Showing posts with label Aqidah. Show all posts
Showing posts with label Aqidah. Show all posts

Tuesday, April 21, 2020

BENARKAH PEMBAGIAN TAUHID MENJADI TIGA SAMA DENGAN TRINITAS?




Sebagian orang yang mengklaim dirinya sebagai golongan aswaja beranggapan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga sama dengan konsep trinitasnya kaum nasrani. Mereka menjadikan anggapan tersebut sebagai hujjah untuk menjatuhkan martabat kaum salafiy yang mereka sebut dengan wahhabi. Mereka berusaha membuktikan kalau paham salafiy itu sesat. Permusuhan mereka terhadap kaum salafiy dilatar belakangi atas sakit hati mereka terhadap dakwah salafiy yang bertujuan memberantas penyakit aqidah yang bernama TBC (tahayul, bid’ah, churafat).
Orang-orang yang terlanjur terjebak zona nyaman dengan tradisi nenek moyang merasa risih dengan adanya dakwah yang berorientasi pada pemurnian agama Islam. Sehingga mereka berusaha untuk memadamkan dakwah tersebut dengan menghalalkan segala cara, salah satunya dengan penggiringan opini bahwa pembagian tauhid menjadi tiga sama dengan konsep trinitas kaum nashrani.
Pembagian Tauhid menjadi Tiga
Pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid Rubuubiyah, Uluhiyah, dan tauhid Asma’ wa sifat pada dasarnya untuk memudahkan seorang muslim/muslimah dalam memahami konsep tauhid secara menyeluruh. Pada dasarnya, ketiga tauhid tersebut merupakan satu kesatuan sebagaimana asmaul husna. Pembagian tauhid tersebut juga bertujuan untuk membantah syubhat dari kaum musyrikin yang mengimani sebagian dari makna tauhid.
Tauhid asalnya tidaklah diterima kecuali tauhid yang satu. Karena asalnya (1) Rob yang berhak disembah adalah (2) Rob yang maha Esa dalam penciptaan, dan juga (3) Maha sempurna sifat-sifatnya. Jika ada Rob yang tidak maha esa dalam penciptaan atau tidak sempurna sifat-sifatnya maka dia tidak berhak untuk disembah. Karenanya asalnya bahwa tauhid tidaklah menerima pembagian. Ketiga makna tauhid di atas harus terkumpulkan menjadi satu. Lantas kenapa ada pembagian??!! Makhluklah (yaitu kaum musyrikin) yang telah melakukan pembagian, sehingga mereka hanya mengimani dan mengerjakan sebagian dari makna tauhid. Dengan demikian dapat dapat ditarik simpulan bahwa dalam mentauhidkan Allah harus secara kaffah yang meliputi:
1.     Keyakinan bahwa Allah satu-satunya sang pencipta, pemilik dan pemelihara alam semesta (rububiyah).
2.     Keyakinan bahwa satu-satunya yang berhak disembah dan diibadahi hanyalah Allah semata (uluhiyah).
3.     Keyakinan bahwa tidak ada dzat lain yang menyamai sifat-sifat Allah yang maha sempurna (asma wa sifat).
Perbedaan antara pembagian tauhid dan trinitas.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pembagian tauhid menjadi tiga bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin yang hidup jauh setelah rasulullah wafat dalam memahami makna tauhid. Sehingga dapat terhindar dari jeratan syubhat paganisme kaum musyrikin. Justru pembagian tauhid menjadi tiga malah menegaskan bahwa Allah adalah maha tunggal tidak ada zat lain yang serupa dengan Allah, tidak ada yang menandingi kekuasaan Allah, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah.
Adapun trinitas adalah keyakinan bahwa tuhan itu ada tiga oknum (pribadi) yaitu tuhan bapa, tuhan anak, roh kudus sebagaimana yang diyakini oleh kaum nasrani atau tiga oknum dewa seperti brahma, siwa, dan wisnu sebagaimana yang diyakini oleh penganut hindu. Tuhan bapa tentu saja berbeda dengan roh kudus dan roh kudus berbeda dengan tuhan anak.
Perbedaan ketiga oknum tuhan tersebut ditegaskan sendiri dalam kitab mereka yang berbunyi:
Dengarlah, hai orang Israil: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!(Kitab Ulangan pasal 6 : ayat 4).
Berdasarkan kutipan ayat tersebut dapat diketahui bahwa yesus berkata kepada orang israel untuk menyembah Allah. Disini tersirat makna bahwa yesus menyebut Allah, bukan menyebut “diriku”. Dengan nampak jelas bahwa yesus dan Allah adalah dua zat yang berbeda.
Setelah mencermati penjelasan terkait pembagian tauhid dan trinitas di atas maka tampak jelas sekali perbedaannya.
Perbedaan mendasar diantara keduanya adalah pembagian tauhid hanya menyebutkan aspek-aspek atau ruang lingkup ketauhidan Allah serta menegaskan bahwa Allah maha esa dalam segala hal. Sedangkan trinitas dan trimurti lebih fokus pada pembagian Tuhan dari segi zatnya.

Thursday, January 31, 2019

IMAN KEPADA AL-QUR’AN




A.    Pendahuluan
Iman kepada Al-Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Setiap muslim wajib meyakini kebenaran dari seluruh isi Al-Qur’an. Hal itu dikarenakan Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam. Mengingkari Al-Qur’an sama saja dengan mengingkari kebenaran agama Islam secara menyeluruh.
Seorang Muslim tidak boleh mengingkari isi dari Al-Quran walaupun sebagian kecilnya saja. Mengingkari kebenaran Al-Qur’an dapat membatalkan keIslaman dan keimanan seseorang. Hal itu dikarenakan iman kepada kitab suci Al-Qur’an merupakan cabang dari rukun iman.
Standar baik-buruk benar-salah dalam agama Islam bersumber dari kitab suci Al-Qur’an. Amalan keagamaan seorang muslim harus diselaraskan dengan Al-Qur’an. Apa yang diperintahkan dalam Al-Qur’an maka wajib dilaksanakan sedangkan apa yang dilarang dalam Al-Qur’an maka wajib ditinggalkan. Setiap ajaran agama yang tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’an maka tidak diterima oleh Allah dan amalan tersebut menjadi sia-sia tanpa mendapat pahala.
Setiap muslim berkewajiban mempelajari Al-Qur’an agar dapat memahami dan mengamalkan isinya, sehingga amalan agamanya dapat selaras dengan Al-Qur’an dan dapat diterima oleh Allah serta tercatat sebagai amal shalih.
Mengamalkan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an merupakan hal yang mustahil bagi orang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an. Oleh karena itu, meyakini kebenaran Al-Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim agar timbul ghirah dalam mengamalkan isi dari Al-Qur’an.
B.     Pengertian Al-Qur’an
Ditinjau dari bahasa, Al-Qur’an berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah Al-Qur’an yaitu pada surat al Qiyamah ayat 17 - 18.
Secara istilah, Al-Qur’an diartikan sebagai kalam Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan perantara malaikat jibril dan mambaca Al-Qur’an dinilai ibadah kepada Allah swt.[1]
Berdasarkan definisi di atas, telah diketahui bahwa Al-Qur’an merupakan mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya merupakan bagian dari ibadah kepada Allah swt. Hal itu merupakan salah satu wujud dari keistimewaan Al-Qur’an. Adapun beberapa keistimewaan dari Al-Qur’an selain dari yang disebutkan di atas, adalah sebagai berikut.
Tidak sah shalat seseorang kecuali dengan membaca sebagian ayat al-Qur’an (yaitu surat Al-Fatihah-Red) berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Qur’an terpelihara dari tahrif (perubahan) dan tabdil (penggantian) sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. [al-Hijr:9]
Adapun kitab-kitab samawi lainnya seperti Taurat dan Injil telah banyak dirubah oleh pemeluknya.
Al-Qur’an terjaga dari pertentangan/kontrakdiksi (apa yang ada di dalamnya) sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيرًا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya”. [an-Nisa’: 82]

C.    Al-Qur’an sebagai Kitab Allah yang Terakhir
Sebagai seorang muslim tentu sudah menjadi hal yang wajib untuk mempelajari dan mengamalkannya. Baik itu mempelajari hurufnya, kemudian kalimatnya, sampai kepada bahasanya. Selanjutnya tinggal mengamalkan dari apa-apa saja yang telah dipelajari dari kitab suci al-Qur’an tersebut.
Kitab al-Qur’an ini juga sebagai Kitab Pelengkap dan Kitab Penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya. Selain berisikan hubungan yang baik antara Tuhan dan makhluk-Nya. diikuti hubungan baik sesama makhluk.[2]
Al-Qur’an memuat ringkasan dari ajaran-ajaran Ketuhanan yang pernah dimuat oleh kitab-kitab suci sebelumnya seperti Taurat, Zabur, Injil dan lain-lain lagi. Juga ajaran-ajaran dari Tuhan yang Wasiat. Al-Qur’an juga mengokohkan perihal kebenaran yang pernah didakwahkan oleh kitab-kitab suci dahulu-dahulu itu yang berhubungan dengan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa, beriman kepada para rasul, membenarkan adanya balasan pada hari akhir, keharusan menegakkan hak dan keadilan, berperangi dengan akhlak yang luhur serta budi yang mulia dan lain-lain lagi.
Ajaran-ajaran yang termuat dalam Al Qur’an adalah kalimat Allah yang terakhir untuk memberikan petunjuk dan pimpinan yang benar kepada umat manusia dan inilah yang dikehendaki oleh Allah supaya tetap sepanjang masa, kekal untuk selama-lamanya.
Maka dari itu dijagalah kitab Al Qur’an itu sehingga tidak dikotori oleh tangan-tangan yang hendak mengotori kesucianya, hendak engubah kemurnianya, hendak mengganti ini yang sebenarnya ataupun hendak menyusupkan sesuatu dari luar atau mengurangi dairi kelengkapannya.[3]
D.    Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
Al-Qur’an, sebagai kitab suci adalah panutan dan pedoman bagi seluruh umat manusia. Yang mana, Al-Qur’an ini diturunkan sebagai arahan bagi mereka yang ingin hidup sebagai manusia Robbani. Di dalam Kitab Suci ini, kita bisa mengambil banyak sekali pelajaran jika mempelajarinya serta mendapatkan banyak pahala dikala membaca dan menghafalkannya. Tentunya petunjuk bagi mereka yang ingin Mentadabburinya. Ada banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil di dalamnya. Termasuk, ilmu ilmu dunia. Dan pastinya, pengetahuan tentang Akhirat bagi kita yang ingin mempersiapkan diri. Mempersiapkan diri menghadap Allah, Tuhan seluruh Alam.[4]
Kandungan isi Al-Quran merupakan pedoman hidup dan petunjuk bagi umat manusia untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaan dan keridhaan Allah.
Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa Al-Quran sebagai petunjuk maknanya, Al-Quran secara keseluruhan jika dikaji dan diteliti secara mendalam, akan menghasilkan hukum halal dan haram, nasihat-nasihat, serta hukum-hukum yang penuh hikmah.
Al-Hafidz Al-Suyuthi juga menjelaskan, bahwa Al-Quran mengandung petunjuk yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan, ayat-ayatnya sangat jelas serta berisi hukum-hukum yang menunjukkan seseorang kepada jalan yang benar.
Karena itu bagi orang-orang beriman, tidak ada pilihan lain kecuali meyakini, mengimani dan mengamalkan Al-Qurand alam kehidupan sehari-hari, sebagai konsekwensi logis atas keislamannya.[5]



[1] http://ulumulislam.blogspot.com/2014/04/pengertian-al-quran-menurut-bahasa.html#.XEBejMQxXDc
[2] https://portal-ilmu.com/al-quran-kitab-suci-yang-terakhir/
[3] https://senyumibuku.wordpress.com/2010/11/23/al-qur%E2%80%99an-al-karim-adalah-kitab-terakhir/
[4] http://darunnajah.com/al-quran-jadikan-hidup-manusia-baik/
[5] https://minanews.net/al-quran-pedoman-hidup-manusia-memaknai-nuzulul-quran/

Wednesday, January 16, 2019

IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH




A.    Pendahuluan
Iman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap muslim. Iman kepada kitab yang Allah turunkan merupakan salah satu ushul (landasan) iman. Iman yang dimaksud adalah pembenaran yang disertai keyakinan bahwa kitab-kitab Allah haq dan benar. Kitab-kitab tersebut merupakan kalam Allah ‘Azza wa jalla yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya untuk umat manusia. Diturunkanya kitab merupakan di antara bentuk kasih sayang Allah  kepada hambanya karena besarnya kebutuhan hamba terhadap kitab Allah. Akal manusia terbatas, tidak mampu merinci hal-hal yang dapat memberikan manfaat dan menimbulkan madharat bagi dirinya.[1]
Oleh karena itu, dengan beriman kepada kitab yang diturunkan oleh Allah maka akan timbul kesadaran untuk mengamalkan petunjuk yang terdapat dalam kitab tersebut. Apabila manusia mengamalkan petunjuk yang terdapat dalam kitab Allah maka hidupnya akan penuh manfaat serta jauh dari madharat dan fitnah. Sebaliknya apabila manusia mengingkari kebenaran dari kitab Allah, maka hidupnya jauh dari petunjuk. Sedangkan orang yang hidupnya jauh dari petunjuk dapat dipastikan tersesat dan celaka. Maka sungguh beruntung bagi orang yang mau beriman serta mengamalkan ajaran yang terdapat dalam kitab Allah.
B.     Hakikat Iman kepada Kitab-Kitab Allah
Kata kitab berasal dari bahasa Arab (kataba yaktubu kitabatan kitaban) yang artinya tulisan. Arti kitab Allah secara istilah adalah tulisan wahyu pada lembaran-lembaran yang terkumpul dalam satu bentuk buku.
Iman kepada kitab Allah artinya mempercayai dan membenarkan bahwa Allah SWT menurunkan kitab-kitab kepada para rasul-Nya yang berisi larangan, perintah, janji, dan ancaman-Nya. Juga menjadikan kitab Allah sebagai pedoman hidup manusia, sehingga bisa membedakan antara yang baik dan buruk, hak dan batil, halal dan haram.[2]
Ada 3 tingkatan dalam beriman kepada kitab Allah, yaitu :
1.      Qotmil (membaca saja)
2.      Tartil (membaca dan memahami)
3.      Hafidz (membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan).
Singkatnya kita sebagai umat Islam belum cukup beriman kepada kitab-kitab Allah swt saja, tetapi harus senantiasa membaca, mempelajari dan memahami isi kandungannya. Sehingga kita tahu aturan-aturan dalamnya untuk selanjutnya kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Adapun cara yang benar dalam beriman kepada kitab-kitab Allah adalah sebagai berikut.
1.      Mengimani bahwa turunnya kitab-kitab Allah benar-benar dari sisi Allah Ta’ala.
2.      Mengimani nama-nama kitab yang kita ketahui namanya seeprti Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salaam, Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam, dan Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salaam. Sedangkan yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global.
3.      Membenarkan berita-beritanya yang benar, seperti berita mengenai Al Quran, dan berita-berita  lain yang tidak diganti atau diubah dari kitab-kitab terdahulu sebelum Al Quran.
4.      Mengamalkan hukum-hukumnya yang tidak dihapus, serta ridho dan tunduk menerimanya, baik kita mengetahui hikmahnya maupun tidak.[4]
C.    Perilaku yang Mencerminkan Iman kepada Kitab-Kitab Allah
Dalam menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan kepada Allah SWT berkaitan erat dengan sikap mental, pikiran dan perasaan. Oleh sebab itu kadar keimanan seseorang, yang tahu persis hanyalah Allah SWT. Akan tetapi sebagai muslim, tentunya dapat membuktikan dan mewujudkan keimanannya dengan sikap perilaku dalam kehidupan sehari-hari.[5]
Adapun perilaku orang yang beriman kepada Allah SWT antara lain :
1.      Memiliki rasa hormat dan menghargai kitab suci sebagai kitab yang memiliki kedudukan di atas segala kitab yang lain
2.      Berusaha menjaga kesucian kitab suci dan membelanya apabila ada pihak lain yang meremehkannya
3.      Mau mempelajari dengan sungguh-sungguh petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya, baik dengan membaca sendiri maupun menghadiri majlis ta’lim
4.      Berusaha untuk mengamalkan petunjuk-petunjuknya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
5.      Berusaha untuk menyebarluaskan petunjuk-petunjuknya kepada orang lain, baik di lingkungan keluarga sendiri maupun masyarakat
6.      Berusaha untuk memperbaiki bacaannya dengan mempelajari ilmu tajwid
7.      Tunduk kepada hukum yang ada di dalam kitab suci dalam menyelesaikan suatu permasalahan.[6]
D.    Hikmah Beriman kepada Kitab-Kitab Allah.
Semua hal yang diperintahkan Allah kepada manusia, pasti ada hikmahnya. Begitu juga dengan perintah untuk beriman kepada kitab-kitab Allah, dapat dipastikan ada hikmahnya. Adapun hikmah beriman kepada kitab-kitab Allah antara lain adalah sebagai berikut.
1.      Akan mendapat pahala. Karena iman kepada kitab Allah adalah wajib. Sedangkan pengertian wajib menurut Islam adalah setiap amanat yang jika dilakukan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa.
2.      Amalannya senantiasa baik dan teruji. Karena orang yang beriman kepada kitab Allah akan membuktikan keimanannya dengan banyak beramal saleh.
3.      Akan terjaga kesucian jiwanya. Karena orang yang beriman kepada kitab Allah akan selalu berbuat yang diridai Allah, dan menghindari dari perbuatan dosa dan keji.
4.      Memperkuat keyakinan kepada Nabi Muhammad saw.[7]
E.     Penutup
Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah wajib hukumnya, karena merupakan salah satu dari rukun iman yang enam. Tanda-tanda keimanan seseorang terhadap kitab-kitab Allah dapat dilihat dari perilakunya sebagaimana yang dijelaskan pada artikel diatas. Orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah, kesucian jiwanya akan senatiasa terjaga serta terhindar dari perbuatan keji.
Demikianlah uraian singkat mengenai iman kepada kitab-kitab Allah. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.


[1] https://muslim.or.id/1959-bagaimana-beriman-kepada-kitab-allah.html
[2] http://www.yuksinau.id/pengertian-dan-hikmah-beriman-kepada-kitab-allah/#!
[3] https://www.eduspensa.id/pengertian-fungsi-penerapan-iman-kitab-allah/#a
[4] https://muslim.or.id/1959-bagaimana-beriman-kepada-kitab-allah.html
[5] https://www.coursehero.com/file/p1qkqi6h/Dalam-menampilkan-perilaku-yang-mencerminkan-keimanan-kepada-Allah-SWT/
[6] https://khalidmanunitedarmy.wordpress.com/2013/04/07/perilaku-yang-mencerminkan-beriman-kepada-kitab-kitab-allah-swt/
[7] https://materiku86.blogspot.com/2016/10/pengertian-dan-hikmah-beriman-kepada-kitab-Allah.html