Thursday, November 22, 2018

DAKWAH RASULULLAH PERIODE MAKKAH



A.    Pendahuluan
Agama Islam merupakan agama yang diturunkan Allah sebagai petunjuk untuk seluruh ummat manusia melalui malaikat Jibril kemudian disampaikan oleh nabi Muhammad. Agama Islam pertama kali diturunkan di kota Makkah dimana Ka’bah berada. Penyebaran ajaran Islam dimekkah bermula dengan turunnya wahyu pertama yang diterima oleh nabi Muhammad saat menyendiri di gua Hira. Sebelum diangkat menjadi Rasul, nabi Muhammad memang memiliki kebiasaan menyendiri di gua Hira dalam rangka bertafakur atau merenung. Hal yang menjadi bahan renungan nabi Muhammad saat itu adalah keadaan masyarakat Makkah yang sedang mengalami krisis moral dan agama. Zaman itu lazim disebut sebagai zaman jahilliyah atau zaman kegelapan.
Jahiliyah (bahasa Arab: جاهلية, Jāhilīyyah) adalah masa di mana penduduk Mekkah berada dalam ketidaktahuan (kebodohan). Akar istilah jahiliyyah adalah bentuk kata kerja I pada kata jahala, yang memiliki arti menjadi bodoh, bodoh, bersikap dengan bodoh atau tidak peduli. Kemudian dalam syariat Islam memiliki arti "ketidaktahuan akan petunjuk Ilahi" atau "kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan". Keadaan tersebut merujuk pada situasi bangsa Arab kuno, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-Islam sebelum diutusnya seorang rasul yang bernama Muhammad. Pengertian khusus kata jahiliyah ialah keadaan seseorang yang tidak memperoleh bimbingan dari Islam dan al-Qur'an.[1]
Masyarakat kota mekkah sebelum Islam di sebut jahilliyah karena hidup tanpa petunjuk dan tanpa hukum yang jelas sehingga yang kuat berkuasa, yang lemah ditindas atau diperbudak. Selain itu disekitar ka’bah yang suci sedang marak-maraknya praktik paganisme dan kesyirikan, suatu perbuatan yang amat sangat dibenci Allah. Oleh karena itu tujuan utama diturunkannya Islam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia serta mengarahkan manusia untuk menyembah Tuhan yang sebenar-benarnya yaitu Allah.
Hikmah turunnya Islam pertama kali di Makkah adalah untuk mengembalikan kesucian dan kehormatan kota tersebut dari praktik paganisme dan memperbaiki akhlak penduduknya. Alasan lain adalah karena bangsa Arab pada umumnya dan penduduk Makkah khususnya memiliki hafalan yang kuat serta pantang berdusta. Itulah alasan mengapa Islam pertama kali turun di Makkah bukan di tempat lain.
Berdasarkan latar belakang di atas maka artikel ini akan membahas mengenai strategi dakwah nabi Muhammad di Makkah dan rintangan yang dihadapi.
B.     Pembahasan
Muhammad pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Jibril berkata:

    "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
    — Al-Alaq 96: 1-5

Muhammad berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke rumahnya, diriwayatkan ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya agar memberinya selimut. Diriwayatkan pula untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya yang juga seorang Nasrani yaitu Waraqah bin Naufal seorang pendeta yang buta. Waraqah banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.[2]
Dakwah sembunyi-sembunyi.
Setelah wahyu pertama itu datang, malaikat Jibril lama tidak muncul. sementara Nabi Muhammad Saw. dengan harap-harap cemas menanti turunya wahyu di tempat yang sama. Dalam keadaan bingung itulah kemudian malaikat Jibril datang kembali membawa wahyu ke dua yang membawa perintah untuk berdakwah. Wahyu itu adalah Surah Al-Muddatsir: 1-7

“Hai orang yang berselimut Bangun dan berilah peringatan. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkan perbuatan dosa, dan jangan engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.”

Dengan turunnya wahyu ke dua itu, mulailah Rasulullah melakukan dakwah. langkah pertama yang di lakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Oleh karna itu, orang yang pertama menerima dakwahnya adalah keluarga dan para sahabat dekatnya. mulai-mulai istrinya, Siti khadijah menerima ajakan tersebut. lalu sepupunya, Ali Bin Abi Talib. kemudian, Abu Bakar, Sahabat karibnya sejak kanak-kanak. Kemudian zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnyaa Ummu Aiman, seorang pengasuh Nabi Muhammad sejak ibunya, Aminah masih hidup
Di antara sahabat dekat Rasul yang berasil mengajak kawan karibnya untuk menerima dakwah Islam adalah Abu Bakar. Abu bakar di kenal sebagai seorang pedagang yag amat luas pergaulannya. melalui beliau banyak orang masuk Islam. Di antaranya adalah Usman Bin Affan, Zubair Bin Awwam, Abdurrahman Bin 'Auf, Sa'ad Bin Abi Waqqash, Talhan Bin Ubaidillah Bin Jarrah. Arqam Bin Abi Al-Arqam, dan beberapa penduduk mekkah lainnya. dari Kabilah Quraisy mereka langsung di bawa Nabi Muhammad dan meyatakan ke Islamannya. dalam sejarah Islama, mereka ini di kenal dengan sebutan As-Sabiqunal Awwalun yakni orang yang pertama memeluk Islam.[3]
Nabi Muhammad melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, karena adanya rasa takut terhadap perlawanan sengit kaum musyrik dan bahaya yang akan mengancam dakwah Islam yang baru saja dimulai.[4] Dalam riwayat lain disebutkan bahwa  Nabi Muhammad melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi atau rahasia (sirriyah) bukan karena takut melainkan strategi dakwah. Dimana Nabi mengantisipasi pengikut Nabi yang masih sedikit dan belum kuat. Sedangkan ancaman dan siksaan masyarakat kafir Quraisy masih kuat dan status kota Mekkah sebagai pusat agama bangsa Arab. Disana terdapat para pengabdi ka’bah dan tiang sandaran bagi berhala dan patung-patung yang dianggap suci oleh seluruh bangsa Arab.[5]
Dakwah terang-terangan
Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun, kemudian turunlah ayat yang memerintahkan dakwah secara terang-terangan, yaitu QS. Al-Hijr ayat 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
"Maka sampaikan olehMu secara terang-terangan apa yang diperintahkan dan berpalinglah dari orang-orang musyrik" (QS. Al-Hijr ayat 94)
Dakwah Nabi Muhammad SAW secara terang-terang pertama kali dilakukan di Bukit Shafa. Dalam dakwahnya itu Nabi Muhammad SAW menjelaskan "Bahwa tidaklah aku diutus oleh Allah SWT, melainkan untuk mengajak mereka menyembah Allah SWT dan meninggalkan berhala". Kaum kafir Quraisy yang mendengar dakwah Nabi Muhammad SAW tidak percaya sama sekali, bahkan mereka mendustakannya, mengejek, bahkan Nabi dilempari batu dan kotoran. yang mendustakan Nabi pada saat itu adalah Abu Lahab dan istrinya, dan Abu Jahal.
Dakwah Nabi Muhammad SAW secara terang-terangan untuk kedua kalinya dilakukan dengan mengumpulkan keluarganya di Bukit Shafa, waktu itu diikuit oleh 40 orang termasuk Abu Lahab. Isi dakwah Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya secara terang-terangan untuk kedua kalinya adalah:

1.      Peringatan dan ancaman Allah SWT bagi orang-orang yang tidak beriman sebaliknya, kenikmatan surga bagi orang-orang yang beriman dan beramal soleh
2.      Disebutkannya pada hari akhirat kelak beliau tidak dapat memberi pertolongan, kecuali amal perbuatan sendirilah yang dapat menyelamatkannya
3.      Pertolongan kepada keluarganya supaya dapat membantu dan dapat memelihara Islam
Mendengar dakwah Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab berkata "Binasalah engkau sepanjang hari, apakah untuk ini engkau kumpulkan kami?"
Abu Lahab mengambil batu lalu dilemparkan kepada Nabi Muhammad SAW, menghadapi kejadian itu Nabi Muhammad SAW tetap sabar dan tabah dan berjiwa besar, maka turunlah Surat Al-Lahab.[6]
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).[7]
Ajaran Islam yang didakwahkan di periode Makkah
Ajaran Islam periode Makkah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut:
1.      Keesaan Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa pencipta dan pemelihara alam semesta adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT tempat bergantung segala apa saja dan makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada selain Allah SWT, yang menyamai-Nya (baca dan pelajari QS. A1-Ikhlas, 112: 1-4).
Umat manusia harus beribadah atau menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Beribadah atau menyembah kepada selain Allah SWT, termasuk ke dalam perilaku syirik, yang hukumnya haram, dan merupakan dosa yang paling besar (lihat Q.S An-Nisa’, 4: 48).
2.      Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
Islam mengajarkan bahwa mati yang dialami oleh setiap manusia, bukanlah akhir kehidupan, tetapi merupakan awal dan kehidupan yang panjang, yakni kehidupan di alam kubur dan di alam akhirat.
Manusia yang ketika di dunianya taat beribadah, giat beramal saleh, dan senantiasa berbudi pekerti yang terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang menyenangkan. Di alam kubur akan memperoleh berbagai kenikmatan dan di alam akhirat akan ditempatkan di surga yang penuh dengan hal-hal yang memuaskan. Tetapi manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah SWT dan banyak berbuat jahat, tentu setelah matinya akan mendapat siksa kubur dan dicampakkan ke dalam neraka yang penuh dengan berbagai macam siksaan. (Baca dan pelajari Q.S. Al-Qari’ah, 101: 1-11)
3.      Kesucian jiwa
Islam menyerukan umat manusia agar senantiasa berusaha menyucikan jiwanya dan melarang keras mengotorinya. Seseorang dianggap suci jiwanya apabila selama hayat di kandung badan senantiasa beriman dan bertakwa atau meninggalkan segala perbuatan dosa, dan dianggap mengotori jiwanya apabila durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat dosa.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa memelihara kesucian jiwanya, dan alangkah ruginva orang yang mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10). Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
4.      Persaudaraan dan Persatuan
Persaudaraan mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan persaudaraan landasan bagi terwujudnya persatuan.Islam mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara. Mereka dituntut untuk saling mencintai dan sayang-menyayangi, di bawah naungan rida Ilahi. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dianggap beriman seorang Muslim di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti rnencintai dirinya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i).
Selain itu sesama umat Islam, hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, jangan sekali-kali tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan. Jangan saling menganiaya dan jangan pula membiarkan saudaranya yang teraniaya tanpa diberikan pertolongan. Sedangkan umat Islam yang mampu disuruh untuk memberikan pertolongan kepada saudaranya yang du’afa, yakni para fakir miskin dan anak-anak yatim telantar (baca dan pelajari Q.S. Al-Ma’un, 107: 1-7).[8]
Rintangan dakwah Rasulullah di Makkah
Perlahan tapi pasti, Islam mulai memasuki rumah-rumah penduduk Makkah. Mulailah terbuka mata mereka, bahwa ini bukan main-main, dan pasti menjadi ancaman terhadap kedudukan mereka selama ini di mata seluruh kabilah Arab.
Pada mulanya penduduk Makkah memang tidak menggubris seruan dakwah ini. Akan tetapi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit secara terang-terangan menyatakan celaan terhadap sesembahan dan keyakinan mereka, barulah mereka melakukan balasan dan tekanan. Berbagai upaya mereka lakukan untuk membendung dakwah Islam.[9]
Adapun rintangan yang dihadapi Rasullullah ketika berdakwah di Mekkah antara lain :
1.      Bujuk rayu harta benda
Pemimpin Quraisy mengutus Uthbah Ibnu Rabi’ah untuk membujuk Nabi Muhammad saw. agar menghentikan dakwahnya. Untuk itu, ia menawarkan beberapa pilihan kepada Nabi Muhammad saw. Lalu ia berkata: “Hai Muhammad, bila kamu menginginkan harta kekayaan, saya sanggup menyediakan untukmu. Bila kamu menginginkan pangkat yang tinggi, saya sanggup mengangkatmu menjadi raja, dan bila kamu menginginkan wanita cantik, saya sanggup mencarikannya untukmu. Tetapi dengan syarat kamu mau menghentikan kegiatan dakwahmu.”
Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad saw. menjawab dengan tegas melalui surah as-Sajadah ayat 1-37. Demi mendengar firman itu, Uthbah tertunduk malu dan hati kecilnya membenarkan ajaran Nabi Muhammad saw. Kemudian ia kembali ke kaumnya dan menceritakan apa yang baru saja dialaminya. Kemudian ia menganjurkan kepada masyarakat Quraisy dan kawan-kawannya untuk menerima ajakan Muhammad saw.[10]
2.      Ancaman dan caci maki
Mereka (pemuka kaum kafir Quraisy) menentang dakwah  Nabi Muhammad saw, karena tidak ingin kekuasaannya terganggu karena dakwah Islam yang menekankan keadilan sosial dan persamaan derajat. Dan menganggap kekuatan Nabi Muhammad saw adalah karena adanya perlindungan dari pamannya Abu Talib, sehingga para penguasa mengancam untuk segera menyerahkan  Nabi Muhammad saw atau menghentikan dakwahnya. Dan pamannya meminta untuk menghentikan dakwahnya namun Nabi Muhammad saw menentang, seraya berkata “ Demi Allah! Saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini walaupun seluruh sanak keluargaku akan mengucilkanku”. Hingga akhirnya pamannya berkata “ Teruskanlah! Demi Allah , aku akan membelamu”.
3.      Penganiayaan
Gagal membujuk nabi Muhammad dengan harta benda, para dedengot kafir Quraisy itu lalu melakukan kekerasan kepada Nabi Muhammad saw dan menyiksa para pengikutnya dari dipukul, dicambuk  hingga menghalangi kaum yang ingin beribadah Haji dan melemparinya dengan kotoran.
4.      Pemboikotan Bani Hasyim
Kaum Kafir Quraisy menganggap kalau kuatnya kedudukan kaum muslim adalah karena perlindungan Bani Hasyim. Oleh karena itu mereka mereka memboikot Bani Hasyim  dengan menghentikan hubungan  baik jual beli maupun pernikahan dan sosial dengan seluruh penduduk Makkah yang mana persetujuan ini telah di tandatangani bersama dan di gantung di Kabah. Sehingga menyebabkan Bani Hasyim menderita selama 3 tahun, hingga akhirnya berhenti setelah beberapa pemimpin Kaum Quraisy merasa tindakan itu sangat keterlaluan.[11]
Alasan Kaum Kafir Quraisy menentang dakwah Nabi Muhammad.
Kaum kafir Quraisy adalah kaum yang menentang keras ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Bermacam cara mereka lakukan untuk menghentikan usaha dakwah Rasulullah SAW. Adapun faktor yang melatar belakangi penolakan kaum kafir quraisy terhadap dakwah Islam adalah sebagai berikut.
1.      Ketakutan Kehilangan Kekuasaan
Kaum kafir Quraisy tidak dapat membedakan antara keNabian dan kekuasaan. Di masa itu terjadi perebutan kekuasaan antar suku. Dengan mengikuti ajakan Muhammad mereka menganggap bahwa mereka mengakui kekuasaan Muhammad. Mereka menganggap bahwa dengan mengikuti ajaran Muhammad maka telah tunduk kepada Nabi Muhammad dan Bani Hasyim.
2.      Hilangnya Status Sosial
Masyarakat Quraisy saat itu hidup dalam kelompok-kelompok status sosial atau kasta. Ada kaum majikan dan ada kaum budak. Budak yang dimiliki seseorang adalah golongan yang berkasta rendah. Mereka bisa diperjual belikan dan hak-haknya sebagai manusia tidak dihargai sama sekali. Para pembesar Quraisy pada umumnya memiliki status sosial tinggi. Mereka keberatan jika status sosial mereka disamakan dengan yang lain. Sementara Islam mengajarkan kepada manusia untuk  saling  menghargai  satu  sama lain sebab derajat manusia adalah sama, yang membedakannya di sisi Allah hanyalah tingkat ketaqwaannya saja. Oleh karena itu kaum kafir Quraisy menentang ajaran Islam.
3.      Hilangnya perdagangan patung
Orang kafir Quraisy adalah masyarakat penyembah berhala. Membuat berhala merupakan mata pencaharian masyarakat ketika itu. Mereka membuat berhala Latta, Uzza, Manat dan Hubbal kemudian dijual kepada orang-orang yang mengunjungi kakbah yang nantinya dijadikan sesembahan. Sementara itu Islam mengajarkan bahwa manusia hanya menyembah Allah semata dan tidak boleh menyembah selain Allah. Jika mereka mengikutiajaran Islam maka mereka khawatir kalau mata pencahariannya sebagai pembuat patung tersebut akan hilang.[12]
C.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah memulai dakwahnya dengan cara diam-diam selama tiga tahun muali dari keluarga dekatnya. Setelah itu turun wahyu yang memerintahkan agar Rasulullah mendakwahkan Islam secara terang-terangan.
Selama nabi Muhammad mendakwahkan Islam di Makkah seringkali menghadapi berbagai macam rintangan. Rintangan terbesar datang dari para pembesar Quraisy yang merasa terancam kedudukannya. Mereka menganggap dakwah Islam dapat menghancurkan pengaruh dan kedudukannya dikalangan penduduk Mekkah.



[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Jahiliyah
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad
[3] http://muhammad-haidir.blogspot.com/2013/05/langkah-awal-dakwah-nabi-saw.html
[4] http://www.islamquest.net/id/archive/question/id22608
[5] https://www.muttaqin.id/2016/05/dakwah-nabi-muhammad-saw-secara.html
[6] http://muslim-kekinian.blogspot.com/2016/02/dakwah-nabi-muhammad-saw-secara-terang.html
[7] https://zhye.wordpress.com/2009/07/06/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-periode-mekah/
[8] http://ulashoim.blogspot.com/2017/10/dakwah-rasulullah-di-mekkah_31.html
[9] http://salafy.or.id/blog/2012/05/26/rintangan-dakwah-mulai-bermunculan/
[10] http://hikmah-kata.blogspot.com/2012/09/hambatan-dan-rintangan-dakwah-nabi.html
[11] http://yulinurtaufik.blogspot.com/2015/05/beberapa-rintangan-dakwah-nabi-muhammad.html
[12] http://www.sarisejarah.com/2016/01/mengapa-kaum-kafir-quraisy-menolak.html

Thursday, November 15, 2018

EPISTEMOLOGI




A.    Pendahuluan
Ilmu merupakan suatu hal yang penting bagi manusia karena dengan ilmu manusia dapat memenuhi segala kebutuhannya dengan cepat dan mudah. Salah satu kenyataan yang tidak terbantahkan adalah peran ilmu dalam kemajuan peradaban manusia. Dengan ilmu, manusia bisa merasakan berbagai kemudahan seperti transportasi, pemukiman, pendidikan dan komunikasi. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuannya. [1]
Keshahihan sebuah ilmu harus menjadi perhatian utama bagi seorang pencari ilmu mengingat besarnya pengaruh ilmu dalam kehidupan manusia. Jika ilmu yang didapatkan salah maka manusia akan tersesat dalam hidupnya. Jika manusia tersesat dalam hidupnya maka dia tidak akan mencapai tujuan hidup yang diinginkannya. Oleh karena itu memperhatikan keshahihan ilmu sangat penting bagi kehidupan manusia.
Kesahihan sebuah ilmu dapat diketahui dari proses/metode yang digunakan dalam menghasilkan ilmu dan dasar-dasar yang digunakan sebagai argumen penguat kebenaran ilmu. Salah satu cabang filsafat yang berurusan dengan keshahihan sebuah ilmu adalah epistemologi.
Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu adalah karena para pemikir melihat bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat penghubung manusia dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur pengindraan valid yang rasional. Namun pada sisi lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak persoalan mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran aliran Sophisme yang mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk eksistensi eksternal.
            Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius sedemikian sehingga filosof Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika sebagai aturan dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini masih digunakan. Lahirnya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya validitas akal dan indra lahir sedemikian sehingga untuk kedua kalinya berakibat memunculkan keraguan terhadap nilai akal dan indra lahir di Eropa, dan setelah Renaissance dan kemajuan ilmu empirik, lahir kembali kepercayaan kuat terhadap indra lahir yang berpuncak pada Positivisme. Pada era tersebut, epistemologi lantas menjadi suatu disiplin ilmu baru di Eropa yang dipelopori oleh Descartes (1596-1650) dan dikembangkan oleh filosof Leibniz (1646–1716) kemudian disempurnakan oleh John Locke di Inggris.[2]
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, tujuan dari penulisan artikel ini meliputi :
1.      Mengetahui definisi epistemologi.
2.      Mengetahui ruang lingkup epistemologi.
B.     Pembahasan
1.      Pengertian Epistemologi.
Istilah 'Epistemologi' pertama kali digunakan oleh filsuf Skotlandia James Frederick Ferrier pada tahun 1854.[3] Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.[4]
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pengetahuan yang dimiliki.[5]
Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasumantri berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang mejadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.[6] Jadi objek material epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.[7]
2.      Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.[8] Adapun dalam artikel ini ruang lingkup epistemologi yang akan dibahas adalah proses mendapatkan ilmu, asal usul ilmu dan validitas ilmu.
a.      proses mendapatkan ilmu.
Prosedur dalam mendapatkan ilmu disebut metode ilmiah.[9] Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan  sangat bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.[10]
Menurut Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu observasi, trial and error, eksperimen dan statistik. Adapun menurut amsal bakhtiar beberapa jenis metode ilmiah meliputi meliputi metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kentemplatif, metode dialektis.[11]
1)      Observasi
Beberapa ilmu seperti astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan metode observasi. Didalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba.
2)      Trial and error
Teknik yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik, materi, parameter-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi.
3)      Eksperimen
Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengajuan hipotesis. Peranan metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap.
4)      Statistik
Istilah statistik berarti pengetahuan tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan data sebagai dasar induksi. Metode statistik telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan dan perpajakan. Metode statistik ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi, sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan kita untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan yang tinggi.
5)      Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Pengetahuan dari hasil penyelidikan suatu fenomena berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
6)      Metode deduktif
Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau generalisasi tersebut. Metode Deduktif digunakan dalam sebuah penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian di buktikan dengan pencarian fakta.
7)      Metode positivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui yang faktual, yang positif. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala. Tujuan dari metode ini adalah menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan pada fakta dengan pengamatan.
8)      Metode kontemplatif
Tujuan dari metode ini adalah memperoleh pengetahuan melalui intuisi dengan cara merenung. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan sehingga hasilnya berbeda-beda.
9)      Metode dialektis
Metode dialektika adalah metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistemik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Secara sederhana dialektika berarti mengkompromikan hal-hal yang berlawan antara tesis dan anti tesi menjadi sintesis.
b.      Asal usul ilmu.
Ilmu adalah pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu.[12] Pengetahuan diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber dari pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat mengenai sumber pengetahuan antara lain.
1)      Empirisme
Kata ini berasal dari bahasa Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliaran ini, manusia mendapatkan pengetahuan melalui pengalamannya. Dan jika dikembalikan pada  kata Yunaninya, maka pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi.[13]
2)      Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh kebenaran melalui kegiatan menangkap objek. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang dapat menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi sesampainya manusia pada kebenaran adalah karena pekerjaan akal.[14]
3)      Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisis adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini memerlukan suatu usaha.[15]
4)      Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Allah tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Wahyu Allah berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.[16]
c.       Validitas ilmu.
Ilmu adalah any knowledge organized atau sebuah pengetahuan yang  terstruktur.[17] Oleh karena itu kebenaran pengetahuan memiliki pengaruh besar terhadap kebenaran ilmu. Bila pengetahuan yang didapat salah maka ilmu yang dihasilkan sesat. Ada beragam teori standar kebenaran yang dapat dijadikan tolok ukur keshahihan pengetahuan. Teori standar kebenaran tersebut antara lain sebagai berikut.
1)      Teori korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.[18] Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang selaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual.[19]
2)      Teori koherensi
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui kebenarannya terlebih dahulu.[20] Jadi menurut teori ini, putusan yang satu dengan yang lainnya salaing berhubungan dan saling menerangkan satu sama lain.[21]
3)      Teori pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan. Menurut teori ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori, semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar apabila mendatangkan asas manfaat dan akan dikatakan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.[22]
4)      Teori agama
Salah satu cara untuk mencari kebenaran adalah dengan melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia baik tentang alam, manusia maupun Tuhan. Suatu hal dianggap benar bila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.[23]

C.    Kesimpulan
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pengetahuan yang dimiliki.
Ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan.


[1] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Edisi Revisi, (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada : 2012), hlm : 162.
[2] http://kataalan.blogspot.com/2016/11/makalah-filsafat-ilmu-tentang.html
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Epistemologi
[4] http://mangihot.blogspot.com/2017/10/pengertian-manfaat-dan-faktor-faktor.html
[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Edisi Revisi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada : 2012) hlm : 148-156
[6] http://blognyasharing.blogspot.com/2015/06/makalah-filsafat-ilmu-epistemologi_25.html
[7] http://islammakalah.blogspot.com/p/blog-page_4.html
[8] http://nyimasindakusumawati.blogspot.com/p/filsafat-ilmu_31.html
[9] http://blognyasharing.blogspot.com/2015/06/makalah-filsafat-ilmu-epistemologi_25.html
[10] http://matematikaunsriindah.blogspot.com/2014/11/makalah-epistemologi.html
[11] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004) hlm : 148-156
[12] Wihadi Admojo, et.al., Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), hlm : 324.
[13] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum; Akal dan Hati; sejak Thales sampai Chapra, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990) , hlm : 24.
[14] Amsal Bakhtiar, loc.cit., hlm : 102-103.
[15] Ahmad Tafsir, op.cit., hlm : 27.
[16] Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm : 54.
[17] Mulyadi Kartanegara, Pengantar Epstemologi Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hlm: 1
[18] Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm : 57
[19] Amsal bakhtiar, loc.cit., hlm : 112.
[20] Jujun S Sumriasumantri, op.cit., hlm : 56.
[21] Amsal bakhtiar, op.cit, hlm : 116.
[22] Ibid, hlm : 118-119
[23] Ibid hlm : 120-121