Dikeluarkan oleh Abul Husain Ali bin Ahmad Al Hakkari dalam kitab
Hadiyyatul Ahya ilal Amwat wa Maa Yashilu Ilaihim (6) dengan sanad sebagai
berikut,
أخبرنا أبو عبد الرحمن محمد
بن الحسين بن موسى السلمي كتابةً قال: ثنا أبو القاسم عبد الله بن محمد النيسابوري
عن علي بن موسى البصري، عن ابن جريج، عن موسى بن وردان، عن أبي هريرة، قال: قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((اهدوا لموتاكم)) ، قلنا: وما نهدي يا رسول الله
الموتى؟ قال: ((الصدقة والدعاء)) ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إن أرواح
المؤمنين يأتون كل جمعة إلى سماء الدنيا فيقفون بحذاء دورهم وبيوتهم فينادي كل
واحد منهم بصوت حزين: يا أهلي وولدي وأهل بيتي وقراباتي، اعطفوا علينا بشيء، رحمكم
الله، واذكرونا ولا تنسونا، وارحموا غربتنا، وقلة حيلتنا، وما نحن فيه، فإنا قد
بقينا في سحيق وثيق، وغم طويل، ووهن شديد، فارحمونا رحمكم الله، ولا تبخلوا علينا
بدعاء أو صدقة أو تسبيح، لعل الله يرحنا قبل أن تكونوا أمثالنا، فيا حسرتاه
وانداماه يا عباد الله، اسمعوا كلامنا، ولا تنسونا، فأنتم تعلمون أن هذه الفضول
التي في أيديكم كانت في أيدينا، وكنا لم ننفق في طاعة الله، ومنعناها عن الحق فصار
وبالاً علينا ومنفعته لغيرنا، والحساب والعقاب علينا
Abdirrahman Muhammad bin Al Husain bin Musa As Sulami secara kitabah, ia
berkata, Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi menuturkan kepadaku,
dari Ali bin Musa Al Bashri, dari Ibnu Juraij, dari Musa bin Wirdan, dari Abu
Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
“Kirimlah hadiah untuk orang-orang yang meninggal di antara kalian.” Para
sahabat bertanya, “Apa yang kami kirimkan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Sedekah dan doa.”Kemudian Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya arwah-arwah kaum mu’minin
itu datang setiap hari Jum’at ke langit dunia, lalu mereka berdiri di atas
sandal-sandal rumah mereka atau di rumah mereka. Lalu setiap mereka
memanggil-manggil dengan suara yang sedih, “wahai keluargaku, wahai anakku,
wahai ahli baitku, wahai kerabatku, kasihilah dengan sesuatu, semoga Allah
merahmati kalian. Ingatlah kami dan janganlah kalian lupa kepada kami.
Kasihilah kesendirian kami dan ketidak-mampuan kami untuk melakukan apa-apa,
tidak ada yang bisa kami lakukan lagi. Karena sekarang kami tinggal di alam
yang jauh dan mengikat, yang suram dan lama, dan dalam kelemahan yang sangat
lemah, maka kasihilah kami semoga Allah merahmati kalian. Dan janganah kalian
pelit dalam memberikan doa, sedekah atau tasbih kepada kami. Semoga Allah
mengasihi kami sebelum kalian menjadi semisal kami. Jangan sampai menyesal
wahai hamba Allah. Dengarlah perkataan kami, jangan lupakan kami. Kalian tahu benar
bahwa karunia yang kalian miliki sekarang dulu ada di tangan kami. Kami dahulu
tidak menginfakkannya dalam ketaatan kepada Allah, kami tidak membelanjakannya
dalam kebenaran. Sehingga semua itu menjadi bencana bagi kami sekarang dan
manfaat harta-harta itu malah didapatkan oleh orang lain. Sedangkan adzab dan
hukumannya ditimpakan atas kami.”
Riwayat ini disebutkan juga dalam I’anatut Thalibin (2/161) karya
Ad-Dimyathi tanpa sanad dengan lafadz,
أن أرواح المؤمنين تأتي في
كل ليلة إلى سماء الدنيا وتقف بحذاء بيوتها، وينادي كل واحد منها بصوت حزين ألف
مرة. يا أهلي، وأقاربي، وولدي. يا من سكنوا بيوتنا، ولبسوا ثيابنا، واقتسموا
أموالنا
“Sesungguhnya arwah-arwah kaum mu’minin itu datang ke langit dunia setiap
malam, lalu mereka berdiri di atas sandal-sandal rumah mereka. Lalu mereka
memanggil-manggil dengan suara yang sedih sebanyak 1000 kali: ‘wahai
keluargaku…’, ‘wahai kerabatku…’, ”wahai anakku…’. ‘Wahai orang-orang yang
tinggal di rumah-rumah kami…’, ‘wahai orang-orang yang memakai baju-baju
kami…’, ‘wahai orang-orang yang membagi harta-harta kami…’”
Disebutkan juga dalam Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib atau dikenal
dengan Hasyiyah Al Bujairimi ‘ala Khathib (2/301) karya Al Bujairimi tanpa
sanad. Al Bujairimi menyandarkan riwayat ini kepada Al Jami’ Al Kabir namun
–wallahu a’lam– tidak kami temukan riwayat tersebut dalam Al Jami’ Al Kabir
karya As Suyuthi. Walhasil, tidak ada sanad lain selain sanad di atas yang kami
temukan. Dan dari sini juga kita ketahui bahwa hadits ini tidak terdapat dalam
kitab-kitab hadits yang mu’tamad,
Jika kita teliti
sanad di atas, sangat bermasalah.
Masalah 1:
Ibnu Juraij
(Abdul Malik bin Abdil Aziz Al Qurasyi)
tidak meriwayatkan dari Musa bin Wirdan. Ibnu Adi mengatakan:
فإذا روى ابن جريج عن موسى
هذا الحديث يكون قد دلسه
“Jika Ibnu Juraij
meriwayatkan dari Musa, maka haditsnya ini terkadang merupakan tadlis Ibnu
Juraij” (Al Ilal Al Waridah fil Ahadits An Nabawiyyah, 8/318).
Al Albani ketika
menjelaskan maudhu’-nya hadits:
من مات مريضاً مات شهيداً
“Barangsiapa yang
mati dalam keadaan sakit, ia mati syahid”
Beliau
mengatakan:
خالفهم الحسن بن زياد
اللؤلؤي فقال: حدثنا ابن جريج عن موسى بن وردان به، فأسقط من السند إبراهيم بن
محمد
“Al Hasan bin Ziyad Al Lu’lui menyelisihi riwayat ini, ia berkata: Ibnu Juraij
menuturkan kepada kami, dari Musa bin Wirdan dan seterusnya. Al Hasan
menggugurkan Ibrahim bin Muhammad (antara Ibnu Juraij dan Musa bin Wirdan)
dalam sanad ini” (Silsilah Ahadits Adh Dha’ifah, 10/191).
Maka jelas bahwa Ibnu Juraij tidak meriwayatkan dari Musa bin Wirdan,
sehingga ada inqitha‘ (terputusnya sanad) dalam riwayat ini.
Masalah 2:
Ali bin Musa Al Bashri dan Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi,
keduanya majhul haal. Tidak ditemukan adanya jarh atau ta’dil tentang mereka. Juga
tidak diketahui bahwa Ali bin Musa Al Bashri adalah di antara yang meriwayatkan
hadits dari Ibnu Juraij. Juga, tidak diketahui bahwa Muhammad bin Al Husain bin
Musa Al Sulmi meriwayatkan dari Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi.
Masalah 3:
Muhammad bin Al
Husain bin Musa Al Sulmi, seorang syaikh sufi, ia perawi yang lemah. Adz
Dzahabi berkata,
شيخ الصوفية وصاحب تاريخهم
وطبقاتهم وتفسيرهم. تكلموا فيه وليس بعمدة
“Beliau seorang
Syaikh sufi. Ulama tarikh, biografi dan tafsir di kalangan sufi. Para ulama
hadits mengkritisi riwayatnya, dan ia tidak bisa dijadikan sandaran” (Lisanul
Mizan, 6695).
Hadits ini juga sebagaimana sudah dijelaskan, tidak terdapat dalam
kitab-kitab hadits yang mu’tamad dan dikenal. Seperti kitab-kitab shahih,
kitab-kitab sunan, kitab-kitab musnad, kitab-kitab jami’, dan lainnya. Dan ini
merupakan indikator kelemahan bahkan kepalsuan hadits. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah ketika menjelaskan kelemahan hadits seputar ziarah kubur Nabi beliau
berkata,
ليس في الإحاديث التي رويت
بلفظ زيارة قبره -صلى الله عليه وسلم- حديث صحيح عند أهل المعرفة، ولم يخرج أرباب
الصحيح شيئاً من ذلك، ولا أرباب السنن المعتمدة، كسنن أبي داود والنسائي والترمذي
ونحوهم، ولا أهل المساند التي من هذا الجنس؛ كمسند أحمد وغيره، ولا في موطأ مالك،
ولا مسند الشافعي ونحو ذلك شيء من ذلك، ولا احتج إمام من أئمة المسلمين -كأبي
حنيفة ومالك والشافعي وأحمد وغيرهم- بحديث فيه ذكر زيارة قبره
“Hadits-hadits yang diriwayatkan dengan mengandung lafadz ‘ziarah kubur
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam‘ tidak ada yang shahih menurut para ulama
hadits. Hadits-hadits seperti ini tidak pernah dibawakan oleh pemilik kitab
Shahih, tidak juga pemilik kitab Sunan yang menjadi pegangan, seperti Sunan An
Nasa-i atau semacamnya, tidak juga kitab Musnad yang menjadi pegangan, seperti
Musnad Ahmad atau semacamnya, tidak juga kitab Muwatha Malik, tidak juga kitab
Musnad Asy Syafi’i atau semacamnya. Hadits-hadits seperti ini tidak pernah
dipakai para Imam Mazhab dalam berhujjah. Yaitu hadits yang didalamnya disebut
lafadz ziarah kubur Nabi” (Majmu’ Fatawa, 216/27).
Dengan demikian,
kesimpulannya hadits ini adalah hadits yang dhaif jiddan (sangat lemah). Dan
tidak boleh meyakini suatu hal yang terkait dengan perkara gaib semisal dengan
apa yang ada dalam riwayat ini kecuali dengan dalil yang shahih.
Wallahu ta’ala
a’lam.
Penulis: Yulian
Purnama
Sumber: https://muslim.or.id/34884-derajat-hadits-tentang-arwah-mengunjungi-keluarga.html