Sunday, December 3, 2017

Kotoran Hewan yang Halal Dimakan dan Tidak Najis

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Kaidah yang berlaku dalam madzhab Hambali dan Malikiyah bahwa air kencing dan kotoran binatang, mengikuti hukum dagingnya. Jika dagingnya halal, boleh dimakan maka air kencing dan kotorannya tidak najis, dan sebaliknya.

InsyaaAllah inilah pendapat yang kuat, berdasarkan beberapa dalil berikut,

Pertama, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ

Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di kandang kambing. (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202).

Kedua, keterangan al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ فَقَالَ « صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ »

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di kandang kambing. Jawab beliau, “Lakukanlah shalat di kandang kambing, karena itu berkah.” (HR. Ahmad 19042, Abu Daud 184, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Kita bisa memastikan, orang yang shalat di kandang kambing, dia pasti terkena kotoran kambing. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menggunakan kandang kambing sebagai tempat shalat, ini dalil bahwa kotoran kambing tidak najis.

Ketiga, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,

قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا ، فَانْطَلَقُوا

Datang beberapa orang dari suku Ukl dan Urainah. Merekapun sakit karena tidak kuat dengan cuaca Madinah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk datang ke peternakan onta, dan agar mereka minum air kencingnya dicampur susunya. Merekapun berangkat dan melakukan saran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 233, Muslim 4447 dan yang lainnya).

Memasukkan barang najis, hukumnya terlarang. Karena semua yang najis pasti haram. Dan Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan secara sengaja memilih benda haram untuk dijadikan obat. Ketika kencing onta boleh dikonsumsi, ini menunjukkan bahwa kencing onta tidak najis.

Keempat, keterangan Umar bin Khatab ketika peristiwa perang Tabuk

خَرَجْنَا إِلَى تَبُوكَ فِى قَيْظٍ شَدِيدٍ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً أَصَابَنَا فِيهِ عَطَشٌ حَتَّى ظَنَنَا أَنَّ رِقَابَنَا سَتَنْقَطِعُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْحَرُ بَعِيرَهُ فَيَعْصُرُ فَرْثَهُ فَيَشْرَبُهُ فَيَجْعَلُ مَا بَقِىَ عَلَى كَبِدِهِ

Kami berangkat menuju tabuk dalam keadaan sangat serba kekurangan. Kemudian kami singgah di suatu tempat, dan kami sangat kehausan. Hingga kami menyangka leher kami akan putus. Hingga ada orang yang menyembelih ontanya, lalu dia memeras kotorannya dan meminumnya, sementara sisa perasannya ditaruh di atas perutnya. (HR. Ibnu Hibban 1383, Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 20131, al-Bazzar dalam Musnadnya 215 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Ibnu Hibban menukil keterangan Imam Abu Hatim,

قال أبو حاتم : في وضع القوم على أكبادهم ما عصروا من فرث الإبل وترك أمر المصطفى صلى الله عليه و سلم إياهم بعد ذلك بغسل ما أصاب ذلك من أبدانهم دليل على أن أرواث ما يؤكل لحومها طاهرة

Abu Hatim mengatakan, para sahabat meletakkan sisa kotoran onta yang telah diperas, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan perbuatan mereka, dan tidak menyuruh mereka untuk mencuci bagian yang terkena kotoran di badan mereka, merupakan dalil bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. (Shahih Ibnu Hibban, 4/233).

Semua dalil dan keterangan di atas memberi kesimpulan bahwa air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan, tidak najis.

Selanjutnyaa, kita akan menyebutkan kondisi sebaliknya, hukum kotoran hewan yang haram dimakan.

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِحَاجَتِهِ فَقَالَ « الْتَمِسْ لِى ثَلاَثَةَ أَحْجَارٍ ». قَالَ فَأَتَيْتُهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةٍ فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ « إِنَّهَا رِكْسٌ »

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pergi untuk buang hajat. Beliaupun menyuruhku,  “Carikan 3 batu untukku.” Akupun membawakan dua batu dan satu kotoran kering. Beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering itu, sambil bersabda, “Ini Najis.” (HR. Ahmad 3757, Turmudzi 17, ad-Daruquthni, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Sebagian menyebutkan bahwa yang dibuang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kotoran keledai yang kering. Karena keledai jinak termasuk hewan yang haram dimakan.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/23835-kotoran-hewan-yang-halal-dimakan-dan-tidak-najis.html
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Kaidah yang berlaku dalam madzhab Hambali dan Malikiyah bahwa air kencing dan kotoran binatang, mengikuti hukum dagingnya. Jika dagingnya halal, boleh dimakan maka air kencing dan kotorannya tidak najis, dan sebaliknya.
InsyaaAllah inilah pendapat yang kuat, berdasarkan beberapa dalil berikut,
Pertama, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ
Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di kandang kambing. (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202).
Kedua, keterangan al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ فَقَالَ « صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ »
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di kandang kambing. Jawab beliau, “Lakukanlah shalat di kandang kambing, karena itu berkah.” (HR. Ahmad 19042, Abu Daud 184, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Kita bisa memastikan, orang yang shalat di kandang kambing, dia pasti terkena kotoran kambing. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menggunakan kandang kambing sebagai tempat shalat, ini dalil bahwa kotoran kambing tidak najis.
Ketiga, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا ، فَانْطَلَقُوا
Datang beberapa orang dari suku Ukl dan Urainah. Merekapun sakit karena tidak kuat dengan cuaca Madinah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk datang ke peternakan onta, dan agar mereka minum air kencingnya dicampur susunya. Merekapun berangkat dan melakukan saran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 233, Muslim 4447 dan yang lainnya).
Memasukkan barang najis, hukumnya terlarang. Karena semua yang najis pasti haram. Dan Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan secara sengaja memilih benda haram untuk dijadikan obat. Ketika kencing onta boleh dikonsumsi, ini menunjukkan bahwa kencing onta tidak najis.
Keempat, keterangan Umar bin Khatab ketika peristiwa perang Tabuk
خَرَجْنَا إِلَى تَبُوكَ فِى قَيْظٍ شَدِيدٍ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً أَصَابَنَا فِيهِ عَطَشٌ حَتَّى ظَنَنَا أَنَّ رِقَابَنَا سَتَنْقَطِعُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْحَرُ بَعِيرَهُ فَيَعْصُرُ فَرْثَهُ فَيَشْرَبُهُ فَيَجْعَلُ مَا بَقِىَ عَلَى كَبِدِهِ
Kami berangkat menuju tabuk dalam keadaan sangat serba kekurangan. Kemudian kami singgah di suatu tempat, dan kami sangat kehausan. Hingga kami menyangka leher kami akan putus. Hingga ada orang yang menyembelih ontanya, lalu dia memeras kotorannya dan meminumnya, sementara sisa perasannya ditaruh di atas perutnya. (HR. Ibnu Hibban 1383, Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 20131, al-Bazzar dalam Musnadnya 215 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Ibnu Hibban menukil keterangan Imam Abu Hatim,
قال أبو حاتم : في وضع القوم على أكبادهم ما عصروا من فرث الإبل وترك أمر المصطفى صلى الله عليه و سلم إياهم بعد ذلك بغسل ما أصاب ذلك من أبدانهم دليل على أن أرواث ما يؤكل لحومها طاهرة
Abu Hatim mengatakan, para sahabat meletakkan sisa kotoran onta yang telah diperas, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan perbuatan mereka, dan tidak menyuruh mereka untuk mencuci bagian yang terkena kotoran di badan mereka, merupakan dalil bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. (Shahih Ibnu Hibban, 4/233).
Semua dalil dan keterangan di atas memberi kesimpulan bahwa air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan, tidak najis.
Selanjutnyaa, kita akan menyebutkan kondisi sebaliknya, hukum kotoran hewan yang haram dimakan.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِحَاجَتِهِ فَقَالَ « الْتَمِسْ لِى ثَلاَثَةَ أَحْجَارٍ ». قَالَ فَأَتَيْتُهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةٍ فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ « إِنَّهَا رِكْسٌ »
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pergi untuk buang hajat. Beliaupun menyuruhku,  “Carikan 3 batu untukku.” Akupun membawakan dua batu dan satu kotoran kering. Beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering itu, sambil bersabda, “Ini Najis.” (HR. Ahmad 3757, Turmudzi 17, ad-Daruquthni, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Sebagian menyebutkan bahwa yang dibuang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kotoran keledai yang kering. Karena keledai jinak termasuk hewan yang haram dimakan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/23835-kotoran-hewan-yang-halal-dimakan-dan-tidak-najis.html
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Kaidah yang berlaku dalam madzhab Hambali dan Malikiyah bahwa air kencing dan kotoran binatang, mengikuti hukum dagingnya. Jika dagingnya halal, boleh dimakan maka air kencing dan kotorannya tidak najis, dan sebaliknya.
InsyaaAllah inilah pendapat yang kuat, berdasarkan beberapa dalil berikut,
Pertama, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ
Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di kandang kambing. (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202).
Kedua, keterangan al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ فَقَالَ « صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ »
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di kandang kambing. Jawab beliau, “Lakukanlah shalat di kandang kambing, karena itu berkah.” (HR. Ahmad 19042, Abu Daud 184, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Kita bisa memastikan, orang yang shalat di kandang kambing, dia pasti terkena kotoran kambing. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menggunakan kandang kambing sebagai tempat shalat, ini dalil bahwa kotoran kambing tidak najis.
Ketiga, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا ، فَانْطَلَقُوا
Datang beberapa orang dari suku Ukl dan Urainah. Merekapun sakit karena tidak kuat dengan cuaca Madinah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk datang ke peternakan onta, dan agar mereka minum air kencingnya dicampur susunya. Merekapun berangkat dan melakukan saran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 233, Muslim 4447 dan yang lainnya).
Memasukkan barang najis, hukumnya terlarang. Karena semua yang najis pasti haram. Dan Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan secara sengaja memilih benda haram untuk dijadikan obat. Ketika kencing onta boleh dikonsumsi, ini menunjukkan bahwa kencing onta tidak najis.
Keempat, keterangan Umar bin Khatab ketika peristiwa perang Tabuk
خَرَجْنَا إِلَى تَبُوكَ فِى قَيْظٍ شَدِيدٍ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً أَصَابَنَا فِيهِ عَطَشٌ حَتَّى ظَنَنَا أَنَّ رِقَابَنَا سَتَنْقَطِعُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْحَرُ بَعِيرَهُ فَيَعْصُرُ فَرْثَهُ فَيَشْرَبُهُ فَيَجْعَلُ مَا بَقِىَ عَلَى كَبِدِهِ
Kami berangkat menuju tabuk dalam keadaan sangat serba kekurangan. Kemudian kami singgah di suatu tempat, dan kami sangat kehausan. Hingga kami menyangka leher kami akan putus. Hingga ada orang yang menyembelih ontanya, lalu dia memeras kotorannya dan meminumnya, sementara sisa perasannya ditaruh di atas perutnya. (HR. Ibnu Hibban 1383, Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 20131, al-Bazzar dalam Musnadnya 215 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Ibnu Hibban menukil keterangan Imam Abu Hatim,
قال أبو حاتم : في وضع القوم على أكبادهم ما عصروا من فرث الإبل وترك أمر المصطفى صلى الله عليه و سلم إياهم بعد ذلك بغسل ما أصاب ذلك من أبدانهم دليل على أن أرواث ما يؤكل لحومها طاهرة
Abu Hatim mengatakan, para sahabat meletakkan sisa kotoran onta yang telah diperas, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan perbuatan mereka, dan tidak menyuruh mereka untuk mencuci bagian yang terkena kotoran di badan mereka, merupakan dalil bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. (Shahih Ibnu Hibban, 4/233).
Semua dalil dan keterangan di atas memberi kesimpulan bahwa air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan, tidak najis.
Selanjutnyaa, kita akan menyebutkan kondisi sebaliknya, hukum kotoran hewan yang haram dimakan.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِحَاجَتِهِ فَقَالَ « الْتَمِسْ لِى ثَلاَثَةَ أَحْجَارٍ ». قَالَ فَأَتَيْتُهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةٍ فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ « إِنَّهَا رِكْسٌ »
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pergi untuk buang hajat. Beliaupun menyuruhku,  “Carikan 3 batu untukku.” Akupun membawakan dua batu dan satu kotoran kering. Beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering itu, sambil bersabda, “Ini Najis.” (HR. Ahmad 3757, Turmudzi 17, ad-Daruquthni, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Sebagian menyebutkan bahwa yang dibuang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kotoran keledai yang kering. Karena keledai jinak termasuk hewan yang haram dimakan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/23835-kotoran-hewan-yang-halal-dimakan-dan-tidak-najis.html