Sunday, December 3, 2017

Kotoran Hewan yang Halal Dimakan dan Tidak Najis

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Kaidah yang berlaku dalam madzhab Hambali dan Malikiyah bahwa air kencing dan kotoran binatang, mengikuti hukum dagingnya. Jika dagingnya halal, boleh dimakan maka air kencing dan kotorannya tidak najis, dan sebaliknya.

InsyaaAllah inilah pendapat yang kuat, berdasarkan beberapa dalil berikut,

Pertama, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ

Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di kandang kambing. (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202).

Kedua, keterangan al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ فَقَالَ « صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ »

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di kandang kambing. Jawab beliau, “Lakukanlah shalat di kandang kambing, karena itu berkah.” (HR. Ahmad 19042, Abu Daud 184, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Kita bisa memastikan, orang yang shalat di kandang kambing, dia pasti terkena kotoran kambing. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menggunakan kandang kambing sebagai tempat shalat, ini dalil bahwa kotoran kambing tidak najis.

Ketiga, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,

قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا ، فَانْطَلَقُوا

Datang beberapa orang dari suku Ukl dan Urainah. Merekapun sakit karena tidak kuat dengan cuaca Madinah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk datang ke peternakan onta, dan agar mereka minum air kencingnya dicampur susunya. Merekapun berangkat dan melakukan saran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 233, Muslim 4447 dan yang lainnya).

Memasukkan barang najis, hukumnya terlarang. Karena semua yang najis pasti haram. Dan Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan secara sengaja memilih benda haram untuk dijadikan obat. Ketika kencing onta boleh dikonsumsi, ini menunjukkan bahwa kencing onta tidak najis.

Keempat, keterangan Umar bin Khatab ketika peristiwa perang Tabuk

خَرَجْنَا إِلَى تَبُوكَ فِى قَيْظٍ شَدِيدٍ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً أَصَابَنَا فِيهِ عَطَشٌ حَتَّى ظَنَنَا أَنَّ رِقَابَنَا سَتَنْقَطِعُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْحَرُ بَعِيرَهُ فَيَعْصُرُ فَرْثَهُ فَيَشْرَبُهُ فَيَجْعَلُ مَا بَقِىَ عَلَى كَبِدِهِ

Kami berangkat menuju tabuk dalam keadaan sangat serba kekurangan. Kemudian kami singgah di suatu tempat, dan kami sangat kehausan. Hingga kami menyangka leher kami akan putus. Hingga ada orang yang menyembelih ontanya, lalu dia memeras kotorannya dan meminumnya, sementara sisa perasannya ditaruh di atas perutnya. (HR. Ibnu Hibban 1383, Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 20131, al-Bazzar dalam Musnadnya 215 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Ibnu Hibban menukil keterangan Imam Abu Hatim,

قال أبو حاتم : في وضع القوم على أكبادهم ما عصروا من فرث الإبل وترك أمر المصطفى صلى الله عليه و سلم إياهم بعد ذلك بغسل ما أصاب ذلك من أبدانهم دليل على أن أرواث ما يؤكل لحومها طاهرة

Abu Hatim mengatakan, para sahabat meletakkan sisa kotoran onta yang telah diperas, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan perbuatan mereka, dan tidak menyuruh mereka untuk mencuci bagian yang terkena kotoran di badan mereka, merupakan dalil bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. (Shahih Ibnu Hibban, 4/233).

Semua dalil dan keterangan di atas memberi kesimpulan bahwa air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan, tidak najis.

Selanjutnyaa, kita akan menyebutkan kondisi sebaliknya, hukum kotoran hewan yang haram dimakan.

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِحَاجَتِهِ فَقَالَ « الْتَمِسْ لِى ثَلاَثَةَ أَحْجَارٍ ». قَالَ فَأَتَيْتُهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةٍ فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ « إِنَّهَا رِكْسٌ »

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pergi untuk buang hajat. Beliaupun menyuruhku,  “Carikan 3 batu untukku.” Akupun membawakan dua batu dan satu kotoran kering. Beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering itu, sambil bersabda, “Ini Najis.” (HR. Ahmad 3757, Turmudzi 17, ad-Daruquthni, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Sebagian menyebutkan bahwa yang dibuang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kotoran keledai yang kering. Karena keledai jinak termasuk hewan yang haram dimakan.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/23835-kotoran-hewan-yang-halal-dimakan-dan-tidak-najis.html
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Kaidah yang berlaku dalam madzhab Hambali dan Malikiyah bahwa air kencing dan kotoran binatang, mengikuti hukum dagingnya. Jika dagingnya halal, boleh dimakan maka air kencing dan kotorannya tidak najis, dan sebaliknya.
InsyaaAllah inilah pendapat yang kuat, berdasarkan beberapa dalil berikut,
Pertama, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ
Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di kandang kambing. (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202).
Kedua, keterangan al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ فَقَالَ « صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ »
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di kandang kambing. Jawab beliau, “Lakukanlah shalat di kandang kambing, karena itu berkah.” (HR. Ahmad 19042, Abu Daud 184, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Kita bisa memastikan, orang yang shalat di kandang kambing, dia pasti terkena kotoran kambing. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menggunakan kandang kambing sebagai tempat shalat, ini dalil bahwa kotoran kambing tidak najis.
Ketiga, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا ، فَانْطَلَقُوا
Datang beberapa orang dari suku Ukl dan Urainah. Merekapun sakit karena tidak kuat dengan cuaca Madinah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk datang ke peternakan onta, dan agar mereka minum air kencingnya dicampur susunya. Merekapun berangkat dan melakukan saran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 233, Muslim 4447 dan yang lainnya).
Memasukkan barang najis, hukumnya terlarang. Karena semua yang najis pasti haram. Dan Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan secara sengaja memilih benda haram untuk dijadikan obat. Ketika kencing onta boleh dikonsumsi, ini menunjukkan bahwa kencing onta tidak najis.
Keempat, keterangan Umar bin Khatab ketika peristiwa perang Tabuk
خَرَجْنَا إِلَى تَبُوكَ فِى قَيْظٍ شَدِيدٍ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً أَصَابَنَا فِيهِ عَطَشٌ حَتَّى ظَنَنَا أَنَّ رِقَابَنَا سَتَنْقَطِعُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْحَرُ بَعِيرَهُ فَيَعْصُرُ فَرْثَهُ فَيَشْرَبُهُ فَيَجْعَلُ مَا بَقِىَ عَلَى كَبِدِهِ
Kami berangkat menuju tabuk dalam keadaan sangat serba kekurangan. Kemudian kami singgah di suatu tempat, dan kami sangat kehausan. Hingga kami menyangka leher kami akan putus. Hingga ada orang yang menyembelih ontanya, lalu dia memeras kotorannya dan meminumnya, sementara sisa perasannya ditaruh di atas perutnya. (HR. Ibnu Hibban 1383, Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 20131, al-Bazzar dalam Musnadnya 215 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Ibnu Hibban menukil keterangan Imam Abu Hatim,
قال أبو حاتم : في وضع القوم على أكبادهم ما عصروا من فرث الإبل وترك أمر المصطفى صلى الله عليه و سلم إياهم بعد ذلك بغسل ما أصاب ذلك من أبدانهم دليل على أن أرواث ما يؤكل لحومها طاهرة
Abu Hatim mengatakan, para sahabat meletakkan sisa kotoran onta yang telah diperas, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan perbuatan mereka, dan tidak menyuruh mereka untuk mencuci bagian yang terkena kotoran di badan mereka, merupakan dalil bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. (Shahih Ibnu Hibban, 4/233).
Semua dalil dan keterangan di atas memberi kesimpulan bahwa air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan, tidak najis.
Selanjutnyaa, kita akan menyebutkan kondisi sebaliknya, hukum kotoran hewan yang haram dimakan.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِحَاجَتِهِ فَقَالَ « الْتَمِسْ لِى ثَلاَثَةَ أَحْجَارٍ ». قَالَ فَأَتَيْتُهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةٍ فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ « إِنَّهَا رِكْسٌ »
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pergi untuk buang hajat. Beliaupun menyuruhku,  “Carikan 3 batu untukku.” Akupun membawakan dua batu dan satu kotoran kering. Beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering itu, sambil bersabda, “Ini Najis.” (HR. Ahmad 3757, Turmudzi 17, ad-Daruquthni, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Sebagian menyebutkan bahwa yang dibuang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kotoran keledai yang kering. Karena keledai jinak termasuk hewan yang haram dimakan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/23835-kotoran-hewan-yang-halal-dimakan-dan-tidak-najis.html
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Kaidah yang berlaku dalam madzhab Hambali dan Malikiyah bahwa air kencing dan kotoran binatang, mengikuti hukum dagingnya. Jika dagingnya halal, boleh dimakan maka air kencing dan kotorannya tidak najis, dan sebaliknya.
InsyaaAllah inilah pendapat yang kuat, berdasarkan beberapa dalil berikut,
Pertama, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ
Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di kandang kambing. (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202).
Kedua, keterangan al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ فَقَالَ « صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ »
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di kandang kambing. Jawab beliau, “Lakukanlah shalat di kandang kambing, karena itu berkah.” (HR. Ahmad 19042, Abu Daud 184, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Kita bisa memastikan, orang yang shalat di kandang kambing, dia pasti terkena kotoran kambing. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menggunakan kandang kambing sebagai tempat shalat, ini dalil bahwa kotoran kambing tidak najis.
Ketiga, keterangan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا ، فَانْطَلَقُوا
Datang beberapa orang dari suku Ukl dan Urainah. Merekapun sakit karena tidak kuat dengan cuaca Madinah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk datang ke peternakan onta, dan agar mereka minum air kencingnya dicampur susunya. Merekapun berangkat dan melakukan saran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 233, Muslim 4447 dan yang lainnya).
Memasukkan barang najis, hukumnya terlarang. Karena semua yang najis pasti haram. Dan Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan secara sengaja memilih benda haram untuk dijadikan obat. Ketika kencing onta boleh dikonsumsi, ini menunjukkan bahwa kencing onta tidak najis.
Keempat, keterangan Umar bin Khatab ketika peristiwa perang Tabuk
خَرَجْنَا إِلَى تَبُوكَ فِى قَيْظٍ شَدِيدٍ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً أَصَابَنَا فِيهِ عَطَشٌ حَتَّى ظَنَنَا أَنَّ رِقَابَنَا سَتَنْقَطِعُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْحَرُ بَعِيرَهُ فَيَعْصُرُ فَرْثَهُ فَيَشْرَبُهُ فَيَجْعَلُ مَا بَقِىَ عَلَى كَبِدِهِ
Kami berangkat menuju tabuk dalam keadaan sangat serba kekurangan. Kemudian kami singgah di suatu tempat, dan kami sangat kehausan. Hingga kami menyangka leher kami akan putus. Hingga ada orang yang menyembelih ontanya, lalu dia memeras kotorannya dan meminumnya, sementara sisa perasannya ditaruh di atas perutnya. (HR. Ibnu Hibban 1383, Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 20131, al-Bazzar dalam Musnadnya 215 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Ibnu Hibban menukil keterangan Imam Abu Hatim,
قال أبو حاتم : في وضع القوم على أكبادهم ما عصروا من فرث الإبل وترك أمر المصطفى صلى الله عليه و سلم إياهم بعد ذلك بغسل ما أصاب ذلك من أبدانهم دليل على أن أرواث ما يؤكل لحومها طاهرة
Abu Hatim mengatakan, para sahabat meletakkan sisa kotoran onta yang telah diperas, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan perbuatan mereka, dan tidak menyuruh mereka untuk mencuci bagian yang terkena kotoran di badan mereka, merupakan dalil bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. (Shahih Ibnu Hibban, 4/233).
Semua dalil dan keterangan di atas memberi kesimpulan bahwa air kencing dan kotoran hewan yang halal dimakan, tidak najis.
Selanjutnyaa, kita akan menyebutkan kondisi sebaliknya, hukum kotoran hewan yang haram dimakan.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِحَاجَتِهِ فَقَالَ « الْتَمِسْ لِى ثَلاَثَةَ أَحْجَارٍ ». قَالَ فَأَتَيْتُهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةٍ فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ « إِنَّهَا رِكْسٌ »
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pergi untuk buang hajat. Beliaupun menyuruhku,  “Carikan 3 batu untukku.” Akupun membawakan dua batu dan satu kotoran kering. Beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering itu, sambil bersabda, “Ini Najis.” (HR. Ahmad 3757, Turmudzi 17, ad-Daruquthni, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Sebagian menyebutkan bahwa yang dibuang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kotoran keledai yang kering. Karena keledai jinak termasuk hewan yang haram dimakan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/23835-kotoran-hewan-yang-halal-dimakan-dan-tidak-najis.html

Monday, November 6, 2017

KONTROL DIRI




A.    PENDAHULUAN
Manusia merupakan ciptaan Allah yang paling sempurna dibanding makhluk lainnya. Manusia dikatakan sebagai ciptaan yang sempurna karena Allah membekali manusia dengan akal dan hati. Dengan akal dan hati manusia dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya.[1] Dengan memiliki budaya maka manusia menjadi makhluk yang beradab. Derajat manusia bisa meningkat apabila mampu menggunakan secara maksimal akal dan hatinya untuk mempertahankan eksistensinya sebagai makhluk yang beradab.
Selain diberi akal dan hati manusia juga diuji dengan hawa nafsu. Apabila manusia biasa mengendalikan hawa nafsu hingga nafsu tersebut benar-benar tunduk maka pada saat itulah manusia berada pada derajat yang tinggi. Sebaliknya jika manusia takluk terhadap godaan hawa nafsu maka derajat manusia akan turun derastis hingga dibawah level binatang. Apabila manusia selama hidupnya dikendalikan hawa nafsu maka perbuatan yang muncul cenderung biadab. Manusia akan senantiasa berbuat kerusakan apabila dirinya dikendalikan hawa nafsu. Manusia yang dikendalikan hawa nafsu biasanya cenderung bersifat tamak atau rakus sehingga melakukan perbuatan yang melampaui batas. Sedangkan bila manusia sudah melampaui batas maka manusia akan menerima azab dari Allah.
Agar manusia tidak tunduk pada godaan hawa nafsu maka manusia harus pandai-pandai mengontrol diri. Sedangkan untuk mengontrol diri dibutuhkan ilmu agar sentiasa istiqomah dan kekuatan dalam menghadapi berbagi jenis godaan hawa nafsu.

B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri adalah kemampuan individu dalam menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membuat keputusan yang diinginkan dan diterima oleh masyarakat.[2]
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak akan sanggup hidup sendiri, selalu bergantung pada orang lain dan apa yang dibutuhkannya dalam hidup juga dibutuhkan pula oleh orang lain.[3] Karena manusia dalam kehidupannya sangat bergantung dengan orang lain maka mau tidak mau manusia dituntut untuk saling bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Agar tercipta kerja sama antar manusia maka dibutuhkan suatu tujuan yang sama. Oleh karena itu terbentuklah masyarakat dengan suatu tatanan. Seseorang dapat diterima ke dalam suatu masyarakat apabila mentaati norma-norma atau tatanan dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian kontrol diri sangat diperlukan agar perilaku yang muncul dari seorang individu tidak menyimpang dari tatanan masyarakat yang ada. Apabila seorang individu dalam hidupnya hanya mementingkan egonya maka lambat laun keberadaannya akan dibenci dan diasingkan dari masyarakat.
2.      Hikmah Kontrol Diri.
Seseorang yang terbiasa melakukan kontrol diri (mujahadah an-nafs) akan memperoleh beberapa manfaat dan hikmah yaitu :
a.       Hati semakin bersih dan tenang
Seseorang yang terbiasa mengontrol diri sendiri maka perilaku yang muncul otomatis akan terkendali dan mencegah pelaku dari perbuatan dosa. Semakin kecil beban dosa yang ditanggung seorang hamba maka akan mendatangkan perasaan yang tenang dan hatinya menjadi bersih.
b.      Memperoleh kebahagiaan lahir dan batin.
Perilaku terpuji biasanya muncul dari seseorang yang mampu mengendalikan dirinya. Sudah menjadi kodrat seorang manusia, apabila berbuat baik maka yang bersangkutan akan merasa bahagia baik secar lahir maupun bathin karena setiap perbuatan akan mendatangkan akibat sesuai dengan sifat perbuatan tersebut. Perbuatan yang terpuji biasanya akan mendatangkan akibat yang baik bagi pelakunya, apapun bentuknya.
c.       Diberi kemudahan oleh Allah SWT dalam mengerjakan amal shaleh.
Seorang hamba yang bersih hatinya dari dosa akan mudah dan lancar dalam mengerjakan amal shalih. Sebagaimana yang sempat disinggung di atas bahwa mengontrol diri dapat membuat hati seseorang menjadi semakin bersih, maka orang yang mampu mengontrol diri tersebut dapat dengan mudah melaksanakan amal shalih. Pada dasarnya, yang membuat berat seseorang melaksanakan amal shalih adalah hawa nafsu maka bila nafsunya terkendali maka hambatan dalam beramal shalih akan berkurang.
d.      Dijauhkan dari sifat-sifat tercela, seperti iri, dengki dan sombong.
Kontrol diri pada dasarnya meliputi pengendalian hawa nafsu pada diri sendiri. Sedangkan induk dari segala macam sifat tercela seperti iri, dengki dan sombong adalah hawa nafsu. Dengan demikian maka bila nafsu terkendalai maka otomatis akan terhidar dari sifat-sifat tercela tersebut.
e.       Dicintai Allah SWT dan sesama manusia.
Manusia yang mampu mengendalikan diri dari sifat tercela maka sifat yang muncul adalah sifat terpuji. Sedangkan sifat terpuji dapat mendatangkan simpatik dan penghargaan orang lain bahkan dicintai Allah SWT.
f.       Mendapatkan hidayah yang sempurna dari Allah SWT.
Hambatan terbesar datangnya hidayah dari Allah adalah banyaknya dosa yang menodai hati. Apabila hati seseorang bersih maka hambatan datangnya hidayah akan berkurang. Telah diketahui bahwa hikmah dari kontrol diri adalah hati akan semakin bersih. Bila hati bersih maka pintu hidayah dari Allah akan terbuka.
g.      Mendapatkan ridha dari Allah SWT[4]
Seorang hamba yang terbiasa mengendalikan diri maka perilaku yang muncul adalah perilaku terpuji. Yang dimaksud terpuji disini adalah perilaku yang mencerminkan ketaatan kepada Allah SWT. Apabila seorang hamba terbiasa mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya maka dia akan mendapatkan ridha Allah SWT.
3.      Cara Kontrol Diri
Ada beberapa cara untuk dapat mengendalikan diri sendiri antara lain :
a.       Mengenali diri kita sendiri dan mengidentifikasi apa yang sesungguhnya Anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan dan di rasakan oleh kita apakah marah, senang, sedih atau hal lainnya.
b.      Memahami dampak dari emosi yang timbul dari diri kita sendiri apakah itu berdampak negatif atau positif, Jika kita dapat memahami dampak dari emosi yang timbul itu maka kita bisa mengetahui apa yang akan terjadi dari emosi yang ada tersebut. Jadi emosi hanyalah awal dari respon manusia dalam sebuah peristiwa atau kejadian. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan.
c.       Tenangkan dan buang emosi negatif yang timbul dan berpikirlah secara netral dan lebih berpikir ke dampak dari pelampiasan emosi negatif itu sendiri. Sadarilah hidup kita tidak sendiri dan masih banyak orang lain di sekitar kita dan buang ego mu.
d.      Berpikirlah dari sudut orang yang terkena dampak dari emosi dan ego kita dan kita bisa melihat mengapa orang itu bertindak seperti itu, tenangkan dan berpikirlah secara dingin untuk menangani hal seperti ini.
e.       Berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita bisa berhasil menangani emosi ini sebelumnya dan dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya.
f.       Lakukan terus dan ingatlah kegagalan adalah pengalaman terbaik di mana kita bisa belajar untuk menutupi kekurangan yang ada dalam kita sendiri dan itu adalah kemampuan kita dalam mengelola emosi, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya. Dan sadarilah bahwa hidup masih panjang dan kita masih membutuhkan orang lain dalam hidup kita.[5]

C.    KESIMPULAN
Kontrol diri adalah pengarahan perilaku dengan pertimbangan kognitif agar sesuai dengan norma agama dan masyarakat. Kontrol diri dapat memunculkan perilaku terpuji sehingga mampu mendatangkan simpati dari orang lain, membersihkan hati, mendatangkan hidayah dari Allah, dan masih banyak lagi manfaat lainnya.


[1] http://dominique122.blogspot.co.id/2015/04/kelebihan-manusia-dibandingkan-dengan.html
[2] http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-kontrol-diri-definisi-jenis.html.
[3] http://chantryintelex.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-makhluk-sosial.html
[4] http://pai-bp.blogspot.co.id/2014/08/manfaat-dan-hikmah-kontrol-diri.html
[5] http://myblog-noviau.blogspot.co.id/2014/03/v-behaviorurldefaultvmlo_25.html