Monday, December 3, 2018

AKSIOLOGI: ETIKA DAN ESTETIKA.



A.    Pendahuluan
Manusia dalam hidupnya memiliki beragam kebutuhan dan keinginan. Manusia bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan dengan ilmu, tanpa ilmu manusia akan kesulitan dalam mendapatkan apa yang dibutuhkan. Dengan demikian keberadaan ilmu dalam kehidupan manusia memiliki peran yang sangat penting.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya sangat membantu manusia baik untuk memenuhi kebutuhannya maupun memajukan peradabannya. Hal itu membuktikan bahwa keberadaan ilmu sangat dibutuhkan untuk kesejahteraan umat manusia. Walaupun demikian, keberadaan ilmu pengetahuan tak selamanya menguntungkan manusia. Tragedi bom atom yang menghancurkan kota hiroshima dan nagasaki merupakan wujud dari efek negatif perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarah peradaban manusia. Kenyataan tersebut merupakan bukti bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bisa merugikan manusia.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya bersifat netral seperti halnya pisau. Pisau kalau digunakan untuk memotong sayuran maka pisau tersebut mendatangkan manfaat bagi manusia, tapi kalau digunakan untuk merampok atau menjambret maka akan merugikan manusia.
Kecenderungan positif maupun negatif dari ilmu penngetahuan sangat bergantung pada penggunanya, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan hanyalah alat. Oleh karena itu keberadaan nilai sebagai alat kontrol perilaku sangatlah dibutuhkan agar penggunaan ilmu pengetahuan sesuai dengan tujuan sebenarnya yaitu mensejahterakan manusia.
Salah satu cabang filsafat yang mengkaji tentang nilai terutama terkait manfaat ilmu pengetahuan bagi manusia disebut aksiologi. Tujuan penulisan artikel ini adalah menjelaskan definisi aksiologi, ruang lingkupnya serta kegunaanya.

B.     Pembahasan.
Pengertian Aksiologi.
Aksiologi secara bahasa berarti teori tentang nilai. Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata, yakni axios dan logos. Axios berati nilai, sedangkan logos berarti teori. Oleh karena itu aksilogi didefinisikan sebagai teori tentang nilai.[1] Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.[2]
Menurut Jujun S Suriasumantri, aksiologi adalah teori nilai berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.[3]
Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik simpulan bahwa aksiologi adalah ilmu yang menyelidiki penggunaan dan kegunaan dari suatu ilmu pengetahuan berdasarkan standar nilai.
Ruang Lingkup Aksiologi
Menurut informasi dari wikipedia, ruang lingkup aksiologi meliputi kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral, penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral, kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional.[4] Obyek forma dalam studi aksiologi ada dua, yaitu etika dan estetika.[5]
1.      Etika
Etika merupakan salah satu cabang ilmu fisafat yang membahas moralitas nilai baik dan buruk, etika bisa di definisikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan manusia atau masyarakat yang mengatur tingkah lakunya. Etika berasal dari dua kata ethos yang berarti sifat, watak, kebiasaan, ethikos berarti susila, keadaban atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari bahasa latin mores, jamak dari mos yang berarti adat, kebiasaan. Dalam bahasa arab disebut akhlaq yang berarti budi pekerti dan dalam bahasa Indonesia dinamakan tata susila.[6]
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan. Kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain.[7]
Etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam kondisi normatif, yaitu kondisi yang melibatkan norma-norma. Dengan kata lain objek forma etika adalah norma-norma kesusilaan manusia.[8] Adapun objek materi dari etika adalah tingkah  laku  atau  perbuatan  manusia.[9] Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang pencipta.[10]
Etika memainkan peranan penting mengenai apa yang seharusnya atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik serta apa yang salah dan apa yang benar. Sehingga etika menjadi acuan atau panduan bagi ilmu pengetahuan dalam realisasi pengembangannya.[11]
Etika memang tidak dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal peranannya dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggung jawab etika, merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan itu memperhatikan kodrat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum serta kepentingan generasi mendatang. Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia bukan menghancurkan eksistensi manusia.[12]
Seorang ilmuwan selaku pengguna dan pengembang ilmu harus memiliki landasan moral yang kuat. Tanpa landasan moral, maka keberadaan seorang ilmuan akan menjadi momok yang menakutkan. Etika keilmuan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etis. Prinsip-prinsip tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan dari etika keilmuan adalah membimbing seorang ilmuan untuk menerapkan prinsip-prinsip moral agar perilaku keilmuannya senatiasa condong pada kebaikan.[13]
2.      Estetika.
Secara etimologi, estetika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike yang berarti segala sesuatu yang dapat dicerna oleh indra. Estetika membahas refleksi kritis yang dirasakan oleh indera dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly. Estetika disebut juga dengan istilah filsafat keindahan. Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.[14]
Estetika didefinisikan sebagai studi tentang nilai-nilai yang dihasilkan dari emosi-sensorik yang kadang dinamakan nilai sentimentalitas atau cita rasa atau selera. Secara luasnya, estetika didefinisikan sebagai refleksi kritis tentang seni, budaya, dan alam. Estetika dikaitkan dengan aksiologi sebagai cabang filsafat dan juga diasosiasikan dengan filsafat seni.[15]
Nilai estetika yang melekat di dalam proses penyebaran ilmu yaitu tentang bagaimana proses penyampaian ilmu yang menjunjung tinggi nilai-nilai keindahan baik dari segi pemilihan bahasa, tutur kata penyampaian, kemasan ilmu, serta kebermanfaatannya di dalam masyarakat. Suatu ilmu harus dapat disampaikan dengan cara-cara yang bersahabat dan damai serta memberikan manfaat yang dapat menambah keindahan, kebahagiaan, dan keharmonisan di dalam kehidupan manusia.[16]
Penilaian Subjektif dan Objektif.
Sebagaimana dijelaskan di atas, aksiologi merupakan teori tentang nilai. Penilaian pada dasarnya memiliki dua karakteristik, yaitu objektif dan subjektif. Dalam kamus besar bahasa indonesia objektif berarti mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Sedangkan subjektif berarti mengenai atau menurut pandangan (perasaan) sendiri, tidak langsung mengenai pokok atau halnya.[17]
Suatu penilaian dikatakan subjektif apabila sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolok ukur segalanya atau validitas, makna dan eksistensi objek yang dinilai bergantung pada reaksi subjek yang menilai tanpa mempertimbangkan apakah yang dnilai bersifat psikis atau fisis.[18] Begitupun dengan penilaian objektif, apabila suatu penilaian hanya didasarkan pada keadaan objek yang dinilai tanpa melibatkan perasaan, selera atau kesadaran dari subjek yang menilai maka penilaian tersebut adalah penilaian objektif.[19]

C.    SIMPULAN
Aksiologi adalah ilmu yang menyelidiki penggunaan dan kegunaan dari suatu ilmu pengetahuan berdasarkan standar nilai.
Ruang lingkup aksiologi meliputi kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral, penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral, kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional.
Obyek forma dalam studi aksiologi ada dua, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan salah satu cabang ilmu fisafat yang membahas moralitas nilai baik dan buruk, etika bisa di definisikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan manusia atau masyarakat yang mengatur tingkah lakunya. Estetika membahas refleksi kritis yang dirasakan oleh indera dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly. Estetika disebut juga dengan istilah filsafat keindahan.
Objektivitas dan subjektivitas dalam penilaian sangat bergantung pada subjek yang menilai.



[1] https://pakarkomunikasi.com/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi
[2] https://hidayatullahahmad.wordpress.com/2013/03/17/makalah-filsafat-ilmu-aksiologi/
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Aksiologi
[4] Ibid.
[5] http://historia-rockgill.blogspot.com/2011/12/definisi-aksiologiontologi-dan.html
[6] https://dedikayunk.wordpress.com/2014/11/19/pengertian-aksiologi-dan-aspek-aspek-serta-isu-aksiologi/
[7] http://putricahyaniagustine.blogspot.com/2014/11/makalah-aksiologi-filsafat-ilmu.html
[8] http://irmairmaagro01.blogspot.com/2014/05/makalah-pengelolaan-air-pada-berbagai.html
[9] https://www.researchgate.net/publication/326653111_Aksiologi_Antara_Etika_Moral_dan_Estetika
[10] https://ganjureducation.wordpress.com/2010/12/28/aksiologi-ilmu-pengetahuan/
[11] http://aepcitystudio.blogspot.com/2014/09/hubungan-etika-dan-ilmu-pengetahuan.html
[12] Ibid.
[13] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 170
[14] https://www.academia.edu/5571813/MAKALAH_AKSIOLOGI_FILSAFAT_ISLAM?auto=download
[15] https://dedikayunk.wordpress.com/2014/11/19/pengertian-aksiologi-dan-aspek-aspek-serta-isu-aksiologi/
[16] https://rimatrian.blogspot.com/2016/11/pentingnya-etika-dan-estetika-dalam.html
[17] https://kbbi.web.id
[18] Risieri Frondiz, What Is Value, alih bahasa: Cuk Ananta Wijaya,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001) hlm : 20.
[19] Irmayanti M Budiyanto, Filsafat dan Metodologi Ilmu Pengetahuan; Refleksi Kritis atas Kerja Ilmiah, (Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 2001), hlm : 73.

Thursday, November 22, 2018

DAKWAH RASULULLAH PERIODE MAKKAH



A.    Pendahuluan
Agama Islam merupakan agama yang diturunkan Allah sebagai petunjuk untuk seluruh ummat manusia melalui malaikat Jibril kemudian disampaikan oleh nabi Muhammad. Agama Islam pertama kali diturunkan di kota Makkah dimana Ka’bah berada. Penyebaran ajaran Islam dimekkah bermula dengan turunnya wahyu pertama yang diterima oleh nabi Muhammad saat menyendiri di gua Hira. Sebelum diangkat menjadi Rasul, nabi Muhammad memang memiliki kebiasaan menyendiri di gua Hira dalam rangka bertafakur atau merenung. Hal yang menjadi bahan renungan nabi Muhammad saat itu adalah keadaan masyarakat Makkah yang sedang mengalami krisis moral dan agama. Zaman itu lazim disebut sebagai zaman jahilliyah atau zaman kegelapan.
Jahiliyah (bahasa Arab: جاهلية, Jāhilīyyah) adalah masa di mana penduduk Mekkah berada dalam ketidaktahuan (kebodohan). Akar istilah jahiliyyah adalah bentuk kata kerja I pada kata jahala, yang memiliki arti menjadi bodoh, bodoh, bersikap dengan bodoh atau tidak peduli. Kemudian dalam syariat Islam memiliki arti "ketidaktahuan akan petunjuk Ilahi" atau "kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan". Keadaan tersebut merujuk pada situasi bangsa Arab kuno, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-Islam sebelum diutusnya seorang rasul yang bernama Muhammad. Pengertian khusus kata jahiliyah ialah keadaan seseorang yang tidak memperoleh bimbingan dari Islam dan al-Qur'an.[1]
Masyarakat kota mekkah sebelum Islam di sebut jahilliyah karena hidup tanpa petunjuk dan tanpa hukum yang jelas sehingga yang kuat berkuasa, yang lemah ditindas atau diperbudak. Selain itu disekitar ka’bah yang suci sedang marak-maraknya praktik paganisme dan kesyirikan, suatu perbuatan yang amat sangat dibenci Allah. Oleh karena itu tujuan utama diturunkannya Islam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia serta mengarahkan manusia untuk menyembah Tuhan yang sebenar-benarnya yaitu Allah.
Hikmah turunnya Islam pertama kali di Makkah adalah untuk mengembalikan kesucian dan kehormatan kota tersebut dari praktik paganisme dan memperbaiki akhlak penduduknya. Alasan lain adalah karena bangsa Arab pada umumnya dan penduduk Makkah khususnya memiliki hafalan yang kuat serta pantang berdusta. Itulah alasan mengapa Islam pertama kali turun di Makkah bukan di tempat lain.
Berdasarkan latar belakang di atas maka artikel ini akan membahas mengenai strategi dakwah nabi Muhammad di Makkah dan rintangan yang dihadapi.
B.     Pembahasan
Muhammad pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Jibril berkata:

    "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
    — Al-Alaq 96: 1-5

Muhammad berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke rumahnya, diriwayatkan ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya agar memberinya selimut. Diriwayatkan pula untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya yang juga seorang Nasrani yaitu Waraqah bin Naufal seorang pendeta yang buta. Waraqah banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.[2]
Dakwah sembunyi-sembunyi.
Setelah wahyu pertama itu datang, malaikat Jibril lama tidak muncul. sementara Nabi Muhammad Saw. dengan harap-harap cemas menanti turunya wahyu di tempat yang sama. Dalam keadaan bingung itulah kemudian malaikat Jibril datang kembali membawa wahyu ke dua yang membawa perintah untuk berdakwah. Wahyu itu adalah Surah Al-Muddatsir: 1-7

“Hai orang yang berselimut Bangun dan berilah peringatan. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkan perbuatan dosa, dan jangan engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.”

Dengan turunnya wahyu ke dua itu, mulailah Rasulullah melakukan dakwah. langkah pertama yang di lakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Oleh karna itu, orang yang pertama menerima dakwahnya adalah keluarga dan para sahabat dekatnya. mulai-mulai istrinya, Siti khadijah menerima ajakan tersebut. lalu sepupunya, Ali Bin Abi Talib. kemudian, Abu Bakar, Sahabat karibnya sejak kanak-kanak. Kemudian zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnyaa Ummu Aiman, seorang pengasuh Nabi Muhammad sejak ibunya, Aminah masih hidup
Di antara sahabat dekat Rasul yang berasil mengajak kawan karibnya untuk menerima dakwah Islam adalah Abu Bakar. Abu bakar di kenal sebagai seorang pedagang yag amat luas pergaulannya. melalui beliau banyak orang masuk Islam. Di antaranya adalah Usman Bin Affan, Zubair Bin Awwam, Abdurrahman Bin 'Auf, Sa'ad Bin Abi Waqqash, Talhan Bin Ubaidillah Bin Jarrah. Arqam Bin Abi Al-Arqam, dan beberapa penduduk mekkah lainnya. dari Kabilah Quraisy mereka langsung di bawa Nabi Muhammad dan meyatakan ke Islamannya. dalam sejarah Islama, mereka ini di kenal dengan sebutan As-Sabiqunal Awwalun yakni orang yang pertama memeluk Islam.[3]
Nabi Muhammad melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, karena adanya rasa takut terhadap perlawanan sengit kaum musyrik dan bahaya yang akan mengancam dakwah Islam yang baru saja dimulai.[4] Dalam riwayat lain disebutkan bahwa  Nabi Muhammad melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi atau rahasia (sirriyah) bukan karena takut melainkan strategi dakwah. Dimana Nabi mengantisipasi pengikut Nabi yang masih sedikit dan belum kuat. Sedangkan ancaman dan siksaan masyarakat kafir Quraisy masih kuat dan status kota Mekkah sebagai pusat agama bangsa Arab. Disana terdapat para pengabdi ka’bah dan tiang sandaran bagi berhala dan patung-patung yang dianggap suci oleh seluruh bangsa Arab.[5]
Dakwah terang-terangan
Setelah Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun, kemudian turunlah ayat yang memerintahkan dakwah secara terang-terangan, yaitu QS. Al-Hijr ayat 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
"Maka sampaikan olehMu secara terang-terangan apa yang diperintahkan dan berpalinglah dari orang-orang musyrik" (QS. Al-Hijr ayat 94)
Dakwah Nabi Muhammad SAW secara terang-terang pertama kali dilakukan di Bukit Shafa. Dalam dakwahnya itu Nabi Muhammad SAW menjelaskan "Bahwa tidaklah aku diutus oleh Allah SWT, melainkan untuk mengajak mereka menyembah Allah SWT dan meninggalkan berhala". Kaum kafir Quraisy yang mendengar dakwah Nabi Muhammad SAW tidak percaya sama sekali, bahkan mereka mendustakannya, mengejek, bahkan Nabi dilempari batu dan kotoran. yang mendustakan Nabi pada saat itu adalah Abu Lahab dan istrinya, dan Abu Jahal.
Dakwah Nabi Muhammad SAW secara terang-terangan untuk kedua kalinya dilakukan dengan mengumpulkan keluarganya di Bukit Shafa, waktu itu diikuit oleh 40 orang termasuk Abu Lahab. Isi dakwah Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya secara terang-terangan untuk kedua kalinya adalah:

1.      Peringatan dan ancaman Allah SWT bagi orang-orang yang tidak beriman sebaliknya, kenikmatan surga bagi orang-orang yang beriman dan beramal soleh
2.      Disebutkannya pada hari akhirat kelak beliau tidak dapat memberi pertolongan, kecuali amal perbuatan sendirilah yang dapat menyelamatkannya
3.      Pertolongan kepada keluarganya supaya dapat membantu dan dapat memelihara Islam
Mendengar dakwah Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab berkata "Binasalah engkau sepanjang hari, apakah untuk ini engkau kumpulkan kami?"
Abu Lahab mengambil batu lalu dilemparkan kepada Nabi Muhammad SAW, menghadapi kejadian itu Nabi Muhammad SAW tetap sabar dan tabah dan berjiwa besar, maka turunlah Surat Al-Lahab.[6]
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).[7]
Ajaran Islam yang didakwahkan di periode Makkah
Ajaran Islam periode Makkah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut:
1.      Keesaan Allah SWT
Islam mengajarkan bahwa pencipta dan pemelihara alam semesta adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Allah SWT tempat bergantung segala apa saja dan makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada selain Allah SWT, yang menyamai-Nya (baca dan pelajari QS. A1-Ikhlas, 112: 1-4).
Umat manusia harus beribadah atau menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Beribadah atau menyembah kepada selain Allah SWT, termasuk ke dalam perilaku syirik, yang hukumnya haram, dan merupakan dosa yang paling besar (lihat Q.S An-Nisa’, 4: 48).
2.      Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
Islam mengajarkan bahwa mati yang dialami oleh setiap manusia, bukanlah akhir kehidupan, tetapi merupakan awal dan kehidupan yang panjang, yakni kehidupan di alam kubur dan di alam akhirat.
Manusia yang ketika di dunianya taat beribadah, giat beramal saleh, dan senantiasa berbudi pekerti yang terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang menyenangkan. Di alam kubur akan memperoleh berbagai kenikmatan dan di alam akhirat akan ditempatkan di surga yang penuh dengan hal-hal yang memuaskan. Tetapi manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah SWT dan banyak berbuat jahat, tentu setelah matinya akan mendapat siksa kubur dan dicampakkan ke dalam neraka yang penuh dengan berbagai macam siksaan. (Baca dan pelajari Q.S. Al-Qari’ah, 101: 1-11)
3.      Kesucian jiwa
Islam menyerukan umat manusia agar senantiasa berusaha menyucikan jiwanya dan melarang keras mengotorinya. Seseorang dianggap suci jiwanya apabila selama hayat di kandung badan senantiasa beriman dan bertakwa atau meninggalkan segala perbuatan dosa, dan dianggap mengotori jiwanya apabila durhaka pada Allah SWT dan banyak berbuat dosa.
Sungguh beruntung orang yang senantiasa memelihara kesucian jiwanya, dan alangkah ruginva orang yang mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10). Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
4.      Persaudaraan dan Persatuan
Persaudaraan mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan persaudaraan landasan bagi terwujudnya persatuan.Islam mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara. Mereka dituntut untuk saling mencintai dan sayang-menyayangi, di bawah naungan rida Ilahi. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dianggap beriman seorang Muslim di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti rnencintai dirinya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i).
Selain itu sesama umat Islam, hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, jangan sekali-kali tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan. Jangan saling menganiaya dan jangan pula membiarkan saudaranya yang teraniaya tanpa diberikan pertolongan. Sedangkan umat Islam yang mampu disuruh untuk memberikan pertolongan kepada saudaranya yang du’afa, yakni para fakir miskin dan anak-anak yatim telantar (baca dan pelajari Q.S. Al-Ma’un, 107: 1-7).[8]
Rintangan dakwah Rasulullah di Makkah
Perlahan tapi pasti, Islam mulai memasuki rumah-rumah penduduk Makkah. Mulailah terbuka mata mereka, bahwa ini bukan main-main, dan pasti menjadi ancaman terhadap kedudukan mereka selama ini di mata seluruh kabilah Arab.
Pada mulanya penduduk Makkah memang tidak menggubris seruan dakwah ini. Akan tetapi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit secara terang-terangan menyatakan celaan terhadap sesembahan dan keyakinan mereka, barulah mereka melakukan balasan dan tekanan. Berbagai upaya mereka lakukan untuk membendung dakwah Islam.[9]
Adapun rintangan yang dihadapi Rasullullah ketika berdakwah di Mekkah antara lain :
1.      Bujuk rayu harta benda
Pemimpin Quraisy mengutus Uthbah Ibnu Rabi’ah untuk membujuk Nabi Muhammad saw. agar menghentikan dakwahnya. Untuk itu, ia menawarkan beberapa pilihan kepada Nabi Muhammad saw. Lalu ia berkata: “Hai Muhammad, bila kamu menginginkan harta kekayaan, saya sanggup menyediakan untukmu. Bila kamu menginginkan pangkat yang tinggi, saya sanggup mengangkatmu menjadi raja, dan bila kamu menginginkan wanita cantik, saya sanggup mencarikannya untukmu. Tetapi dengan syarat kamu mau menghentikan kegiatan dakwahmu.”
Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad saw. menjawab dengan tegas melalui surah as-Sajadah ayat 1-37. Demi mendengar firman itu, Uthbah tertunduk malu dan hati kecilnya membenarkan ajaran Nabi Muhammad saw. Kemudian ia kembali ke kaumnya dan menceritakan apa yang baru saja dialaminya. Kemudian ia menganjurkan kepada masyarakat Quraisy dan kawan-kawannya untuk menerima ajakan Muhammad saw.[10]
2.      Ancaman dan caci maki
Mereka (pemuka kaum kafir Quraisy) menentang dakwah  Nabi Muhammad saw, karena tidak ingin kekuasaannya terganggu karena dakwah Islam yang menekankan keadilan sosial dan persamaan derajat. Dan menganggap kekuatan Nabi Muhammad saw adalah karena adanya perlindungan dari pamannya Abu Talib, sehingga para penguasa mengancam untuk segera menyerahkan  Nabi Muhammad saw atau menghentikan dakwahnya. Dan pamannya meminta untuk menghentikan dakwahnya namun Nabi Muhammad saw menentang, seraya berkata “ Demi Allah! Saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini walaupun seluruh sanak keluargaku akan mengucilkanku”. Hingga akhirnya pamannya berkata “ Teruskanlah! Demi Allah , aku akan membelamu”.
3.      Penganiayaan
Gagal membujuk nabi Muhammad dengan harta benda, para dedengot kafir Quraisy itu lalu melakukan kekerasan kepada Nabi Muhammad saw dan menyiksa para pengikutnya dari dipukul, dicambuk  hingga menghalangi kaum yang ingin beribadah Haji dan melemparinya dengan kotoran.
4.      Pemboikotan Bani Hasyim
Kaum Kafir Quraisy menganggap kalau kuatnya kedudukan kaum muslim adalah karena perlindungan Bani Hasyim. Oleh karena itu mereka mereka memboikot Bani Hasyim  dengan menghentikan hubungan  baik jual beli maupun pernikahan dan sosial dengan seluruh penduduk Makkah yang mana persetujuan ini telah di tandatangani bersama dan di gantung di Kabah. Sehingga menyebabkan Bani Hasyim menderita selama 3 tahun, hingga akhirnya berhenti setelah beberapa pemimpin Kaum Quraisy merasa tindakan itu sangat keterlaluan.[11]
Alasan Kaum Kafir Quraisy menentang dakwah Nabi Muhammad.
Kaum kafir Quraisy adalah kaum yang menentang keras ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Bermacam cara mereka lakukan untuk menghentikan usaha dakwah Rasulullah SAW. Adapun faktor yang melatar belakangi penolakan kaum kafir quraisy terhadap dakwah Islam adalah sebagai berikut.
1.      Ketakutan Kehilangan Kekuasaan
Kaum kafir Quraisy tidak dapat membedakan antara keNabian dan kekuasaan. Di masa itu terjadi perebutan kekuasaan antar suku. Dengan mengikuti ajakan Muhammad mereka menganggap bahwa mereka mengakui kekuasaan Muhammad. Mereka menganggap bahwa dengan mengikuti ajaran Muhammad maka telah tunduk kepada Nabi Muhammad dan Bani Hasyim.
2.      Hilangnya Status Sosial
Masyarakat Quraisy saat itu hidup dalam kelompok-kelompok status sosial atau kasta. Ada kaum majikan dan ada kaum budak. Budak yang dimiliki seseorang adalah golongan yang berkasta rendah. Mereka bisa diperjual belikan dan hak-haknya sebagai manusia tidak dihargai sama sekali. Para pembesar Quraisy pada umumnya memiliki status sosial tinggi. Mereka keberatan jika status sosial mereka disamakan dengan yang lain. Sementara Islam mengajarkan kepada manusia untuk  saling  menghargai  satu  sama lain sebab derajat manusia adalah sama, yang membedakannya di sisi Allah hanyalah tingkat ketaqwaannya saja. Oleh karena itu kaum kafir Quraisy menentang ajaran Islam.
3.      Hilangnya perdagangan patung
Orang kafir Quraisy adalah masyarakat penyembah berhala. Membuat berhala merupakan mata pencaharian masyarakat ketika itu. Mereka membuat berhala Latta, Uzza, Manat dan Hubbal kemudian dijual kepada orang-orang yang mengunjungi kakbah yang nantinya dijadikan sesembahan. Sementara itu Islam mengajarkan bahwa manusia hanya menyembah Allah semata dan tidak boleh menyembah selain Allah. Jika mereka mengikutiajaran Islam maka mereka khawatir kalau mata pencahariannya sebagai pembuat patung tersebut akan hilang.[12]
C.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah memulai dakwahnya dengan cara diam-diam selama tiga tahun muali dari keluarga dekatnya. Setelah itu turun wahyu yang memerintahkan agar Rasulullah mendakwahkan Islam secara terang-terangan.
Selama nabi Muhammad mendakwahkan Islam di Makkah seringkali menghadapi berbagai macam rintangan. Rintangan terbesar datang dari para pembesar Quraisy yang merasa terancam kedudukannya. Mereka menganggap dakwah Islam dapat menghancurkan pengaruh dan kedudukannya dikalangan penduduk Mekkah.



[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Jahiliyah
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad
[3] http://muhammad-haidir.blogspot.com/2013/05/langkah-awal-dakwah-nabi-saw.html
[4] http://www.islamquest.net/id/archive/question/id22608
[5] https://www.muttaqin.id/2016/05/dakwah-nabi-muhammad-saw-secara.html
[6] http://muslim-kekinian.blogspot.com/2016/02/dakwah-nabi-muhammad-saw-secara-terang.html
[7] https://zhye.wordpress.com/2009/07/06/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-periode-mekah/
[8] http://ulashoim.blogspot.com/2017/10/dakwah-rasulullah-di-mekkah_31.html
[9] http://salafy.or.id/blog/2012/05/26/rintangan-dakwah-mulai-bermunculan/
[10] http://hikmah-kata.blogspot.com/2012/09/hambatan-dan-rintangan-dakwah-nabi.html
[11] http://yulinurtaufik.blogspot.com/2015/05/beberapa-rintangan-dakwah-nabi-muhammad.html
[12] http://www.sarisejarah.com/2016/01/mengapa-kaum-kafir-quraisy-menolak.html