Showing posts with label Tarikh. Show all posts
Showing posts with label Tarikh. Show all posts

Saturday, December 22, 2018

DAKWAH RASULULLAH PERIODE MADINAH




Pasca peristiwa isra’ mi’raj, terlihat tanda-tanda perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam. Perkembangan tersebut terlihat ketika rombongan haji asal Yatsrib yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj menyatakan masuk Islam. Proses masuk Islamnya kedua suku tersebut terjadi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama terjadi pada tahun kesepuluh keNabian, alasan utama mereka masuk Islam ialah agar terwujud perdamaian diantara kedua suku tersebut yang telah lama bermusuhan. Meraka berharap Islam dapat menjadi sarana/wasilah untuk mendamaikan dan mepersatukan kedua suku tersebut. Gelombang kedua terjadi pada tahun keduabelas keNabian, sepuluh orang dari suku Khazraj, dua orang suku Aus, serta seorang wanita datang menemui Nabi di Aqobah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan dihadapan Nabi, ikrar tersebut dikenal dengan perjanjian Aqabah pertama. Gelombang ketiga terjadi pada musim haji berikutnya, rombongan haji asal Yatsrib yang berjumlah 73 orang dengan mengatasnamakan penduduk Yatsrib meminta pada Nabi untuk berhijrah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan melindungi Nabi dari segala ancaman, sedangkan Nabi menyetujui usul mereka. Perjanjian tersebut kemudian dikenal sebagai perjanjian Aqabah kedua.
Kabar tentang perjanjian antara penduduk Yatsrib dengan Nabi Muhammad terdengar oleh kaum Musyrikin Quraisy. Hal itu membuat mereka marah dan melancarkan berbagai intimidasi kepada umat Islam. Hal ini membuat Nabi segera memerintahkan sahabatnya berserta kaum muslimin lainnya agar berhijrah ke Yatsrib. Dalam waktu sekitar dua bulan, hampir semua umat Islam yang berjumlah kurang lebih 150 orang telah meninggalkan kota Makkah. Hanya Ali dan Abu Bakar lah yang setia menemani Nabi sampai Nabipun berhijrah ke Yatsrib karena kafir Quraisy sudah memiliki rencana untuk membunuhnya.[1]
Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah.
Penduduk Yatsrib telah lama menantikan kedatangan Rasulullah. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba, Rasulullah memasuki kota Yatsrib dan mendapatkan sambutan dengan penuh kegembiraan dari penduduk Yatsrib. Sejak saat itu nama Yatsrib diubah dengan nama Madinatun Nabi (Kota Nabi) sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad. Kota tersebut juga disebut sebagai Madinatul Munawarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah cahaya Islam memancar keseluruh dunia. Dalam Istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut sebagai Madinah saja.[2]
Adapun metode dakwah yang Nabi terapkan di Madinah berbeda dengan ketika beliau berada di Makkah. Di Madinah nabi tidak menemukan golongan yang menentang dakwahnya, sehingga ajaran yang disampaikan beliau langsung diterima oleh masyarakat Madinah. Dakwah Rasulullah di Madinah sifatnya membina karena sebelum Rasulullah berhijrah di Madinah sudah banyak penduduknya yang masuk Islam. Berikut ini adalah strategi Rasulullah dalam membina masyarakat Madinah.
1.      Membangun Masjid.
Proritas pertama yang dilakukan Nabi Muhammad setibanya di Madinah adalah membangun Masjid. Masjid dibangun di atas tanah milik kedua anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail. Tanah tersebut dibeli oleh Nabi untuk pembangunan masjid dan untuk tempat tinggal.[3]
Di masa Nabi, masjid tak hanya digunakan dalam urusan beribadah saja. Masjid diberdayakan sebagai tempat belajar, mengatur pemerintahan, bahkan mempersiapkan siasat perang. Di Madinah, beliau membangun masjid yang pertama kalinya yakni masjid Nabawi yang berarti masjid Nabi. Masjid tersebut didirikan di bulan rabiulawal tahun 1 Hijriah.[4]
2.      Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar.
Kaum Muhajirin adalah sebutan bagi Umat Islam yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Sedangkan kaum Anshar adalah penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan untuk kaum Muhajirin.
Nabi mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar dengan tujuan menghilangkan  perasaan asing di  antara Muhajirin dan Anshar, membangun rasa persaudaraan dalam ikatan iman, agar satu  sama  lain selalu tolong  menolong, melenyapkan fanatisme kesukuan, meruntuhkan semua perbedaan.[5]
3.      Membuat perjanjian damai dengan non Muslim.
Kondisi masyarakat Madinah di awal kedatangan Rasulullah terdiri atas tiga golongan yaitu Arab Muslim, Arab Musyrik dan Yahudi. Dalam rangka menjaga keamanan kota Madinah dari gangguan luar maka diperlukan adanya kerja sama antar penduduknya yang memiliki beragam keyakinan. Oleh karena itu, maka dibuatlah sebuah perjanjian antra kaum Muslim dan non Muslim di Madinah. Perjanjian itu disebut dengan “Piagam Madinah”. Adapun isi dari Piagam Madinah adalah sebagai berikut:
Ø  Kaum Muslimin dan Yahudi hidup secara damai dan bebas memeluk serta menjalankan agamanya masing-masing
Ø  Jika salah satu pihak diperangi musuh dari luar mereka wajib membantu salah satu pihak yang diserang
Ø  Kaum Muslimin dan Yahudi wajib tolong menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama
Ø  Nabi Muhammad adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah, jika terjadi perselisihan diantara Kaum Muslim dan Yahudi maka penyelesaiannya dikembalikan kepada pengadilan Nabi sebagai pemimpin tertinggi di kota Madinah
Ø  Orang Yahudi yang bergabung dengan kaum Muslimin akan dilindungi dari semua gangguan serta mempunyai hak yang sama[6]
4.      Mengirim surat ajakan masuk Islam kepada penguasa di luar Jazirah Arab.
Rasulullah mengirim utusan untuk menyampaikan surat yang berisi ajakan masuk Islam kepada para penguasa diluar jazirah Arab. Para penguasa yang dikirimi surat oleh Rasulullah antara lain:
a.       Heraclius. (Kaisar Bizantium)
Dalam shahih Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkirim surat kepada Heraclius (Raja Romawi). Surat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu .
Begitu menerima surat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Kaisar berkeinginan untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kebenaran kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui orang-orang yang memiliki hubung erat dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Pilihannya jatuh pada orang-orang yang berasal dari kaumnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kaum Quraisy. Saat itulah, Kaisar mendengar berita kedatangan sekelompok pedagang, diantara mereka ada Abu Sufyan dari Quraisy. Lalu Kaisar menyuruh agar orang-orang itu dibawa menghadap beliau dengan ditemani penerjemah. Waktu itu Abu Sufyan masih kafir.
Setelah Heraclius berdialog dengan  Abu Sufyan, Di akhir dialog Heraclius menyimpulkan bahwa semua ciri-ciri nabi yang dijelaskan dalam kitab Injil, Nabi yang mereka tunggu-tunggu ada pada diri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Heraklius mengatakan, “Jika benar apa yang engkau beritakan, maka dia (maksudnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini. Saya yakin dia akan datang, namun saya tidak pernah menduga kalau dia berasal dari kalian”.
Heraclius berkata kepada utusan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Dihyah bin al-Kalbi, “Sungguh saya tahu bahwa temanmu itu adalah seorang nabi yang diutus. Nabi yang kami tunggu-tunggu dan nabi yang kami dapatkan (keterangannya) dalam kitab kami. Namun saya takut orang-orang romawi akan membunuhku. Kalau bukan karena itu, tentu saya sudah mengikutinya.”
Kesimpulan yang bisa ditarik dari percakapan antara Heraclius dengan Abu Sufyan juga dengan Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu yaitu Heraclius sudah mengetahui dan meyakini kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun dia tetap tidak beriman. Ini menunjukkan kecintaan terhadap kekuasaan telah menghalangi dia dari memiliki jalan yang haq ini yaitu Islam.[7]
b.      Muqauqis (Gubernur Romawi di Mesir).
Rasulullah mengirim surat kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama Hatib. Muqauqis menolak ajakan Rasulullah untuk masuk Islam, namun beliau tetap membalas surat dari Rasulullah serta mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, beberapa ekor keledai dan beberapa buah pakaian.[8]
c.       Raja Persia (Raja Khosrau II/Kisra Abrawaiz)
Imam al-Bukhari membawakan riwayat dengan sanad beliau rahimahullah yang bersambung sampai ke Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan surat ke Kisra melalui shahabat beliau yang bernama Abdullah bin Khuzafah as-Sahmi, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar menyerahkan surat tersebut ke pembesar Bahrain. Kemudian oleh penguasa Bahrain, surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu diserahkan ke Kisra. Setelah membaca dan memahami isi surat dakwah itu, dengan penuh kesombongan dia merobek-robek surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia tidak menyangka bahwa akibat dari perbuatan buruknya itu akan begitu dahsyat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keburukan bagi raja tersebut, sehingga kekuasaan yang selama ini dia bangun dan banggakan hancur berantakan.[9]
Persia akhirnya kalah dalam perang menghadapi Romawi dengan kekalahan yang menyakitkan. Kemudian iapun digulingkan oleh anaknya sendiri yakni Syirawaih. Ia dibunuh dan dirampas kekuasaannya. Kemudian kerajaan itu kian tercabik-cabik dan hancur sampai akhirnya ditaklukkan oleh pasukan Islam pada jaman Khalifah Umar bin Khaththab ra hingga tidak bisa lagi berdiri.[10]
d.      Raja Najasyi
Rasulullah SAW mengirim surat kepada Raja Najasyi- Habsyah yang bernama Ashhamah bin Al-Abjar. Isi suratnya adalah menyerukan sang raja agar memeluk agama Islam. Saat surat tersebut sampai di Istana, sang raja  An-Najasyi mengambil surat itu,  lalu meletakkan ke wajahnya dan turun dari singgasana. Beliau pun masuk Islam melalui Ja’far bin Abi Thalib r.a.
Setelah masuk Islam, sang raja kemudian membalas surat kepada Rasulullah Sallallahu A’laihi Wasallam untuk mengabarkan keislamannya. Raja Najasyi akhirnya meninggal pada bulan rajab tahun ke-9 Hijriyyah. Saat mendengar raja ini meningggal, Rasulullah SAW pun melakukan shalat ghaib untuk sebagai penghormatan terakhir. Nabi juga mengabarkan bahwa Raja Najasyi kelak akan masuk syurga.[11]
e.       Gubernur Al-Mundzir bin Sawa (Penguasa Bahrain)
Nabi Muhammad Sallallahu A’laihi Wasallam mengutus risalah kepada al-Munzir bin Sawa pemerintah Bahrain, menyeru beliau kepada Islam. Rasulullah Sallallahu A’laihi Wasallam memilih al-’Ala’ bin al-Hadhrami untuk menyampaikan risalahnya itu, sebagai jawaban al-Munzir telah menulis kepada Rasulullah seperti berikut ;
“Adapun setelah itu wahai Rasulullah, sebenarnya telah pun ku baca bingkisan tuan hamba itu kepada penduduk Bahrain, di antara mereka gemarkan Islam dan kagum dengannya dan sebahagian yang lain membencinya, di bumi ku ini terdapat penganut Majusi dan Yahudi, maka berlaku sesuatu hal di sini mengenai seruan tuan hamba itu.”
Rasulullah s.a.w membalas semula kepadanya:  “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ” Dari Muhammad Utusan Allah kepada al-Munzir bin Sawi salam ke atas kamu. Maka sesungguhnya kepada Engkau Allah, aku memuji yang tiada Tuhan selainNya dan aku mengaku bahawa Muhammad adalah hambaNya dan pesuruhNya, adapun selepas itu aku mengingatkan kau dengan Allah Azzawajala, maka sesungguhnya barangsiapa yang memberi nasihat sebenarnya dia menasihati dirinya, dan barangsiapa yang mentaati ku dan barangsiapa yang menasihatkan mereka bererti telah menasihatiku.
Sebenarnya para utusan ku telah pun memuji kau dengan baik, sesungguhnya melalui kamu aku memberi syafaat ku kepada kaum kamu, oleh itu biarlah kaum muslimin dengan kebebasan mereka dan pengampunan kamu terhadap orang-orang yang bersalah, maka terimalah mereka. Sekiranya kamu terus soleh dan baik maka kami tidak akan menghentikanmu dari tugasmu dan barangsiapa yang masih dengan berpegang erta pada agama Yahudi atau Majusinya maka wajib baginya wajib membayar jizyah.[12]
Rintangan Dakwah Rasulullah di Madinah
Perjalanan dakwah nabi di Madinah tidak selamanya berjalan mulus meskipun berbagai upaya perdamaian telah dilakukan namun kaum kafir Quraisy tidak mau menyerah untuk terus menentang dakwah Nabi dengan berbagai cara. Akhirnya pecahlah beberapa perang yang antara lain; Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq.
1.      Perang Badar
Perang ini merupakan awal pertempuran umat Islam melawan kaum kafir Quraisy yang dipimpin oleh petinggi-petinggi kafir Quraisy dibawah komando Abu Jahal atau Amir bin Hisyam terjadi pada tanggal 17 Maret 624 M atau 17 Ramahan 2 Hijriah.
Perang Badar terjadi akibat kesepakatan kaum Muslimin di Madinah yang terancam kedaulatannya oleh kedatangan kaum kafir Quraisy yang akan melakukan perdagangan menuju Syam. Untuk menuju Syam Kafir Quraisy harus melewati Madinah, kaum muslimin yakin bahwa kedatangan kaum kafir Quraisy ke Madinah menuju Syam tidak akan hanya lewat saja melainkan sudah pasti adanya maksud lain yaitu ingin menguasai kaum muslimin di Madinah karena hal ini memang sudah direncanakan oleh kaum Quraisy.
Nabi mencegat pasukan Quraisy dengan hanya berjumlah pasukan lebih kurang 313 orang, sedangkan kaum Kafir Quraisy berjumlah 1000 orang. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin dengan terbunuhnya kepala pasukan mereka yaitu Abu Jahal.
Atas kemenangan perang ini kaum Muslimin semakin mempunyai kepercayaan diri yang kuat dan kedudukan Nabi sebagai pemimpin umat serta panglima perang semakin Berjaya. Nama Nabi Muhammad SAW semakin harum di hati kaum Muslimin di Madinah.
2.      Perang Uhud
Perang ini adalah upaya kaum kafir quraisy untuk membalas kekalahan mereka pada perang Badar. Pada mulanya kaum kafir memancing kemarahan kaum muslimin dengan menduduki lading gandum kaum mukmin di wilayah bukit Uhud yang berjarak tiga mil dari Madinah.
Perang yang sangat dahsyat ini terjadi pada tanggal 15 syuro 3  Hijriah atau 13 Maret 625 M dan diikuti lebih kurang 1000 orang kaum muslimin namun karena adanya hasutan dari pihak Quraisy pasukan Nabi hanya tinggal 700 orang saja. Kaum inilah yang kita kenal di kemudian hari sebagai orang-orang munafik.
Sebagai panglima perang sebenarnya Nabi lebih mengedepankan strategi menunggu musuh di Madinah karena mengingat jumlah kaum muslimin yang tidak sebanding dengan jumlah kaum kafir Quraisy yang mencapai 3000 orang, namun karena adanya desakan dari beberapa pihak kaum Muslimin akhirnya Nabi menyetujui untuk berangkat menuju bukit Uhud.
Setibanya di Uhud dini hari Nabi langsung menyusun strategi perang. Bahwasannya kaum Muslimin diperintahkan oleh Nabi untuk meninggalkan posisi masing-masing diatas bukit. Strategi ini hampir memenangkan kaum muslimin tetapi karena akhirnya kaum muslimin banyak yang tergiur adanya harta rampasan atau ghonimah, lalu mereka mulai meninggalkan pesan yang merupakan strategi Nabi untuk turun di bawah bukit tempat harta ghonimah berada demikian pula pasukan pemanah yang dipimpin oleh Mus’ab bin Abi Waqqos pun turut memburu harta rampasan tersebut dan akhirnya pasukan muslimin pun berantakan.
Demi melihat kaum muslimin berada dibawah bukit maka para Kafir Quraisy yang dipimpin oleh Kholid bin Walid menggantikan posisi perang dari atas bukit yang mengakibatkan kaum muslimin terkepung dan mengalami kekalahan fatal. Perang ini menyebabkan kekalahan kaum muslimin dan mengakibatkan tewasnya 70 syuhada.
3.      Perang Khandaq
Perang ini terjadi akibat kaum Quraisy dari kabilah kabilah Arab serta kaum Yahudi di Madinah ingin menumpas kaum muslimin, dinamakan perang  Khandaq (yang berarti parit) karena kaum muslimin menggali parit sebagai benteng pertahanannya dari serangan musuh. Ide penggalian parit sebagai upaya membendung laju musuh ini diprakarsai oleh seorang ahli siasat perang yang bernama Salman Alfarisi.
Perang Khandaq terjadi pada awal Syawal tahun 5 H diikuti oleh sebanyak 3000 kaum muslimin dan sekitar 500 ribu kaum kafir. Perang yang akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin ini dibantu  dengan pertolongan Allah berupa angin badai yang sangat dahsyat memporak-porandakan periuk, kemah dan angin itu membuat debu panas berterbangan menimpa pasukan kafir.[13]
Demikianlah uraian singkat mengenai strategi dakwah nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota Madinah. Semoga bermanfaat. Atas segala kekukarangan dalam artikel ini, saya mohon maaf.


[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah 2, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2001), h. 24-25.
[2] Ibid, h. 25.
[3] https://intinebelajar.blogspot.com/2017/04/langkah-langkah-dakwah-nabi-muhammad-saw-di-madinah.html
[4] https://www.kakakpintar.id/kisah-singkat-dakwah-nabi-muhammad-di-madinah/
[5]https://www.researchgate.net/publication/324182580_2POLA_DAKWAH_NABI_MUHAMMAD_SAW_DI_MADINAH_DAN
[6] http://pai-smaza16.blogspot.com/2017/04/kelas-x-semester-2-dakwah-nabi-muhammad.html
[7] https://almanhaj.or.id/4248-surat-dakwah-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-kepada-para-penguasa-dan-raja-kafir.html
[8] http://jumrahonline.blogspot.com/2015/10/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-periode_1.html
[9] https://almanhaj.or.id/4248-surat-dakwah-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-kepada-para-penguasa-dan-raja-kafir.html
[10] http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2011/12/25/17183/suratsurat-rasulullah-ajak-penguasa-rajaraja-kafir-masuk-islam/;#sthash.kShl1I3l.dpbs
[11] https://www.infoyunik.com/2015/03/surat-surat-ini-saksi-dakwah-rasulullah.html
[12] https://aulia-renais.blogspot.com/2014/01/inilah-koleksi-surat-surat-rasulullah.html?showComment=1545482686786#c7948563712078710828
[13] http://pai-smaza16.blogspot.com/2017/04/kelas-x-semester-2-dakwah-nabi-muhammad.html

Thursday, November 22, 2018

DAKWAH RASULULLAH PERIODE MAKKAH



A.    Pendahuluan
Agama Islam merupakan agama yang diturunkan Allah sebagai petunjuk untuk seluruh ummat manusia melalui malaikat Jibril kemudian disampaikan oleh nabi Muhammad. Agama Islam pertama kali diturunkan di kota Makkah dimana Ka’bah berada. Penyebaran ajaran Islam dimekkah bermula dengan turunnya wahyu pertama yang diterima oleh nabi Muhammad saat menyendiri di gua Hira. Sebelum diangkat menjadi Rasul, nabi Muhammad memang memiliki kebiasaan menyendiri di gua Hira dalam rangka bertafakur atau merenung. Hal yang menjadi bahan renungan nabi Muhammad saat itu adalah keadaan masyarakat Makkah yang sedang mengalami krisis moral dan agama. Zaman itu lazim disebut sebagai zaman jahilliyah atau zaman kegelapan.
Jahiliyah (bahasa Arab: جاهلية, Jāhilīyyah) adalah masa di mana penduduk Mekkah berada dalam ketidaktahuan (kebodohan). Akar istilah jahiliyyah adalah bentuk kata kerja I pada kata jahala, yang memiliki arti menjadi bodoh, bodoh, bersikap dengan bodoh atau tidak peduli. Kemudian dalam syariat Islam memiliki arti "ketidaktahuan akan petunjuk Ilahi" atau "kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan". Keadaan tersebut merujuk pada situasi bangsa Arab kuno, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-Islam sebelum diutusnya seorang rasul yang bernama Muhammad. Pengertian khusus kata jahiliyah ialah keadaan seseorang yang tidak memperoleh bimbingan dari Islam dan al-Qur'an.[1]
Masyarakat kota mekkah sebelum Islam di sebut jahilliyah karena hidup tanpa petunjuk dan tanpa hukum yang jelas sehingga yang kuat berkuasa, yang lemah ditindas atau diperbudak. Selain itu disekitar ka’bah yang suci sedang marak-maraknya praktik paganisme dan kesyirikan, suatu perbuatan yang amat sangat dibenci Allah. Oleh karena itu tujuan utama diturunkannya Islam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia serta mengarahkan manusia untuk menyembah Tuhan yang sebenar-benarnya yaitu Allah.
Hikmah turunnya Islam pertama kali di Makkah adalah untuk mengembalikan kesucian dan kehormatan kota tersebut dari praktik paganisme dan memperbaiki akhlak penduduknya. Alasan lain adalah karena bangsa Arab pada umumnya dan penduduk Makkah khususnya memiliki hafalan yang kuat serta pantang berdusta. Itulah alasan mengapa Islam pertama kali turun di Makkah bukan di tempat lain.
Berdasarkan latar belakang di atas maka artikel ini akan membahas mengenai strategi dakwah nabi Muhammad di Makkah dan rintangan yang dihadapi.
B.     Pembahasan
Muhammad pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Jibril berkata:

    "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
    — Al-Alaq 96: 1-5

Muhammad berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke rumahnya, diriwayatkan ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya agar memberinya selimut. Diriwayatkan pula untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya yang juga seorang Nasrani yaitu Waraqah bin Naufal seorang pendeta yang buta. Waraqah banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.[2]
Dakwah sembunyi-sembunyi.
Setelah wahyu pertama itu datang, malaikat Jibril lama tidak muncul. sementara Nabi Muhammad Saw. dengan harap-harap cemas menanti turunya wahyu di tempat yang sama. Dalam keadaan bingung itulah kemudian malaikat Jibril datang kembali membawa wahyu ke dua yang membawa perintah untuk berdakwah. Wahyu itu adalah Surah Al-Muddatsir: 1-7

“Hai orang yang berselimut Bangun dan berilah peringatan. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkan perbuatan dosa, dan jangan engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.”

Dengan turunnya wahyu ke dua itu, mulailah Rasulullah melakukan dakwah. langkah pertama yang di lakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Oleh karna itu, orang yang pertama menerima dakwahnya adalah keluarga dan para sahabat dekatnya. mulai-mulai istrinya, Siti khadijah menerima ajakan tersebut. lalu sepupunya, Ali Bin Abi Talib. kemudian, Abu Bakar, Sahabat karibnya sejak kanak-kanak. Kemudian zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnyaa Ummu Aiman, seorang pengasuh Nabi Muhammad sejak ibunya, Aminah masih hidup
Di antara sahabat dekat Rasul yang berasil mengajak kawan karibnya untuk menerima dakwah Islam adalah Abu Bakar. Abu bakar di kenal sebagai seorang pedagang yag amat luas pergaulannya. melalui beliau banyak orang masuk Islam. Di antaranya adalah Usman Bin Affan, Zubair Bin Awwam, Abdurrahman Bin 'Auf, Sa'ad Bin Abi Waqqash, Talhan Bin Ubaidillah Bin Jarrah. Arqam Bin Abi Al-Arqam, dan beberapa penduduk mekkah lainnya. dari Kabilah Quraisy mereka langsung di bawa Nabi Muhammad dan meyatakan ke Islamannya. dalam sejarah Islama, mereka ini di kenal dengan sebutan As-Sabiqunal Awwalun yakni orang yang pertama memeluk Islam.[3]
Nabi Muhammad melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, karena adanya rasa takut terhadap perlawanan sengit kaum musyrik dan bahaya yang akan mengancam dakwah Islam yang baru saja dimulai.[4] Dalam riwayat lain disebutkan bahwa  Nabi Muhammad melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi atau rahasia (sirriyah) bukan karena takut melainkan strategi dakwah. Dimana Nabi mengantisipasi pengikut Nabi yang masih sedikit dan belum kuat. Sedangkan ancaman dan siksaan masyarakat kafir Quraisy masih kuat dan status kota Mekkah sebagai pusat agama bangsa Arab. Disana terdapat para pengabdi ka’bah dan tiang sandaran bagi berhala dan patung-patung yang dianggap suci oleh seluruh bangsa Arab.[5]
Dakwah terang-terangan
Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun, kemudian turunlah ayat yang memerintahkan dakwah secara terang-terangan, yaitu QS. Al-Hijr ayat 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
"Maka sampaikan olehMu secara terang-terangan apa yang diperintahkan dan berpalinglah dari orang-orang musyrik" (QS. Al-Hijr ayat 94)
Dakwah Nabi Muhammad SAW secara terang-terang pertama kali dilakukan di Bukit Shafa. Dalam dakwahnya itu Nabi Muhammad SAW menjelaskan "Bahwa tidaklah aku diutus oleh Allah SWT, melainkan untuk mengajak mereka menyembah Allah SWT dan meninggalkan berhala". Kaum kafir Quraisy yang mendengar dakwah Nabi Muhammad SAW tidak percaya sama sekali, bahkan mereka mendustakannya, mengejek, bahkan Nabi dilempari batu dan kotoran. yang mendustakan Nabi pada saat itu adalah Abu Lahab dan istrinya, dan Abu Jahal.
Dakwah Nabi Muhammad SAW secara terang-terangan untuk kedua kalinya dilakukan dengan mengumpulkan keluarganya di Bukit Shafa, waktu itu diikuit oleh 40 orang termasuk Abu Lahab. Isi dakwah Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya secara terang-terangan untuk kedua kalinya adalah:

1.      Peringatan dan ancaman Allah SWT bagi orang-orang yang tidak beriman sebaliknya, kenikmatan surga bagi orang-orang yang beriman dan beramal soleh
2.      Disebutkannya pada hari akhirat kelak beliau tidak dapat memberi pertolongan, kecuali amal perbuatan sendirilah yang dapat menyelamatkannya
3.      Pertolongan kepada keluarganya supaya dapat membantu dan dapat memelihara Islam
Mendengar dakwah Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab berkata "Binasalah engkau sepanjang hari, apakah untuk ini engkau kumpulkan kami?"
Abu Lahab mengambil batu lalu dilemparkan kepada Nabi Muhammad SAW, menghadapi kejadian itu Nabi Muhammad SAW tetap sabar dan tabah dan berjiwa besar, maka turunlah Surat Al-Lahab.[6]
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).[7]
Ajaran Islam yang didakwahkan di periode Makkah
Ajaran Islam periode Makkah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut:
1.      Keesaan Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa pencipta dan pemelihara alam semesta adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT tempat bergantung segala apa saja dan makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada selain Allah SWT, yang menyamai-Nya (baca dan pelajari QS. A1-Ikhlas, 112: 1-4).
Umat manusia harus beribadah atau menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Beribadah atau menyembah kepada selain Allah SWT, termasuk ke dalam perilaku syirik, yang hukumnya haram, dan merupakan dosa yang paling besar (lihat Q.S An-Nisa’, 4: 48).
2.      Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
Islam mengajarkan bahwa mati yang dialami oleh setiap manusia, bukanlah akhir kehidupan, tetapi merupakan awal dan kehidupan yang panjang, yakni kehidupan di alam kubur dan di alam akhirat.
Manusia yang ketika di dunianya taat beribadah, giat beramal saleh, dan senantiasa berbudi pekerti yang terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang menyenangkan. Di alam kubur akan memperoleh berbagai kenikmatan dan di alam akhirat akan ditempatkan di surga yang penuh dengan hal-hal yang memuaskan. Tetapi manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah SWT dan banyak berbuat jahat, tentu setelah matinya akan mendapat siksa kubur dan dicampakkan ke dalam neraka yang penuh dengan berbagai macam siksaan. (Baca dan pelajari Q.S. Al-Qari’ah, 101: 1-11)
3.      Kesucian jiwa
Islam menyerukan umat manusia agar senantiasa berusaha menyucikan jiwanya dan melarang keras mengotorinya. Seseorang dianggap suci jiwanya apabila selama hayat di kandung badan senantiasa beriman dan bertakwa atau meninggalkan segala perbuatan dosa, dan dianggap mengotori jiwanya apabila durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat dosa.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa memelihara kesucian jiwanya, dan alangkah ruginva orang yang mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10). Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
4.      Persaudaraan dan Persatuan
Persaudaraan mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan persaudaraan landasan bagi terwujudnya persatuan.Islam mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara. Mereka dituntut untuk saling mencintai dan sayang-menyayangi, di bawah naungan rida Ilahi. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dianggap beriman seorang Muslim di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti rnencintai dirinya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i).
Selain itu sesama umat Islam, hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, jangan sekali-kali tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan. Jangan saling menganiaya dan jangan pula membiarkan saudaranya yang teraniaya tanpa diberikan pertolongan. Sedangkan umat Islam yang mampu disuruh untuk memberikan pertolongan kepada saudaranya yang du’afa, yakni para fakir miskin dan anak-anak yatim telantar (baca dan pelajari Q.S. Al-Ma’un, 107: 1-7).[8]
Rintangan dakwah Rasulullah di Makkah
Perlahan tapi pasti, Islam mulai memasuki rumah-rumah penduduk Makkah. Mulailah terbuka mata mereka, bahwa ini bukan main-main, dan pasti menjadi ancaman terhadap kedudukan mereka selama ini di mata seluruh kabilah Arab.
Pada mulanya penduduk Makkah memang tidak menggubris seruan dakwah ini. Akan tetapi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit secara terang-terangan menyatakan celaan terhadap sesembahan dan keyakinan mereka, barulah mereka melakukan balasan dan tekanan. Berbagai upaya mereka lakukan untuk membendung dakwah Islam.[9]
Adapun rintangan yang dihadapi Rasullullah ketika berdakwah di Mekkah antara lain :
1.      Bujuk rayu harta benda
Pemimpin Quraisy mengutus Uthbah Ibnu Rabi’ah untuk membujuk Nabi Muhammad saw. agar menghentikan dakwahnya. Untuk itu, ia menawarkan beberapa pilihan kepada Nabi Muhammad saw. Lalu ia berkata: “Hai Muhammad, bila kamu menginginkan harta kekayaan, saya sanggup menyediakan untukmu. Bila kamu menginginkan pangkat yang tinggi, saya sanggup mengangkatmu menjadi raja, dan bila kamu menginginkan wanita cantik, saya sanggup mencarikannya untukmu. Tetapi dengan syarat kamu mau menghentikan kegiatan dakwahmu.”
Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad saw. menjawab dengan tegas melalui surah as-Sajadah ayat 1-37. Demi mendengar firman itu, Uthbah tertunduk malu dan hati kecilnya membenarkan ajaran Nabi Muhammad saw. Kemudian ia kembali ke kaumnya dan menceritakan apa yang baru saja dialaminya. Kemudian ia menganjurkan kepada masyarakat Quraisy dan kawan-kawannya untuk menerima ajakan Muhammad saw.[10]
2.      Ancaman dan caci maki
Mereka (pemuka kaum kafir Quraisy) menentang dakwah  Nabi Muhammad saw, karena tidak ingin kekuasaannya terganggu karena dakwah Islam yang menekankan keadilan sosial dan persamaan derajat. Dan menganggap kekuatan Nabi Muhammad saw adalah karena adanya perlindungan dari pamannya Abu Talib, sehingga para penguasa mengancam untuk segera menyerahkan  Nabi Muhammad saw atau menghentikan dakwahnya. Dan pamannya meminta untuk menghentikan dakwahnya namun Nabi Muhammad saw menentang, seraya berkata “ Demi Allah! Saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini walaupun seluruh sanak keluargaku akan mengucilkanku”. Hingga akhirnya pamannya berkata “ Teruskanlah! Demi Allah , aku akan membelamu”.
3.      Penganiayaan
Gagal membujuk nabi Muhammad dengan harta benda, para dedengot kafir Quraisy itu lalu melakukan kekerasan kepada Nabi Muhammad saw dan menyiksa para pengikutnya dari dipukul, dicambuk  hingga menghalangi kaum yang ingin beribadah Haji dan melemparinya dengan kotoran.
4.      Pemboikotan Bani Hasyim
Kaum Kafir Quraisy menganggap kalau kuatnya kedudukan kaum muslim adalah karena perlindungan Bani Hasyim. Oleh karena itu mereka mereka memboikot Bani Hasyim  dengan menghentikan hubungan  baik jual beli maupun pernikahan dan sosial dengan seluruh penduduk Makkah yang mana persetujuan ini telah di tandatangani bersama dan di gantung di Kabah. Sehingga menyebabkan Bani Hasyim menderita selama 3 tahun, hingga akhirnya berhenti setelah beberapa pemimpin Kaum Quraisy merasa tindakan itu sangat keterlaluan.[11]
Alasan Kaum Kafir Quraisy menentang dakwah Nabi Muhammad.
Kaum kafir Quraisy adalah kaum yang menentang keras ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Bermacam cara mereka lakukan untuk menghentikan usaha dakwah Rasulullah SAW. Adapun faktor yang melatar belakangi penolakan kaum kafir quraisy terhadap dakwah Islam adalah sebagai berikut.
1.      Ketakutan Kehilangan Kekuasaan
Kaum kafir Quraisy tidak dapat membedakan antara keNabian dan kekuasaan. Di masa itu terjadi perebutan kekuasaan antar suku. Dengan mengikuti ajakan Muhammad mereka menganggap bahwa mereka mengakui kekuasaan Muhammad. Mereka menganggap bahwa dengan mengikuti ajaran Muhammad maka telah tunduk kepada Nabi Muhammad dan Bani Hasyim.
2.      Hilangnya Status Sosial
Masyarakat Quraisy saat itu hidup dalam kelompok-kelompok status sosial atau kasta. Ada kaum majikan dan ada kaum budak. Budak yang dimiliki seseorang adalah golongan yang berkasta rendah. Mereka bisa diperjual belikan dan hak-haknya sebagai manusia tidak dihargai sama sekali. Para pembesar Quraisy pada umumnya memiliki status sosial tinggi. Mereka keberatan jika status sosial mereka disamakan dengan yang lain. Sementara Islam mengajarkan kepada manusia untuk  saling  menghargai  satu  sama lain sebab derajat manusia adalah sama, yang membedakannya di sisi Allah hanyalah tingkat ketaqwaannya saja. Oleh karena itu kaum kafir Quraisy menentang ajaran Islam.
3.      Hilangnya perdagangan patung
Orang kafir Quraisy adalah masyarakat penyembah berhala. Membuat berhala merupakan mata pencaharian masyarakat ketika itu. Mereka membuat berhala Latta, Uzza, Manat dan Hubbal kemudian dijual kepada orang-orang yang mengunjungi kakbah yang nantinya dijadikan sesembahan. Sementara itu Islam mengajarkan bahwa manusia hanya menyembah Allah semata dan tidak boleh menyembah selain Allah. Jika mereka mengikutiajaran Islam maka mereka khawatir kalau mata pencahariannya sebagai pembuat patung tersebut akan hilang.[12]
C.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah memulai dakwahnya dengan cara diam-diam selama tiga tahun muali dari keluarga dekatnya. Setelah itu turun wahyu yang memerintahkan agar Rasulullah mendakwahkan Islam secara terang-terangan.
Selama nabi Muhammad mendakwahkan Islam di Makkah seringkali menghadapi berbagai macam rintangan. Rintangan terbesar datang dari para pembesar Quraisy yang merasa terancam kedudukannya. Mereka menganggap dakwah Islam dapat menghancurkan pengaruh dan kedudukannya dikalangan penduduk Mekkah.



[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Jahiliyah
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad
[3] http://muhammad-haidir.blogspot.com/2013/05/langkah-awal-dakwah-nabi-saw.html
[4] http://www.islamquest.net/id/archive/question/id22608
[5] https://www.muttaqin.id/2016/05/dakwah-nabi-muhammad-saw-secara.html
[6] http://muslim-kekinian.blogspot.com/2016/02/dakwah-nabi-muhammad-saw-secara-terang.html
[7] https://zhye.wordpress.com/2009/07/06/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-periode-mekah/
[8] http://ulashoim.blogspot.com/2017/10/dakwah-rasulullah-di-mekkah_31.html
[9] http://salafy.or.id/blog/2012/05/26/rintangan-dakwah-mulai-bermunculan/
[10] http://hikmah-kata.blogspot.com/2012/09/hambatan-dan-rintangan-dakwah-nabi.html
[11] http://yulinurtaufik.blogspot.com/2015/05/beberapa-rintangan-dakwah-nabi-muhammad.html
[12] http://www.sarisejarah.com/2016/01/mengapa-kaum-kafir-quraisy-menolak.html