis yang memuji Ibnu Sina kebanyakan dari ahli filsafat dan
Orientalist serta para ahli kedokteran, oleh karena itu semua buku yang menulis
tentang Ibnu Sina selalu mereka merujuk kepada buku-buku Orientalist dan ahli
filsafat. Mereka memuji Ibnu Sina karena kekaguman mereka terhadap
karya-karyanya, di antara bukunya yang terkenal ialah “al-Qa-nuun
fit-Thibb”(Canon of Medicine / Konstitusi ilmu kedokteran).
Kita harus ingat, bahwa pujian yang mereka lontarkan tentunya mempunyai
tujuan untuk merusak Islam, karena Ibnu Sina seorang ahli filsafat di samping
ia ahli kedokteran dan buku-bukunya tentang filsafat sudah beredar di
mana-mana. Dengan pujian dan menganggap ia sebagai seorang “Muslim” membuat
kaum Muslimin berusaha membaca karya-karanya tentang filsafat yang isinya
adalah racun bagi ummat Islam, sesat dan menyesatkan.
Ibnu Sina
Biografi dan Aqidahnya
Ibnu Sina (Avicenna) lahir pada bulan Shafar lahun 370 Hijriyyah / 980 M
wafat tahun 1037 M, sejak masa remaja ia sudah kagum dcngan ilmu filsafat, ia
banyak mengambil ilmu filsafat dari Ariestoteles. Filsafat ini dikembangkan
oleh Ibnu Sina.
Filsafat yang dianut olch Ariestoteles dan Ibnu Sina menurut ahli filsafat
merupakan filsafat yang sangat-sangat aneh, karena keduanya berpendapat bahwa
alam ini ada sebelum adanya (Allah), sedangkan para filosof sebelumnya berkata
bahwa alam ini baru (diciptakan), dan penciptanya ada.[1]
Ariestoteles dan lbnu Sina berpendapat bahwa Allah Subhana wa Ta’ala tidak
mempunyai kekuasaan apa-apa dan tidak mengetahui sesuatu dan keduanya tidak
beriman kepada Malaikat.
Malaikat menurut mereka adalah khayalan para Nabi yang berupa cahaya. Malaikat
tidak bergerak, tidak naik, tidak turun, tidak berbicara, tidak menulis
amal-amal hamba, tidak berpindah-pindah, tidak shalat, tidak rnencabut nyawa,
tidak menulis rezeki, ajal dan amal, tidak ada di kanan dan di kiri manusia
dll.
Scmua ini menurut
Ibnu Sina tidak ada hakikatnya.[2]
Mereka tidak
percaya kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah Subhana wa Ta’ala melalui
Malaikat, karena dia tidak bisa berkata apa-apa dan tidak akan berkata dan
Malaikat tidak boleh berkata-kata.[3]
Keyakinan Ibnu
Sina yang Sesat tentang Nabi dan Rasul
Rasul-Rasul dan Nabi-nabi menurut Ibnu Sina adalah bualan semata dan bukan
utusan dari Allah Subhana wa Ta’ala. Para Nabi dan Rasul mempunyai 3 karakteristik,
jika hal ini ada maka ia (menurut dia Ibnu Sina.ed) Nabi :
1.
Kekuatan menduga (mengetahui perkara berdasarkan
pcrkiraan) hingga ia tahu dengan cepat batas pertengahan dari Sesuatu.
2.
Kekuatan mengkhayal, seperti para Nabi
mengkhayalkan bentuk cahaya serta cahaya itu dapat bercakap dengan dia dan ia
dapat mendengar (cahaya yang dimaksud ialah Malaikat).
3.
Kekuatan untuk mempengaruhi orang, dan ini
dilakukan semata-mata dengan jiwa. Semua ini bisa dilakukan dengan usaha.
Ibnu Sina berkata
: “Filsafat itu merupakan kenabian khusus, adapun kenabian adalah merupakan
filsafat umum.”[4]
Pandangan Ibnu
Sina tentang Hari Kiamat
lbnu Sina dalam bukunya “ar-Risalah al-Adhhawiyyah fi Amril Ma’ad” (cet.
Darul Fikr al-’Arabiy-Kairo th. 1368 H / 1949 M) ia berkeyakinan tidak beriman
kepada pecahnya langit, berhamburannya bintang-bintang, bangkitnya manusia
dengan jasadnya, dan tidak percaya bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mengadakan alam
ini dari tidak ada menjadi ada. Ia berkeyakinan alam ini Azaliy.[5]
Ibnu Sina adalah
Pengikut Aliran Syi’ah Sekte Qaramithah Bathiniyyah
Ibnu Sina pernah
memberitahukan tentang dirinya :
Aku dan Ayahku mengikuti ajaran al-Hakim[6]
(1) Dengan begitu jelaslah bahwa Ibnu Sina termasuk Sekte Qaramithah
Bathiniyyah (2) sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Dr.
Rasyad Salim, Muhammad ilamid al-Faqiy dan Dr. Shabir Tha’iimah.
Keterangan :
(1). Al-Hakim
adalah Manshur bin al’Aziz Billa Nizar bin al-Mu’iz-Billa al-’Abidiy Sulthan ke
III, Kesultanan Syi’ah Fathimiyyah (Dibunuh oleh Sulthan Mahmud Al-Ghazi
As-Saljuqi At-Turkey Rahimahullah dari Daulah As-Salajiqah pada Tahun 386 H /
996 M), khalifah Pendusta dan Jahat yang pernah menguasai seluruh wilayah
Afrika Utara.
Ia mendakwakan
dirinya sebagai Tuhan, ia banyak membunuh para ulama (tidak dapat dihitung
bilangan ulama yang terbunuh, karena hanyaknya).
Ia menulis di
Masjid-masjid Jami’ caci makian terhadap Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah dan
para shahabat lainnya. Dia-lah sekarang yang dijadikan sesembahan oleb kelompok
Druzz di Libanon dan Isma’iliyyah di India.[7]
(2). Dinisbatkan kepada Hamdan bin al-Ash’ats, dikenal dengan Qurmuth
karena ia orangnya pendek / jadi, pendek langkahnya (qurmuth). Ia seorang
pembajak tanah di Kufah. Ia termasuk kelompok Kebathinan, mereka mengaku bahwa
mereka orang Syi’ah, mereka adalah Atheis dan Zindiq (orang yang pura-pura
Islam). Tahun 286 H mereka mulai mcnampakkan da’wahnya (kcpada kesesatan)
melalui Sa’id al-Hasan bin Bahram al-Janabiy setelah ia mengikuti Qaramithah.
Kemudian da’wah Qaramithah berkembang dan banyaklah orang-orang jahat yang
mengikutinya. Mereka pernah memasuki kota Makkah pada hari Tarwiyah tgl 8
Dzulhijjah tahun 317 H.
Mereka membunuh jama’ah hajji yang sedang Thawaf (mengelilingi Ka’bah)
mereka mencabut pintu Ka’bah dan Kiswahnya, dan orang-orang yang dibunuh
dimasukkan ke Sumur Zamzam.
Mereka mencopot Hajar Aswad dan mereka bawa ke Qothief dan tinggal di sana
kurang- lebih selama 22 tahun.
Setelah Dunia Islam panik dengan kejahatan Qaramithah, barulah Khalifah
Abbasiyyah al-Muthi’ Billah al-Fadhl Bin al-Muqtadir Rahimahullah mengembalikan
Hajar Aswad ketempatnya.
Sebenarnya sebelum itu juga mereka telah membunuh orang-orang yang ingin
melaksanakan ibadah haji dan menawan wanita-wanitanya.[8]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “Semua kelompok
Qaramithah LEBIH KUFUR dari Yahudi dan Nasrani bahkan lebih kufur dari
kebanyakan kaum Musyrikin, karena mereka lebih berbahaya dari kafir harbiy,
mereka berpura-pura mencintai Ahul Bait padahal pada hakikatnya mereka tidak
beriman kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, tidak beriman kepada
perintah, larangan, ganjaran dan siksa.
Dan mereka tidak beriman kepada Surga dan Neraka dan tidak juga beriman
kepada seorangpun dari para Rasul sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. mereka mengambil dalil al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dari Ulama
kaum Muslimin tetapi mereka ta’wilkan dan mereka mengada-adakan dusta serta menda’wakan
bahwa yang demikian itu adalah ilmu Bathin.”[9]
BEBERAPA
BANTAHAN PARA ULAMA TENTANG BUKU-BUKU IBNU SINA
1.
Syaikh Muhammad asy-Syahrastani rahimahullah
(lahir th 479 H wafat th 548 H), ia mengarang satu buku yang berjudul
“al-Mushara’ah”.[10]
Isi buku itu membantah keyakinan Ibnu Sina yang menyatakan bahwa alam ini
terdahulu, keyakinan dia tentang tidak adanya Hari Kiamat (dibangkitkan dengan
jasad) serta ia berkeyakinan Allah tidak mempunyai ilmu dan kekuasaan. Beliau
(Imam Muhammad asy-Syahrastani rahimahullah) menjelaskan bahwa keyakinan Ibnu
Sina itu BATHIL. Tetapi Ibnu Sina tidak mau rujuk kepada kebenaran, bahkan ia
menentang dan membantah buku Imam asy-Syairazy rahimahullah itu dengan
mengarang satu buku yang berjudul “Mushara’atul Mushara’ah”, Di kitab itu Ibnu
Sina menyatakan :
“Bahwasanya Allah tidak menciptakan langit
dan Bumi dalam 6 (enam) hari, Allah tidak mengetahui sesuatu apapun, Allah
tidak berbuat sesuatu dengan Qudrat dan Ikhtiyarnya dan Allah tidak
membangkitkan manusia dari Kuburnya.”[11]
Setelah membawakan pendapat Imam
asy-Syahrastani rahimahullah yang menyatakan ajaran Ibnu Sina itu Bathil, Imam
lbnul Qayyim rahimahullah berkata :
“Kesimpulannya Ibnu Sina itu Seorang
ATHEIS, Yang KUFUR KEPADA ALLAH, kepada para MalaikatNya, Kufur kepada
Kitab-kitab Nya, Kufur kepada Rasul-Rasul Nya dan Kufur kepada hari Kiamat.”[12]
Selanjutnya Imam lbnul Qayyim rahimahullah
berkata: “(Menurut ukuran kejelekan), Agama kaum Musyrikin lebih baik dari
ajaran Ibnu Sina, al-Farabi dan para pengikutnya (maksudnya kejelekan kaum
Musyrikin lebih ringan dibanding kejelekan Ibnu Sina-pen) karena
penyembah-penyembah berhala masih mempercayai Allah sebagai al-Khaliq
(pencipta) yang mengadakan dari tidak ada, mereka percaya bahwa Allah BERKUASA
DAN HIDUP, Penyembah berhala hanya berlaku syirik dalam soal ibadah. Allah
Subhana wa Ta’ala berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama
yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain
Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” Sesungguhnya Allah
akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya.
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat
ingkar.” ( Qs. Az-Zumar : 3 ).
2.
Imam Ibnul Qusyairiy rahimahullah mernbantah
bukunya Ibnu Sina yang berjudul: Asy-Syifa 3. Asy-Syifa itu sebuah buku
Ensikilopedia Filsafat, bantahan beliau rahimahullah dituliskan dalam bentuk
Sya’ir :
Kami putuskan persaudaraan dengan sekelompok orang yang sakit yaitu penulis
buku asy-Syifa’.
Berapa kali kami sudah kuingatkan : Wahai kaumku! Kalian ini berada di tepi
jurang (neraka) bersama penulis buku asy-Syifa’.
Maka tatkala mereka sudah meremehkan peringatan kami, maka kami kembali
kepada Allah, Allah cukup (sebagai pelindung kami),
Mereka (Ibnu Sina dan para pengikutnya) mati dalam keadaan mengikuti Agama
(‘ajaran,) Ariestoteles, sedangkan kami hidup mengikuti agama Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam.[13]
3.
Ibnul Jauzi al-Qurasyiy al-Baghdadiy rahimahullah
berkata : “Kebanyakan AhIi Filsafat berkeyakinan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla
tidak mengetahui sesuatu?? Ibnu Sina berkeyakinan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla
tidak mengctahui yang partial?? Mereka adalah orang-orang yang PANDIR YANG
TELAH DIHIASI OLEH IBLIS.”[14]
4.
Ibnu Sina menulis buku yang berjudul “al-Isyaaraat
wat Tanbiihaat, buku ini ada beberapa jilid yang berisi tentang kayakinan di
dalam masalah Dzat, Wujud dan sebagainya. Buku ini telah disyarah oleh seorang
filosop Israel. Dan buku Ibnu Sina ini telah dibantah oleh Syaikhul Islam
Al-Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya Dar’u Ta’a-rudhul’Aql wan
Naql jilid V dan halaman 87 sampai dengan halaman 152 tahqiq Dr. Muhammad
Rasyad Salim cet. th 1401 H/1981.M. Di halaman 130-131 Ibnu Taimiyyah berkata :
“Mereka-mereka yang mengingkari adanya Malaikat adalah Kafir …. dan Ulama’ salaf
telah sepakat bahwa mereka yang mengingkari sifat-sifat Allah adalah orang yang
paling bodoh dan paling sesat.”
5.
Berkata Dr.Shabir Tha’iimah rahimahullah: “Aqidah
kebathinan yang dianut oleh sekte Qaramithah, Isma’iliyah dan Nushairiyah
adalah KAFIR karena mereka menolak Rukun Iman dan hukum-hukum Islam, dan mereka
telah dipengaruhi oleh Filsafat Yunani, Persia dan India. Mereka mengaku-ngaku
dirinya sebagai orang-orang Muslim? Padahal mereka sangat jauh dari Islam dan
kaum Muslimin. Di antara tokoh-tokohnya ialah : Ibnu Mulkan, Ibnu Sab’in, IBNU
‘ARABY, AL-HALLAJ, IBNU SINA DAN dan yang selain mereka.”[15]
IBNU SINA DAN
PARA PENGIKUTNYA MENURUT AL-QUR’AN
Ibnu Sina dan para pengikutnya menurut al-Qur’an adalah orang-orang bodoh,
sombong, sesat dan Kafir. Allah Subhana wa Ta’ala Berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa
alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah
(keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka
mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” ( Qs.Al-Mukmin : 56 ).
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang
lain telah beriman.” Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana
orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah
orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.” ( Qs.Al-Baqarah : 13 ).
“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka
dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan
yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka
perolok-olokkan itu.” ( Qs. Al-Mu’min : 83 ).
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab
yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” ( Qs.An Nisaa’ : 136
).
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan
bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya,
dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan
(tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang
kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu
siksaan yang menghinakan.” ( Qs. An Nisaa’ : 150-151 ).
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan
menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan
selain dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( Qs. Al A’raaf : 147 ).
Sesungguhnya seeeorang bisa dikatakan beriman apabila ia beriman kepada
Allah, Malaikat- Malaikat-Nya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan
apa yang ditakdirkan Allah kepada dirinya yang baik maupun yang buruk. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
,”Iman itu ialah : Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir
yang baik maupun yang buruk” ( Shahih Riwayat Imam Muslim no. 8 ).
Maka perhatikanlah bahwa Ibnu Sina tidak beriman kepada apa yang discbutkan
dalam al-Qur’an dan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dia malah mengikuti dan membela ajaran Ariestoteles, Syi’ah
Qaramithah Bathiniyyah dan dia mati dalam keadaan meyakini ajaran yang sesat
tersebut.
Allah Subhana wa Ta’ala berfirman :
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi.” (Qs.Al-‘Imran : 85).
Mungkin Ada orang yang berkata : “tidak boleh mengkafirkan seseorang dari
ahli qiblat dengan sebab satu dosa “
kami jawab: Tetapi Ibnu Sina telah berbuat dosa-dosa besar dan telah MURTAD
dari Islam dan dia telah KUFUR I’TIQADIY,
dan orang yang membela Ibnu Sina berarti ia telah menjadi pengikutnya, dan
bisa disamakan hukumnya dengan dia.[16]
KESIMPULANNYA
Apabila kita mau menilai sescorang maka kita wajib menilai dengan neraca
yang adil yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Tidak boleh kita menilai seseorang itu
baik berdasarkan jasa-jasanya atau kehebatan maupun keahliannya, karena banyak
sekali orang-orang kafir yang telah berjasa untuk kepentingan kaum Muslimin dan
mereka tetap dikatakan kafir.
Pertama kali kita nilai seseorang adalah tentang aqidahnya, benar atau
salah, musyrik, kafir atau mu’min dan sesudah itu baru yang lainnya.
Ibnu Sina menurut ukuran nilai Islam dia TELAH KAFIR, jadi Ibnu Sina
bukanlah cendekiawan Muslim, tetapi CENDEKIAWAN KAFIR.
Ingat kita harus
hati-hati terhadap pengaruh Filsafat Ibnu Sina yang dikembangkan oleh para
Orientalis dan bertujuan untuk menyesatkan kaum Muslimin. Bila aqidah sudah
hancur amal-pun pasti akan gugur.!
Oleh :
Al-Ustadz Yazid
Ibn Abdul Qodir Jawaz
Sumber =
https://aslibumiayu.net/10249-ibnu-sina-banyak-kaum-muslimin-yang-kagum-padanya-tahukah-anda-apa-akidahnya.html
[1]
(Ighatsatul-Lahafan hal: 257).
[2]
(Lihat: lghatsatul-Lahafan II : 261)
[3]
(ibid : 262).
[4] (Lihat : Kitab lghatsatul Lahafan
min Mashayidis Syaithan II hal: 262 oleh Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah,
tahqiq Muhammad Hamid al-Faqiy cet. Darul Ma’rifah-Beirut ; dan Kitab
al’Aqa-’id al-Bathiniyyah wa hukmul Islam fiiha hal : 247-248 oleh Dr. Shabir
Tha’iimah cet. Maktabah ats-Tsaqafiyyah-Beirut).
[5] (lihat Dar’u Ta’arudhui ‘Aql wan
Naql V:10 oleh Sayikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim
cet. I th.1401 H / 1981 M; Ighatsatul Lahafan II hal. 262).
[6]
(Ighatsatul-Lahafan 11 : 266)
[7]
(Ta’liq Ighatsatul-Lahafan oleh Syekh Muhammad Hamid al-Faqiy II hal : 266).
[8]
(Lihat : Ta’liq Ighatsatul-Lahafan oleb Syekh Muhammad Hamid al-Faqiy II hal:
248 dan al-’Aqa-id al-Bathiniyyah oleh Dr. Shabir Tha’imah hal : 221 s/d 236)
[9]
(Lihat: Fatawa Syaikhul Islam Jiid 35 halaman : 149-150)
[10] [Buku yang ditulis oleh Imam
Syahrastani adalah penyempurnaan dari buku Imarn Shadaruddin Asy-Syairazy
rahimahullah, yang sebenarnya buku ini dibantah lagi oleh Ibnu Sina di saat
Syairazy rnasih hidup, dua buku ini sudah dibaca oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah
rahimahullah. (Lihat: Al-Milal wan Nihal dan al-Ighatsah)].
[11]
(Lihat : Ighatsatul lahafan II hal. 266)
[12]
(Ighatsatul.Lahfan 11 : 267)
[13]
(Lihat: Fatawa Ibnu Taimiyyah 9 hal. 253)
[14] (Talbiisu Iblis oleh Ibnu Jauzi hal
: 47, Tahqiq Mahmud Mahdi al-Istambuli cet. Muassasah ‘ulumul
Qur’an-Damaskus).
[15]
(Lihat al-’Aqaaid al-Bathiniyyah wa hukmul Islam fiiha halaman 242 s/d 249).
[16]
(Lihat al-Wala’ wal Bara’fil Islam bab Nawaqidhul Islam hal : 75 oleh Muhammad
bin Sa’id bin Salim al-Qahthani MA cet. Daar Thayyibah dan al Imam Akamuhu
haqiqatuhu Nawaqidhuhu hal. 219 dan 241 olch Dr. Muhammad Na’im Yasin, cet. V
Mahtu-batul falaah 1407/1987).