Wednesday, January 16, 2019

IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH




A.    Pendahuluan
Iman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap muslim. Iman kepada kitab yang Allah turunkan merupakan salah satu ushul (landasan) iman. Iman yang dimaksud adalah pembenaran yang disertai keyakinan bahwa kitab-kitab Allah haq dan benar. Kitab-kitab tersebut merupakan kalam Allah ‘Azza wa jalla yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya untuk umat manusia. Diturunkanya kitab merupakan di antara bentuk kasih sayang Allah  kepada hambanya karena besarnya kebutuhan hamba terhadap kitab Allah. Akal manusia terbatas, tidak mampu merinci hal-hal yang dapat memberikan manfaat dan menimbulkan madharat bagi dirinya.[1]
Oleh karena itu, dengan beriman kepada kitab yang diturunkan oleh Allah maka akan timbul kesadaran untuk mengamalkan petunjuk yang terdapat dalam kitab tersebut. Apabila manusia mengamalkan petunjuk yang terdapat dalam kitab Allah maka hidupnya akan penuh manfaat serta jauh dari madharat dan fitnah. Sebaliknya apabila manusia mengingkari kebenaran dari kitab Allah, maka hidupnya jauh dari petunjuk. Sedangkan orang yang hidupnya jauh dari petunjuk dapat dipastikan tersesat dan celaka. Maka sungguh beruntung bagi orang yang mau beriman serta mengamalkan ajaran yang terdapat dalam kitab Allah.
B.     Hakikat Iman kepada Kitab-Kitab Allah
Kata kitab berasal dari bahasa Arab (kataba yaktubu kitabatan kitaban) yang artinya tulisan. Arti kitab Allah secara istilah adalah tulisan wahyu pada lembaran-lembaran yang terkumpul dalam satu bentuk buku.
Iman kepada kitab Allah artinya mempercayai dan membenarkan bahwa Allah SWT menurunkan kitab-kitab kepada para rasul-Nya yang berisi larangan, perintah, janji, dan ancaman-Nya. Juga menjadikan kitab Allah sebagai pedoman hidup manusia, sehingga bisa membedakan antara yang baik dan buruk, hak dan batil, halal dan haram.[2]
Ada 3 tingkatan dalam beriman kepada kitab Allah, yaitu :
1.      Qotmil (membaca saja)
2.      Tartil (membaca dan memahami)
3.      Hafidz (membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan).
Singkatnya kita sebagai umat Islam belum cukup beriman kepada kitab-kitab Allah swt saja, tetapi harus senantiasa membaca, mempelajari dan memahami isi kandungannya. Sehingga kita tahu aturan-aturan dalamnya untuk selanjutnya kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Adapun cara yang benar dalam beriman kepada kitab-kitab Allah adalah sebagai berikut.
1.      Mengimani bahwa turunnya kitab-kitab Allah benar-benar dari sisi Allah Ta’ala.
2.      Mengimani nama-nama kitab yang kita ketahui namanya seeprti Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salaam, Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam, dan Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salaam. Sedangkan yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global.
3.      Membenarkan berita-beritanya yang benar, seperti berita mengenai Al Quran, dan berita-berita  lain yang tidak diganti atau diubah dari kitab-kitab terdahulu sebelum Al Quran.
4.      Mengamalkan hukum-hukumnya yang tidak dihapus, serta ridho dan tunduk menerimanya, baik kita mengetahui hikmahnya maupun tidak.[4]
C.    Perilaku yang Mencerminkan Iman kepada Kitab-Kitab Allah
Dalam menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan kepada Allah SWT berkaitan erat dengan sikap mental, pikiran dan perasaan. Oleh sebab itu kadar keimanan seseorang, yang tahu persis hanyalah Allah SWT. Akan tetapi sebagai muslim, tentunya dapat membuktikan dan mewujudkan keimanannya dengan sikap perilaku dalam kehidupan sehari-hari.[5]
Adapun perilaku orang yang beriman kepada Allah SWT antara lain :
1.      Memiliki rasa hormat dan menghargai kitab suci sebagai kitab yang memiliki kedudukan di atas segala kitab yang lain
2.      Berusaha menjaga kesucian kitab suci dan membelanya apabila ada pihak lain yang meremehkannya
3.      Mau mempelajari dengan sungguh-sungguh petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya, baik dengan membaca sendiri maupun menghadiri majlis ta’lim
4.      Berusaha untuk mengamalkan petunjuk-petunjuknya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
5.      Berusaha untuk menyebarluaskan petunjuk-petunjuknya kepada orang lain, baik di lingkungan keluarga sendiri maupun masyarakat
6.      Berusaha untuk memperbaiki bacaannya dengan mempelajari ilmu tajwid
7.      Tunduk kepada hukum yang ada di dalam kitab suci dalam menyelesaikan suatu permasalahan.[6]
D.    Hikmah Beriman kepada Kitab-Kitab Allah.
Semua hal yang diperintahkan Allah kepada manusia, pasti ada hikmahnya. Begitu juga dengan perintah untuk beriman kepada kitab-kitab Allah, dapat dipastikan ada hikmahnya. Adapun hikmah beriman kepada kitab-kitab Allah antara lain adalah sebagai berikut.
1.      Akan mendapat pahala. Karena iman kepada kitab Allah adalah wajib. Sedangkan pengertian wajib menurut Islam adalah setiap amanat yang jika dilakukan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa.
2.      Amalannya senantiasa baik dan teruji. Karena orang yang beriman kepada kitab Allah akan membuktikan keimanannya dengan banyak beramal saleh.
3.      Akan terjaga kesucian jiwanya. Karena orang yang beriman kepada kitab Allah akan selalu berbuat yang diridai Allah, dan menghindari dari perbuatan dosa dan keji.
4.      Memperkuat keyakinan kepada Nabi Muhammad saw.[7]
E.     Penutup
Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah wajib hukumnya, karena merupakan salah satu dari rukun iman yang enam. Tanda-tanda keimanan seseorang terhadap kitab-kitab Allah dapat dilihat dari perilakunya sebagaimana yang dijelaskan pada artikel diatas. Orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah, kesucian jiwanya akan senatiasa terjaga serta terhindar dari perbuatan keji.
Demikianlah uraian singkat mengenai iman kepada kitab-kitab Allah. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.


[1] https://muslim.or.id/1959-bagaimana-beriman-kepada-kitab-allah.html
[2] http://www.yuksinau.id/pengertian-dan-hikmah-beriman-kepada-kitab-allah/#!
[3] https://www.eduspensa.id/pengertian-fungsi-penerapan-iman-kitab-allah/#a
[4] https://muslim.or.id/1959-bagaimana-beriman-kepada-kitab-allah.html
[5] https://www.coursehero.com/file/p1qkqi6h/Dalam-menampilkan-perilaku-yang-mencerminkan-keimanan-kepada-Allah-SWT/
[6] https://khalidmanunitedarmy.wordpress.com/2013/04/07/perilaku-yang-mencerminkan-beriman-kepada-kitab-kitab-allah-swt/
[7] https://materiku86.blogspot.com/2016/10/pengertian-dan-hikmah-beriman-kepada-kitab-Allah.html

Tuesday, January 15, 2019

MAKNA SYAHADAT




A.    Pendahuluan
Syahadat merupakan rukun Islam yang pertama serta memiliki kedudukan sebagai pondasi  dari bangunan keislaman seorang muslim. Jika pondasinya tidak kuat maka rumahnya pun tidak akan kuat bertahan.
Memahami kalimat syahadat sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak memahami hakikat kalimat syahadat, kita dapat terjerumus ke dalam penyakit kebodohan dan kemusyrikan. Hakikat memahami Islam dimulai dari memahami inti sari ajarannya yaitu dua kalimat syahadat (syahadatain).[1]
Syahadatain (dua kalimat syahadat) merupakan asas dan dasar bagi rukun Islam lainnya, dan menjadi tiang untuk rukun iman dan dien. Syahadatain merupakan ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam. Oleh karena itu syahadat menjadi sangat penting. Lebih detailnya lagi, ada beberapa hal yang menyebabkannya menjadi penting, yaitu karena:
1)      Syahadat adalah pintu masuk ke dalam Islam
2)      Syahadat adalah intisari ajaran Islam
3)      Syahadat adalah dasar-dasar perubahan menyeluruh
4)      Syahadat adalah hakikat da'wah para rasul
5)      Syahadat adalah keutamaan yang besar
6)      Pintu masuk ke dalam Islam Sahnya iman seseorang adalah dengan menyatakan syahadatain. Tanpa mengucapkan kalimat ini, maka amal yang dikerjakana bagaikan abu, atau fatamorgana yang terlihat tapi tidak ada.[2]
B.     Makna Syahadat
Syahadat berasal dari kata Bahasa Arab yaitu syahida (شهد) yang artinya "ia telah menyaksikan". Kalimat itu dalam syariat Islam adalah sebuah pernyataan kepercayaan sekaligus pengakuan akan keesaan Allah dan Muhammad sebagai rasulNya.
Syahadat disebut juga dengan Syahadatain karena terdiri dari 2 kalimat (Dalam Bahasa Arab Syahadatain berarti 2 kalimat Syahadat). Kalimat pertama merupakan syahadah at-tauhid, dan kalimat kedua merupakan syahadat ar-rasul.[3]
Syahadat tauhid dalam Bahasa Arab ditulis اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ dibaca “Asyhadu alla ilaha illa Allah” yang artinya aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lafadzلا إله” bermakna menafikan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. Adapun lafadz “إلا الله” bermakna penetapan hak Allah semata untuk disembah.
Setelah syahadat tauhid maka syahadat yang kedua adalah syahadat rasul. Adapun syahadat rasul dalam Bahasa Arab ditulis “وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ” yang artinya “dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Makna syahadat rasul adalah mengakui secara lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah dan RasulNya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta mengamalkan konsekuensinya: menta’ati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya, dan tidak menyembah Allah kecuali dengan apa yang disyari’atkan.[4]
C.    Konsekuensi Syahadat
Seseorang yang telah mengucapkan kalimat syahadat, wajib mengamalkan apa yang telah ia ikrarkan tersebut sebagai konsekuensi dari syahadat. Sebagaimana dijelaskan di atas, kalimat syahadat dibagi menjadi dua yakni syahadat tauhid dan syahadat rasul.
Konsekuensi dari syahadat tauhid adalah dengan menyembah Allah secara ikhlas serta memurnikan ketaatan kepadaNya semata dalam menjalankan agama yang lurus. Seseorang yang mengucapkan syahadat tauhid akan tetapi tidak tidak memahami maknanya, tidak mengamalkannya dan tidak membenarkannya, maka orang tersebut tidak akan selamat dari perbuatan syirik. Orang-orang munafik pun mengucapkan syahadat tauhid tersebut, namun mereka kelak tetap akan menjadi penghuni neraka yang paling bawah karena tidak mengimaninya dan tidak mengamalkannya.[5]
Ikrar syahadat tauhid pada dasarnya wajib diiringi dengan ikrar syahadat rasul. Jika seseorang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh tetapi ia enggan bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasûlullâh, maka ia belum masuk ke dalam agama Islam. Karena keduanya harus beriringan sebagaimana dalam adzan, iqamah, khutbah, jika ada kalimat Lâ ilâha illallâh, maka syahadat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam Rasûlullâh pasti juga masuk ke dalamnya.
Konsekuensi dari syahadat rasul adalah dengan membenarkan bahwa nabi Muhammad SAW adalah seorang Rasul yang tidak boleh didustakan. Apa yang disampaikan atau diajarkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam harus ditaati dan diikuti tanpa mengurangi dan menambah-nambahi.[6] Bentuk lain dari pengamalan syahadat rasul adalah dengan menjadikan dan menerima Muhammad sholallahu ‘alayhi wa salam sebagai “the best model” dalam aspek kehidupan, baik dalam peribadatan khusus maupun dalam kehidupan sosial lainnya. Beliau sholallahu ‘alayhi wa salam telah memberikan banyak tauladan mulai dalam urusan rumah tangga, peperangan, pemerintahan, bisnis, sampai urusan pribadi.[7]
D.    Pembatal Syahadat
Ada anggapan sebagian orang jika sudah bersyahadat dan masuk Islam maka ia akan menjadi muslim selamanya serta tidak dapat batal keislamannya meskipun tindakannya melenceng dari Islam. Bahkan ada sebagian orang yang mencela dan mencemooh agama Islam tapi Masih mengaku Islam. Ketahuilah bahwa syahadat memiliki pembatal-pembatal sebagaimana wudhu juga bisa batal jika melakukan beberapa perkara.
Pembatal syahadat sangat banyak, namun yang paling besar adalah berikut ini:
1.      Menyekutukan Allah (syirik).
Yaitu menjadikan sekutu bagi Allah dalam beribadah Misalnya berdo’a, memohon syafa’at, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar, menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah, seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfaat.
2.      Membuat perantara antara dirinya dengan Allah, yaitu dia berdo'a kepadanya, memohon syafa'at, serta bertawakkal kepada mereka.
Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ﻗُﻞِ ﺍﺩْﻋُﻮﺍ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺯَﻋَﻤْﺘُﻢ ﻣِّﻦ ﺩُﻭﻧِﻪِ ﻓَﻠَﺎ ﻳَﻤْﻠِﻜُﻮﻥَ ﻛَﺸْﻒَ ﺍﻟﻀُّﺮِّ ﻋَﻨﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺤْﻮِﻳﻠًﺎ ﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﻳَﺒْﺘَﻐُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰٰ ﺭَﺑِّﻬِﻢُ ﺍﻟْﻮَﺳِﻴﻠَﺔَ ﺃَﻳُّﻬُﻢْ ﺃَﻗْﺮَﺏُ ﻭَﻳَﺮْﺟُﻮﻥَ ﺭَﺣْﻤَﺘَﻪُ ﻭَﻳَﺨَﺎﻓُﻮﻥَ ﻋَﺬَﺍﺑَﻪُ ۚ ﺇِﻥَّ ﻋَﺬَﺍﺏَ ﺭَﺑِّﻚَ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺤْﺬُﻭﺭًﺍ
"Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Israa': 56-57].
3.      Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat mereka.
Orang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir dari Yahudi, Nasrani maupun Majusi. orang-orang musyrik, atau orang-orang mulhid (Atheis), atau selain itu dari berbagai macam kekufuran, atau ia meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat mereka, maka ia telah kafir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺪِّﻳﻦَ ﻋِﻨﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡُ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam...” [Ali ‘Imran: 19].
Termasuk juga seseorang yang memilih kepercayaan selain Islam, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, Komunis, sekularisme, demokrasi atau keyakinan (kepercayaan) lainnya yang jelas kufur, maka ia telah kafir.
4.      Meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk lain yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau orang meyakini bahwa ada hukum lain yang lebih baik daripada hukum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia telah kafir.
Termasuk juga di dalamnya adalah orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan undang-undang yang dibuat manusia lebih baik (utama) daripada sya’riat Islam, atau orang meyakini bahwa hukum Islam tidak relevan (sesuai) lagi untuk diterapkan di zaman sekarang ini. Termasuk juga orang-orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang (sudah menikah lalu) berzina sudah tidak sesuai lagi di zaman sekarang.
5.      Tidak senang dan membenci perkara yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun ia melaksanakannya, maka ia telah kafir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ ﻓَﺘَﻌْﺴًﺎ ﻟَّﻬُﻢْ ﻭَﺃَﺿَﻞَّ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟَﻬُﻢْ ﺫَٰﻟِﻚَ ﺑِﺄَﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺮِﻫُﻮﺍ ﻣَﺎ ﺃَﻧﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓَﺄَﺣْﺒَﻂَ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟَﻬُﻢْ
"Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci apa yang di-turunkan Allah (Al-Qur-an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 8-9].
6.      Menghina Islam
Orang yang mengolok-olok(menghina) Allah dan Rasul-Nya, Al-Qur-an, agama Islam, Malaikat atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki. Atau menghina salah satu dari syi'ar Islam, seperti shalat, zakat, puasa, haji, thawaf di Ka’bah, atau menghina masjid, adzan, memelihara jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi lainnya, dan syi’ar-syi’ar agama Allah pada tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta terdapat keberkahan padanya, maka dia telah kafir.
Allah Ta’ala berfirman:

ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ ۚ ﺇِﻥ ﻧَّﻌْﻒُ ﻋَﻦ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٍ ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﻧُﻌَﺬِّﺏْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔً ﺑِﺄَﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻣُﺠْﺮِﻣِﻴﻦَ

“… Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usahkamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” [At-Taubah: 65-66].
7.      Melakukan Sihir
Yaitu melakukan praktek Sihir, santet, tenung, pelet dll.
Allah Ta’ala berfirman:
ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻌَﻠِّﻤَﺎﻥِ ﻣِﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﺣَﺘَّﻰٰ ﻳَﻘُﻮﻟَﺎ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻧَﺤْﻦُ ﻓِﺘْﻨَﺔٌ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻜْﻔُﺮْ
...Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir...’” [Al-Baqarah: 102].
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮُّﻗَﻰ ﻭَﺍﻟﺘَّﻤَﺎﺋِﻢَ ﻭَﺍﻟﺘِّﻮَﻟَﺔَ ﺷِﺮْﻙٌ
Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah (pelet) adalah perbuatan syirik.
8.      Memberikan pertolongan kepada orang kafir dan membantu mereka dalam rangka memerangi kaum Muslimin.
Allah Ta’ala berfirman:

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺘَّﺨِﺬُﻭﺍ ﺍﻟْﻴَﻬُﻮﺩَ ﻭَﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯٰ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀَ ۘ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀُ ﺑَﻌْﺾٍ ۚ ﻭَﻣَﻦ ﻳَﺘَﻮَﻟَّﻬُﻢ ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ۗ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ ﻳَﻬْﺪِﻱ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ

" Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin bagimu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin,maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [Al-Maa-idah: 51].
9.      Meyakini bahwa manusia bebas keluar dari syari’at Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Yaitu orang yang mempunyai keyakinan bahwa sebagian manusia diberikan keleluasaan untuk keluar dari sya’riat (ajaran) Nabi Muhammad sebagaimana anggapan sebagian orang sufi yg berkeyakinan jika sudah mencapai derajat makrifat atau kasyf maka mereka tidak wajib menjalankan syariat, sebab syariat hanya berlaku bagi orang awam. Maka orang seperti itu kafir.
Allah Ta’ala berfirman:

ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎﻙَ ﺇِﻟَّﺎ ﻛَﺎﻓَّﺔً ﻟِّﻠﻨَّﺎﺱِ ﺑَﺸِﻴﺮًﺍ ﻭَﻧَﺬِﻳﺮًﺍ ﻭَﻟَٰﻜِﻦَّ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻟَﺎ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮﻥ

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Saba’: 28].
10.  Berpaling dari agama Allah Ta’ala, ia tidak mempelajarinya dan tidak beramal dengannya.
Yaitu berpaling dari mempelajari pokok-pokok agama, dimana seseorang dianggap muslim dengannya.
Firman Allah Ta’ala:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ ﻋَﻤَّﺎ ﺃُﻧﺬِﺭُﻭﺍ ﻣُﻌْﺮِﺿُﻮﻥَ
... Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” [Al-Ahqaaf: 3].
Firman Allah Ta’ala:
ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﻇْﻠَﻢُ ﻣِﻤَّﻦ ﺫُﻛِّﺮَ ﺑِﺂﻳَﺎﺕِ ﺭَﺑِّﻪِ ﺛُﻢَّ ﺃَﻋْﺮَﺽَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ۚ ﺇِﻧَّﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺠْﺮِﻣِﻴﻦَ ﻣُﻨﺘَﻘِﻤُﻮﻥَ

Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” [As-Sajdah: 22].[8]
E.     Penutup
Setelah mempelajari makna syahadat maka diharapkan pembaca dapat memahami hakikat dari syahadat serta mau mengamalkan substansi dari syahadat sebagai konsekuensi bersyahadat. Setelah mengamalkan substansi syahadat maka hendaknya berusaha menghindari semua perkara yang dapat membatalkan syahadat tersebut. Demikianlah uraian singkat terkait makna syahadat semoga mencerahkan.


[1] https://www.dakwatuna.com/2006/12/22/18/pentingnya-syahadatain/#axzz5buv1zHHM
[2] https://www.kompasiana.com/dikinugraha/550b96c5a33311761b2e3964/pentingnya-dua-kalimah-syahadat
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Syahadat
[4] https://almanhaj.or.id/2101-makna-syahadatain-rukun-syarat-konsekuensi-dan-yang-membatalkannya.html
[5] https://muslim.or.id/29558-konsekuensi-kalimat-tauhid-laa-ilaaha-illallah.html
[6] https://almanhaj.or.id/6557-wajib-memahami-dua-kalimat-syahadat-dan-konsekuensinya.html
[7] https://hannasislam.wordpress.com/2011/04/14/konsekuensi-syahadat-rasul/
[8] http://artikel.masjidku.id/articles-item.php?id=74