A.
Pendahuluan
Ilmu merupakan suatu hal yang penting bagi manusia
karena dengan ilmu manusia dapat memenuhi segala kebutuhannya dengan cepat dan
mudah. Salah satu kenyataan yang tidak terbantahkan adalah peran ilmu dalam
kemajuan peradaban manusia. Dengan ilmu, manusia bisa merasakan berbagai
kemudahan seperti transportasi, pemukiman, pendidikan dan komunikasi.
Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai
tujuannya. [1]
Keshahihan sebuah ilmu harus menjadi perhatian
utama bagi seorang pencari ilmu mengingat besarnya pengaruh ilmu dalam
kehidupan manusia. Jika ilmu yang didapatkan salah maka manusia akan tersesat
dalam hidupnya. Jika manusia tersesat dalam hidupnya maka dia tidak akan
mencapai tujuan hidup yang diinginkannya. Oleh karena itu memperhatikan
keshahihan ilmu sangat penting bagi kehidupan manusia.
Kesahihan sebuah ilmu dapat diketahui dari
proses/metode yang digunakan dalam menghasilkan ilmu dan dasar-dasar yang
digunakan sebagai argumen penguat kebenaran ilmu. Salah satu cabang filsafat
yang berurusan dengan keshahihan sebuah ilmu adalah epistemologi.
Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi
itu adalah karena para pemikir melihat bahwa panca indra lahir manusia yang
merupakan satu-satunya alat penghubung manusia dengan realitas eksternal
terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan dalam
menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid
lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur pengindraan valid yang
rasional. Namun pada sisi lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam
banyak persoalan mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi
akal yang saling kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek
pada kelahiran aliran Sophisme yang mengingkari validitas akal dan menolak
secara mutlak segala bentuk eksistensi eksternal.
Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius
sedemikian sehingga filosof Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah
logika sebagai aturan dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang
sampai sekarang ini masih digunakan. Lahirnya kaidah itu menjadi penyebab
berkembangnya validitas akal dan indra lahir sedemikian sehingga untuk kedua
kalinya berakibat memunculkan keraguan terhadap nilai akal dan indra lahir di
Eropa, dan setelah Renaissance dan kemajuan ilmu empirik, lahir kembali
kepercayaan kuat terhadap indra lahir yang berpuncak pada Positivisme. Pada era
tersebut, epistemologi lantas menjadi suatu disiplin ilmu baru di Eropa yang
dipelopori oleh Descartes (1596-1650) dan dikembangkan oleh filosof Leibniz
(1646–1716) kemudian disempurnakan oleh John Locke di Inggris.[2]
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan
di atas, tujuan dari penulisan artikel ini meliputi :
1.
Mengetahui definisi epistemologi.
2.
Mengetahui ruang lingkup epistemologi.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Epistemologi.
Istilah
'Epistemologi' pertama kali digunakan oleh filsuf Skotlandia James Frederick
Ferrier pada tahun 1854.[3] Epistemologi
berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan
logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para
ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi
itu. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah
epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos
berarti teori.[4]
Epistemologi
atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pengetahuan yang dimiliki.[5]
Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasumantri
berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh
pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang mejadi sasaran
teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan,
sebab sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam
mewujudkan tujan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir,
sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.[6] Jadi
objek material epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah
hakikat pengetahuan itu.[7]
2.
Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin
merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur,
macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin
menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah
ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun
ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu
yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua
pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu
dan masalah benarnya ilmu.[8]
Adapun dalam artikel ini ruang lingkup epistemologi yang akan dibahas adalah
proses mendapatkan ilmu, asal usul ilmu dan validitas ilmu.
a.
proses mendapatkan ilmu.
Prosedur dalam mendapatkan ilmu disebut metode
ilmiah.[9] Metode
ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat bergantung pada metode ilmiah. Dengan
demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio
dan fakta secara integratif.[10]
Menurut Burhanudin Salam beberapa jenis metode
ilmiah yaitu observasi, trial and error, eksperimen dan statistik. Adapun
menurut amsal bakhtiar beberapa jenis metode ilmiah meliputi meliputi metode
induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kentemplatif, metode
dialektis.[11]
1)
Observasi
Beberapa
ilmu seperti astronomi dan botani telah dikembangkan secara cermat dengan
metode observasi. Didalam metode observasi melingkupi pengamatan indrawi
seperti : melihat, mendengar, menyentuh, meraba.
2)
Trial and error
Teknik yang
diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik, materi,
parameter-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang
lama dan biaya yang tinggi.
3)
Eksperimen
Kegiatan
ekperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan
pengajuan hipotesis. Peranan metode ini adalah hanya untuk membedakan satu
faktor atau kondisi pada suatu waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya
diusahakan tidak berubah atau tetap.
4)
Statistik
Istilah
statistik berarti pengetahuan tentang mengumpulkan, menganalisis dan
menggolongkan data sebagai dasar induksi. Metode statistik telah ada sejak
lama, yaitu untuk membantu pemimpin dan penguasa mengumpulkan data tentang
penduduk, kematian, kesehatan dan perpajakan. Metode statistik ini telah
berkembang dan lebih menarik minat lagi, sehingga metode statistik dipakai
dalam kehidupan sehari-hari misalnya perdagangan, peredaran uang dan lain
sebagainya. Statistik memungkinkan kita untuk menjelaskan sebab dan akibat dan
pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari fenomena-fenomena dan kita dapat membuat
perbandingan-perbandingan dengan mempergunakan tabel-tabel dan grafik.
Statistik juga dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan
tingkat ketepatan yang tinggi.
5)
Metode induktif
Metode
berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak
dari hal-hal khusus ke umum. Pengetahuan dari hasil penyelidikan suatu fenomena
berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk
dari metode berpikir induktif.
6)
Metode deduktif
Metode
deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau jeneralisasi yang
diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan
kesimpulan atau generalisasi tersebut. Metode Deduktif digunakan dalam sebuah
penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian di
buktikan dengan pencarian fakta.
7)
Metode positivisme
Metode ini
berpangkal dari apa yang diketahui yang faktual, yang positif. Apa yang
diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala. Tujuan
dari metode ini adalah menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan pada fakta
dengan pengamatan.
8)
Metode kontemplatif
Tujuan dari
metode ini adalah memperoleh pengetahuan melalui intuisi dengan cara merenung.
Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan sehingga hasilnya berbeda-beda.
9)
Metode dialektis
Metode
dialektika adalah metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode
ini mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis
sistemik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Secara sederhana dialektika berarti mengkompromikan hal-hal yang berlawan
antara tesis dan anti tesi menjadi sintesis.
b.
Asal usul ilmu.
Ilmu adalah
pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu.[12]
Pengetahuan diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber
dari pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat mengenai sumber
pengetahuan antara lain.
1)
Empirisme
Kata ini
berasal dari bahasa Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliaran ini,
manusia mendapatkan pengetahuan melalui pengalamannya. Dan jika dikembalikan pada kata Yunaninya, maka pengalaman yang dimaksud
adalah pengalaman inderawi.[13]
2)
Rasionalisme
Aliran ini
menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh kebenaran melalui
kegiatan menangkap objek. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal
dan memberikan bahan-bahan yang dapat menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi
sesampainya manusia pada kebenaran adalah karena pekerjaan akal.[14]
3)
Intuisi
Menurut Henry
Bergson intuisis adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini
mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan
kemampuan ini memerlukan suatu usaha.[15]
4)
Wahyu
Wahyu adalah
pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para
nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Allah tanpa upaya, tanpa bersusah
payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Wahyu Allah berisikan
pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman,
maupun yang mencakup masalah transendental, seperti latar belakang dan tujuan
penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.[16]
c.
Validitas ilmu.
Ilmu adalah
any knowledge organized atau sebuah pengetahuan yang terstruktur.[17]
Oleh karena itu kebenaran pengetahuan memiliki pengaruh besar terhadap
kebenaran ilmu. Bila pengetahuan yang didapat salah maka ilmu yang dihasilkan
sesat. Ada beragam teori standar kebenaran yang dapat dijadikan tolok ukur
keshahihan pengetahuan. Teori standar kebenaran tersebut antara lain sebagai
berikut.
1)
Teori korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian
antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan objek yang dituju oleh
pernyataan tersebut.[18] Suatu
proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang diselaraskannya, yaitu
apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan
fakta, yang selaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual.[19]
2)
Teori koherensi
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan dengan sesuatu
yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara
putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain, kebenaran ditegakkan atas
hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah
kita ketahui kebenarannya terlebih dahulu.[20] Jadi
menurut teori ini, putusan yang satu dengan yang lainnya salaing berhubungan
dan saling menerangkan satu sama lain.[21]
3)
Teori pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan,
yang dilakukan, perbuatan, tindakan. Menurut teori ini benar tidaknya suatu
ucapan, dalil atau teori, semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap
benar apabila mendatangkan asas manfaat dan akan dikatakan salah apabila tidak
mendatangkan manfaat.[22]
4)
Teori agama
Salah satu cara untuk mencari kebenaran adalah dengan melalui agama. Agama dengan
karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang
dipertanyakan manusia baik tentang alam, manusia maupun Tuhan. Suatu hal
dianggap benar bila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu
kebenaran mutlak.[23]
C.
Kesimpulan
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan
dasar-dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pengetahuan yang dimiliki.
Ruang
lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan.
[1]
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Edisi
Revisi, (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada : 2012), hlm : 162.
[2] http://kataalan.blogspot.com/2016/11/makalah-filsafat-ilmu-tentang.html
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Epistemologi
[4]
http://mangihot.blogspot.com/2017/10/pengertian-manfaat-dan-faktor-faktor.html
[5]
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Edisi
Revisi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada : 2012) hlm : 148-156
[6]
http://blognyasharing.blogspot.com/2015/06/makalah-filsafat-ilmu-epistemologi_25.html
[7] http://islammakalah.blogspot.com/p/blog-page_4.html
[8] http://nyimasindakusumawati.blogspot.com/p/filsafat-ilmu_31.html
[9] http://blognyasharing.blogspot.com/2015/06/makalah-filsafat-ilmu-epistemologi_25.html
[10] http://matematikaunsriindah.blogspot.com/2014/11/makalah-epistemologi.html
[11]
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Edisi
Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004) hlm : 148-156
[12]
Wihadi Admojo, et.al., Kamus Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), hlm : 324.
[13]
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum; Akal
dan Hati; sejak Thales sampai Chapra, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990) , hlm
: 24.
[14]
Amsal Bakhtiar, loc.cit., hlm :
102-103.
[15]
Ahmad Tafsir, op.cit., hlm : 27.
[16]
Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm : 54.
[17]
Mulyadi Kartanegara, Pengantar
Epstemologi Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hlm: 1
[18]
Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm : 57
[19]
Amsal bakhtiar, loc.cit., hlm : 112.
[20]
Jujun S Sumriasumantri, op.cit., hlm
: 56.
[21]
Amsal bakhtiar, op.cit, hlm : 116.
[22]
Ibid, hlm : 118-119
[23]
Ibid hlm : 120-121
Mantabbb 👍👍
ReplyDelete