Wednesday, November 16, 2016

MUQODIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH



Muhammadiyah merupakan salah satu ormas besar di Indonesia yang bergerak di bidang dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Tujuan dari persyarikatan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah harus memiliki landasan yang berfungsi sebagai pedoman dalam geraknya sehingga langkah-langkah yang ditempuh bisa tepat sasaran. Selain itu landasan organisasi juga berfungsi sebagai penguat solidaritas dan sinergi antar kader dan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah.
Salah satu landasan organisasi Muhammadiyah adalah Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah atau disingkat MADM. Perumusan Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dilatarbelakangi beberapa faktor antara lain belum adanya rumusan formal tentang dasar dan cita-cita perjuangan Muhammadiyah. Kehidupan rohani warga Muhammadiyah menampakkan gejala menurun akibat pengaruh kehidupan duniawi. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terus berkembang dengan pesatnya. Makin kuatnya berbagai pengaruh alam pikiran luar, yang langsung atau tidak langsung bersinggungan dengan faham dan keyakinan hidup Muhammadiyah. Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Sejarah Perumusan MADM
Perumusan mukaddimah anggaran dasar Muhammadiyah baru terealisasi pada masa muhammadiyah di bawah kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo
( 1942-1953). Setelah melewati empat periode kepemimpinan.
1.    Periode K.H. Ahmad Dahlan (1912-1923)
2.    Periode K.H. Ahmad Ibrahim (1923-1934)
3.    Periode K.H. Hisyam (1934-1936)
4.    Periode K.H. Mas Mansur (1936-1942).
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah di susun secara formal setelah muhammadiyah melancarkan aktivitas dan usaha selama 38 tahun. Tetapi bukan berarti sebelum itu muhammadiyah belum memiliki jiwa semangat, dan nafsu perjuangan secara pasti. Sebab K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah mengacu kepada Al-Qur’an meskipun belum tertuang dalam tulisan. Hal seperti di atas tidak dapat dipertahankan sebab kepemimpinan akan terus berganti di tambah lagi adanya tuntutan kepastian terhadap cita-cita Muhammadiyah. Hal itu yang mendorong Ki Bagus Hadikusumo untuk merumuskan secara tertulis Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Hasil rumusan Ki Bagus pertama kali di perkenalkan dalam Muktamar Darurat tahun 1946 di Yogyakarta. Selanjutnya dalam Muktamar Muhammadiyah ke-31 tahun 1950 di Yogyakarta Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah kembali diajukan dan disahkan secara resmi. Akan tetapi muncul konsep lain yang di buat oleh Prof. Dr. Hamka dkk. Yang isinya menitikberatkan pada peranan dan sumbangsih Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan negara. Pada sidang tanwir pada tahun 1951, meneliti dan melihat Muhammadiyah jauh ke depan. Akhirnya di pakailah konsep Ki Bagus Hadikusumo dengan penyempurnaan susunan redaksi. Tim penyempurna meliputi:
1.  Prof. Dr Hamka
2.  Prof. Mr Kasman Singodimejo
3.  KH Farid Ma’ruf
4.  Zein Jambek.
Hakikat dan Fungsi Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan suatu kesimpulan dari perintah dan ajaran Al-Quran dan As-Sunah tentang pengabdian dan manusia kepada Allah SWT, amal dan perjuangan bagi setiap umat muslim yang sadar akan kedudukannya selaku hamba dan Khalifah dimuka bumi.
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah merupakan jiwa,nafas dan semangat pengabdian dan perjuangan ke dalam tubuh dan segala gerak organisasinya, yang harus dijadikan asas dan pusat tujuan perjuangan Muhammadiyah.
Kandungan Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Muqadimah Anggara Dasar Muhammadiyah mengandung 7 pilar. Pendirian ialah:
1.      Pokok Pikiran Pertama
Hidup manusia harus berdasarkan Tauhid (Mengesakan) Allah; ber-Tuhan beribadah serta tunduk hanya kepada Allah. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Amma ba’du, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah Hak Allah semata-mata, ber-Tuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.”
2.      Pokok Pikiran Kedua
Hidup manusia itu bermasyarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradah) Allah atas hidup manusia di dunia ini.”
3.      Pokok Pikiran Ketiga
Hanya hukum Allah yang sebenara-benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (bermasyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang haqiqi, didunia dan akhirat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan diatas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu”

4.      Pokok Pikiran Keempat
Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihs dan islah kepada manusia atau mayarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
“Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari pada hukum yang manapun juga adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah. Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat. ”

5.      Pokok Pikiran Kelima
Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila dengan mengikuti jejak (ittiba) perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Besar Muhammad SAW. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentosa sebagaimana yang tersebut diatas, tiap-tiap orang terutama ummat Islam, yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci itu, beribadat kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka serta mempunyai rasa tanggung jawab dihadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya,dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.”

6.      Pokok Pikiran Keenam
Perjuangan mewujudkan pikiran-pikiran tersebut hanyalah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yag sebaik-baiknya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat rahmat Allah dan didorong oleh Firman Allah dalam Al-Qur’an :
Q.S ALI IMRAN 104
            

 “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh(berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar[217]; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
7.      Pokok Pikiran Ketujuh
Pokok pikiran / prinsip / pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu, adalah yang dapat untuk melaksanakan ideloginya terutama untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir batin yang di ridhai Allah, ialah Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“kesemua itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW guna mendapat karunia dan ridhonya di dunia dan akhirat untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
“suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur dibawah lindungan Tuhan yang Maha Pengampun”
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantar ke pintu gerbang surga “Jannatun Na’im dengan keridhaan Allah Rahman dan Rahim.

Wednesday, October 12, 2016

PEMBARUAN DUNIA ISLAM.




Pemikiran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam timbul terutama sebagai  hasil kontak yang terjadi antara dunia Islam dan Barat. Dengan adanya kontak itu, umat Islam abad XIX sadar bahwa mereka telah mengalami kemunduran diperbandingan dengan Barat. Sebelum periode modern, kontak sebenarnya sudah ada, terlebih antara Kerajaan Usmani yang mempunyai daerah kekuasaan di daratan Eropa dengan beberapa negara Barat.
Pembaharuan yang diusahakan pemuka-pemuka Usmani abad kedelapan belas tidak ada artinya. Usaha dilanjutkan di abad kesembilan belas dan inilah kemudian yang membawa kepada perubahan besar di Turki. Seoarang terpelajar Islam memberikan gambaran pada abad kesembilan belas, Ia mengatakan betapa terbelakangnya umat Islam ketika itu.
Kontak dengan kebudayaan Barat yang lebih tinggi ini ditambah dengan cepatnya kekuatan Mesir dapat dipatahkan oleh Napoleon, membuka mata pemuka-pemuka Islam Mesir untuk mengadakan pembaharuan. Dimana usaha pembaharuan dimulai oleh Muhammad Ali Pasya (1765-1848 M) seorang perwira Turki.[1]
Latar belakang pembaruan dunia Islam.
Berawal dari kemunduran yang di alami oleh umat Islam dan Barat semakin menunjukan Eksistensinya sebagai pusat peradaban. Akhirnya munculah banyak pemikir-pemikir Islam yang tersadar bahwa keadaan umat Islam saat itu sangat terbelakang. Maka mereka melakukan suatu gerakan yang menghasilkan gagasan untuk membangkitkan umat Islam dari ketepurukan itu dan sangat banyak tokoh-tokoh yang memberikan jasa nya. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi munculnya ide pembaruan Islam antara lain :
Paham tauhid yang dianut kaum muslimim yang bercampur dengan kebiasaan yang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
Sifat jumud membuat umat Islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat Islam maju dikarenakan pada saat itu mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad maka mereka tidak mungkin mengalami kemajuan. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
Umat Islam selalu berpecah belah, mereka tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak adanya persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ajaran Islam. Karena itulah, bangkit suatu gerakan pembaharuan.
Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dan barat. Dengan adanya kontak ini mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan barat. Terutama sekali saat terjadinya peperangan antara kerajaan ustmani dengan kerajaan eropa, yang biasanya tentara kerajaan utsmani selalu menang dalam peperangan dan pada akhirnya mengalami kekalahan ditangan barat. Hal ini membuat pembesar-pembesar utsmani menyelidiki rahasia kekuatan militer eropa yang baru muncul. Ternyata rahasianya adalah kekuatan militer modern yang dimiliki eropa sehingga pembaharuan juga dipusatkan pada bidang militer.[2]
Tokoh-tokoh pembaruan Islam
1.      Pembaruan Islam di Arab Saudi
a.       Muhammad bin Abdul Wahab
Beliau dilahirkan di Uyainah, sebuah dusun di Najed bagian Timur Saudi Arabia. Ia di besarkan dalam lingkungan keluarga beragama yang ketat di bawah pengaruh madzhab Hambali, yaitu madzhab yang memperkenalkan dirinya sebagai aliran Salafiyah.
Muhammab bin Abdul Wahab menamakan gerakannya, “Gerakah Muwahidin yaitu gerakan yang bertujuan untuk mensucikan dan meng-Esakan Allah dengan semurni-murninya yang mudah, gampang dipahami, dan diamalkan persis seperti Islam pada masa permulaan sejarahnya. Gerakan yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab ini disebut “Gerakan Wahabi” sebagai ejekan oleh lawan-lawannya.
Hal-hal yang ditekankan gerakan ini berkisar pada masalah memurnikan tauhid, yaitu:
1)      Yang boleh dan wajib disembah hanyalah Allah swt. Barang siapa yang menyembah selain Allah adalah Musyrik dan boleh dibunuh.
2)      Meminta pertolongan kepada wali, syaikh, atau kekuatan ghaib lainnya adalah Musyrik.
3)      Berdo’a dengan menggunakan perantara, baik nabi, wali, atau malaikat adalah Musyrik.
4)      Meminta pertolongan dan bernadzar kepada selain Allah adalah Musyrik.
b.         Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha
Gerakan yang mereka pelopori ini muncul sekitar abad XIX. Gerakan mereka dinamakan “Muhyi Atsais Salaf” atau dikenal dengan gerakan Salafiyah. Gerakan ini merupakan mata rantai kedua setelah gerakan Wahabi.
Tujuan gerakan ini adalah untuk menegakkan ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dab As-Sunnah. Uraian masing-masing tokoh adalah sebagai berikut:
1)      Jamaluddin al Afghani (1838-1897 M)
Lahir di dekat Kabul Afganistan tahun 1839 M dan meninggal di Istanbul Turki tahun 1897 M. adapun pemikirannya tentang agama adalah:
a)      Islam adalah agama yang sesuai untuk segala bangsa dan masa.
b)      Pendirian tentang pintu ijtihad tetap terbuka adalah benar, karena dengan itu Islam dapat menjawab tantangan zaman.
c)      Kehancuran umat Islam karena leahnya tali persaudaraan dan solidaritas Islam.
2)      Muhammad Abduh (1849-1905 M)
Lahir di Mesir 1849 M dan meninggal tahun 1905 M. ia menegaskan umat Islam hanya dapat bangkit jika mau membekali dengan semangat jihad, bekal berjihad dan berijtihad bersumber pada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3)        Rasyid Ridha (1856-1935 M)
Ia merupakan salah satu murid Muhammad Abduh. Lahir tahun 1856 M di Libanon dan meninggal tahun 1935 M. pemikirannya hampir sama dengan Jamaluddin al Afghani dan Muhammad Abduh. Namun yang membedakan ia dengan dua tokoh sebelumnya adalah politik, ia dikenal sebagai politikus yang cermat.
2.      Pembaruan Islam di Mesir
Hasan Al-Bana mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada abad XX, tepatnya tahun 1928 M di Mesir. Ia lahir di Garbiah Mesir tahun 1906 M. hafal Al-Qur’an usia 14 tahun dan pada usia 16 tahun ia menjadi mahasiswa Universitas Darul Ulum. Ia mati secara misterius pada 12 Februari 1949 M.
Ciri gerakan ini adalah jauh dari sumber pertentangan, pengaruh riya’ dan kesombongan. Menaruh perhatian pada kaderisasi, mengutamakan amaliah produktif dan serius pada dunia pemuda. Gerakan ini melahirkan banyak tokoh pemikir Islam, antara lain Sayyid Qutub, Yusuf Qardhawi, Sai Hawwa, Muhammad al Ghazali, Musthafa Mansur dan Abdullah Azzam.
3.      Pembaruan Islam di Turki
a.       Tewfik (1867-1915 M) dan Dr. Abdullah Jedwat (1869-1932 M)
Mereka adalah tokoh dari aliran Barat yang ingin mengambil peradaban Barat sebagai dasar masyarakat Turki.
b.      Mehmed Akif (1879-1939 M)
Ia memotori golongan Islam sebagai reaksi dan lawan golongan Barat. Golongan ini berpendapat bahwa kemunduran dan keterbelakangan Masyarakat Turki karena tidak menegakkan hukum secara konsekuen. Menurut golongan ini Islam tidak akan menghalangi kamajuan dan teknologi. Tetapi mereka tidak boleh mengoper peradaban dan filsafat Islam diganti dengan peradaban Barat. Kunci kemajuan adalah menjadikan syari’at Islam untuk segala segi kehidupan.
c.       Zia Gokalp (1875-1924 M)
Ia seorang tokoh golongan nasional Turki. Pendapatnya yaitu sebab pokok kemunduran Islam adalah enggan mengadakan penafsiran baru terhadap ajaran Islam sesuai tuntutan zaman yang terus berubah.
d.      Musthafa Kemal Attaturk
Lahir di Selonika 1881 M dan meninggal tahun 1983 M. dalam pembaharuaanya banyak dipengaruhi oleh golongan nasional Turki dan gagasan dari Barat. Dasar pemikirannya dapat disingkat dengan tiga hal, yaitu: westernisasi, sekulerisme dan nasionalisme.
4.      Pembaruan Islam di India/Pakistan
a.       Syah Waliyullah
Pada masa suram kekuasaan Islam dari dinasti Mughal, lahirlah tokoh dan pemiir besar bangsa India. Dari tokoh inilah pertama kali terpancar pikiran baru dalam usaha membangun kembali kejayaan Islam. Usahanya meliputi bidang politik, social dan intelektual.
b.      Sir Sayid Ahmad Khan
Lahir di Delhi dan meninggal tahun 1989 M. ia mendirikan lembaga Mohammedan Anglo Oriental College (MCO) yang berpusat di Aligarh. Oleh karena itu, gerakan yang dipeloporinya terkenal dengan gerakan Aligarh.
c.       Sayid Amir Ali
Lahir dekat Kalkuta India tahun 1849 M dan meninggal tahun 1928 M. ia masih keturunan Ali bin Abi Thalib. Pendapatnya mengenai pembaharuan Islam yaitu bahwa Islam adalah agama yang membawa pada kemajuan, bukan mengajak pada kemunduran.
d.      Muhammad Iqbal
Lahir di Sialkot daerah Punjab tahun 1976 M dan meninggal tahun 1938 M. ia meneriakkan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menurut keyakinannya akan mendinamisasikan pergerakan Islam dan menjamin kemenangannya. Ia pula yang mencita-citakan Negara bagi umat Islam India, yang terwujud dengan berdirinya Negara Pakistan. Negara ini mendasarkan Islam sebagai sumber dari segala hukum dan perundang-undangan.
e.       Muhammad Ali Jinnah
Lahir di Karachi tahun 1876 M dan meninggal tahun 1948 M setahun lebih sebulan setelah lahirnya Negara Pakistan. Ia tidak banyak mengeluarkan gagasan, namun lebih banyak berbuat dan berjuang melaksanakan cita-cita pendahulunya. Perjuangannya mengahasilkan Negara dan masyarakat modern yang dibangun berdasarkan agama Islam. Ia mendapat gelar Qaid A’dlam atau pemimpin besar.
5.      Pembaruan Islam di Indonesia
Dalam Pembaruan Islam di Indonesia, para tokoh menjadikan pendidikan sebagai basis pergerakannya.
a.       K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1968 M dan meninggal pada tanggal 25 Februari 1921 M. Ia berasal dari keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.
Ia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara, yaitu Katib Harum, Mukhsin atau Nur, Haji Shaleh, Ahmad Dahlan, ’Abd Al-Rahim, Muhammad Pakin dan Basir. Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Diantaranya ia K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at Al-Qur’an), serta beberapa guru lainya.
Ketika berangkat haji dan bermukim di Makkah tahun 1903 M, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal-al-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya. Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan Dahlan tentang Universalitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah mendapat perhatian khusus Dahlan saat itu.
Pada tanggal 18 November 1912 M, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi sosial keagamaan Muhamadiyah bersama temannya dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji Abdul Gani. Dengan tujuan untuk mendalami agama Islam di kalangan anggotanya sendiri dan menyebarkan agama Islam di luar anggota inti. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh yang membicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah.
Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan, yaitu menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2 derajat. Selain itu masih ada beberapa pemikirannya yang lain, yaitu:
1)      Ia menolak taqlid
2)      Upacara selametan merupakan perbuatan bid’ah dan pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan meminta restu dari roh orang yang meninggal akan membawa kemusyrikan (penyekutuan Tuhan).
3)      Mengenai tahlil dan talqin, menurutnya, hal itu merupakan upacara mengada-ada (bid’ah).
4)      Kepercayaan pada jimat yang sering dipercaya oleh orang-orang Keraton maupun daerah pedesaan, akan mengakibatkan kemusyrikan.
5)      Mendirikan sekolah dengan sistem gubernemen dan disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran agama. Ia berusaha untuk mengislamkan berbagai segi kehidupan yang tidak Islami.
b.         K.H. Hasyim Asy’ari
Nama lengkap K.H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M dan meningal tahun tahun 1947 M di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A. Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII).
Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K.H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K.H. Ya’kub yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Tidak cukup sampai disitu, setelah menikah ia berhaji dan menuntut ilmu di Makkah dengan guru Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.
Pada tahun 1926 M K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan partai Nahdatul Ulama (NU). Selain itu ia juga membentuk badan semacam koperasi yang bernama Syirkatul Inan li Murabathati Ahli al- Tujjar. Adapun ide-ide pembaharuannya antara lain:
1)      Membuka sistem pengajaran berjenjang
2)      Tetap mempertahankan ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan al-Qur’an dan hadis dan pentingnya praktek tarikat.
3)      Tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan.
4)      Belajar merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
5)      Etika dalam pendidikan, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas, yang pada masanya jarang sekali dijumpai.
c.       Ahmad Surkati
Nama lengkap Ahmad Surkati adalah Ahmad bin Muhammad Surkati al-Kharraj al-Anshari. Beliau lair pada tahun 1872 M di Afdu Donggala Sudan. Berasal dari keluarga yang taat beragama. Mempunyai ayah yang konon masih ada hubungan dengan Jabir Abdullah al-Anshari, nama ayahnya adalah Muhammad. Masa kecil Amad surkati berada dalam keluarga yang taat beragama, sehingga secara tidak langsung ia mendapatkan dasar-dasar agama dari orang tuanya. Ia didik dengan cara Islami, Ia belajar agama, membaca, menulis, menghafal al-Quran.
Pada usia 22 tahun Ahmad Surkati menunaikan ibadah haji, kemudian menetap di Madinah selama 4 tahun. Di Madinah Amad Surkati belajar berbagai disiplin ilmu, seperti fiqh, tafsir, hadis. Setelah 4 tahun berlalau Ahmad Surkati pindah ke Makkah, Ahmad Surkati berada di makkah selama 11 tahun, Amad Surkati belajar kepada seorang guru yang bernama Yusuf al-khayyat. Pada saat berumur 34 tahun, Ahmad Surkati telah memperoleh ijazah tertinggi guru agama dari pemerintah Istanbul Turki, bahkan Ahmad Surkati menjadi pelajar pertama di Sudan yang memperoleh ijazah tersebut. Di Arab, Ahmad Surkati masuk empat besar.
Untuk mendukung perombakan dan reformasi pendidikan Islam Indonesia, ia mendirikan pendidikan berjenjang. Ia mendirikan lembaga pendidikan al-Irsyad tanggal 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H) yang mempunyai prinsip gerakan sebagai berikut:
1)      Untuk mengukuhkan doktrin persatuan dengan membersihkan shalat dan doa dari kontaminasi unsur politheisme.
2)      Untuk mewujudkan kesetaraan di antara kaum muslim dan mencari dalil yang shahih dalam al-Quran dan sunnah serta mengikuti jalan yang benar untuk semua solusi masalah agama yang diperdebatkan.
3)      Untuk memerangi taqlid am (penerimaan membabi buta) yang bertentangan dengan dalil aqli dan naqli.
4)      Untuk mensyiarkan pengetahuan alam sesuai Islam dan menyebarkan kkebudayaan arab yang sesuai dengan ajaran Allah.
5)      Mencoba untuk menciptakan pemahaman dua arah antara dua muslim yaitu Indonesia dan Arab.
Inti dari prinsip-prinsip al-Irsyad adalah untuk menumbuhkan budaya ilmiah pada kalangan umat Islam, dengan merujuk kepada Al-Quran dan sunnah. Ketika budaya ilmia tumbuh subur dalam masyarakat Islam maka secara tidak langsung akan membentuk sebuah pola pikir yang berkarakter Islam dengan merujuk kepada al-Quran dan sunnah.
Ahmad Syurkati menyerap pemikiran Muhammad Abduh dalam basis perjuangannya, yaitu:
a)      Pemurnian Islam dari pengaruh dan kebiasaan yang merusak (the purification of Islam from corrupting influence and practices).
b)      Penyusunan kembali pendidikan tinggi bagi umat Islam (the reformation of muslim higher education).
c)      Mempertahankan Islam dari pengaruh Eropa dan serangan orang Nasrani (the defence of Islam againt European influence and Christian attack).[3]


[1] http://bigg0st.blogspot.co.id/2013/02/pembaharuan-islam_25.html
[2] https://harkaman01.wordpress.com/2013/01/14/pembaharuan-dalam-islam-dan-tokoh-tokohnya/
[3] http://amirsabri.blogspot.co.id/2013/01/gagasan-dan-gerakan-pembaharuan-islam.html