Thursday, October 5, 2017

HUSNUZHAN



A.    PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya terlahir sebagai makhluk sosial. Disebut demikian karena manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri, mau tidak mau manusia membutuhkan pertolongan orang lain.
Bukti bahwa manusia sangat membutuhkan pertolongan orang lain adalah saat manusia lahir di dunia manusia tidak berdaya sama sekali, tidak bisa jalan, tidak mampu menggunakan anggota badannya untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan lain sebagainya sehingga membutuhkan pertolongan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Apabila kita melihat kambing, ayam, dan bintang lainya ketika lahir langsung bisa berdiri jalan dan cari makan sendiri berbeda dengan kita manusia. Manusia selalu membutuhkan dan mengharapkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hidup seorang manusia akan menjadi mudah apabila saling tolong menolong. Agar tercipta budaya saling tolong menolong maka seseorang harus membangun hubungan baik dengan orang lain. Hubungan baik biasanya terbentuk dari komunikasi yang baik. Sedangkan komunikasi yang baik terbentuk dari akhlak yang baik atau akhlakul karimah.
Akhlakul karimah pada dasarnya merupakan kunci sukses dari kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Alasan kita harus berakhlak mulia karena kita butuh perlakuan baik dari orang lain. Kalau kita berbuat baik maka orang lain akan berbuat baik pula kepada kita dan sebaliknya kalau kita berbuat buruk pada orang lain biasanya orang lain akan berbuat buruk pula pada kita. Dengan demikian Islam agama kita menganjurkan kita agar senantiasa berakhlak mulia agar mendapat kemudahan dalam segala urusan.
Salah satu contoh akhlak yang baik adalah husnuzhan (berbaik sangka). Senantiasa mengendalikan diri agar selalu berhusnuzhan memang tidak gampang, ada saja godaannya. Akan tetapi bila kita berhasil istiqomah dalam husnuzhan maka hidup kita akan bahagia, rizki akan datang tanpa diduga-duga. karena pada dasarnya suatu prasangka termasuk husnuzhan sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Baik buruk prasangka yang ada dalam diri manusia akan menimbulkan sebuah sugesti bagi  manusia itu sendiri dan mengarahkan perbuatan seorang manusia.
Berangkat dari latar belakang diatas, maka penulis bermaksud untuk mengkaji mengenai pengertian husnuzhan, macam-macam husnuzhan, dan manfaat husnuzhan.
B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Husnuzhan
Husnuzhan secara bahasa berasal dari dua kata yakni husn (حسن) yang artinya baik dan zhan (لظنا) yang artinya prasangka. Adapun secara istilah husnuzhan berarti sikap mental dan cara pandang yang menyebabkan seseorang melihat sesuatu secara positif atau melihat dari sisi positif.[1] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa husnuzhan biasa dikenal dengan sebutan positif thinking karena berusaha melihat sesuatu dari sisi positif.
2.      Macam-macam Husnuzhan.
Berdasarkan macamnya husnuzhan dibagi menjadi tiga yaitu:
a.       Husnuzhan kepada Allah.
Husnuzan terhadap Allah SWT artinya berbaik sangka pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta dan segala isinya yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan serta bersih dari segala sifat kekurangan. Husnuzan terhadap Allah SWT merupakan sikap mental dan termasuk salah satu tanda beriman kepada-Nya. Di antara sikap perlaku terpuji, yang akan dilakukan oleh orang yang berbaik sangka pada Allah SWT ialah syukur dan sabar.[2]
1)      Syukur.
Bersyukur adalah suatu perbuatan yang bertujuan untuk berterima kasih atas segala limpahan nikmat yang telah Allah SWT berikan.
Maka selalu bersyukur jika kita diberi suatu nikmat Allah SWT, tidak memandang nikmat itu banyak atau sedikit. Karena orang yang selalu bersyukur niscaya Allah SWT akan menambah kenikmatan tersebut.
Rasa syukur yang hakiki di bangun di atas lima pondasi utama dan barang siapa yang dapat merealisasikannya, maka dia adalah seseorang yang bersyukur dengan benar. Lima pondasi tersebut adalah:
a)          Merendahnya orang yang bersyukur di hadapan yang dia syukuri (Allah SWT)
b)         Kecintaan terhadap Sang Pemberi nikmat (Allah SWT)
c)          Mengakui seluruh kenikmatan yang Dia berikan
d)         Senantiasa memuji-Nya atas segala nikmat tersebut
e)          Tidak menggunakan nikmat tersebut untuk sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT.
Dengan demikian syukur merupakan bentuk pengakuan atas nikmat Allah dengan penuh sikap kerendahan serta menyandarkan nikmat tersebut kepada-Nya, memuji Nya dan menyebut-nyebut nikmat itu, kemudian hati senantiasa mencintai Nya, anggota badan taat kepada-Nya serta lisan tak henti-henti menyebut nama-Nya.[3]
2)      Sabar.
Sabar secara bahasa artinya ikatan. Menurut ajaran Islam, sabar adalah sikap teguh dalam menghadapi segala cobaan dan rintangan dengan tidak melupakan ikhtiar atau usaha. Sabar tidak sama dengan pasrah. Pasrah adalah sifat penyerah terhadap keadaan tanpa melakukan usaha atau disebut juga berangan-angan tanpa usaha.
Hakikat sabar berarti ketika kita mampu mengendalikan diri dari dosa, menaati segala perintah Allah, ketika mampu memegang teguh akidah Islam, dan ketika mampu tabah serta tidak mengeluh atas musibah dan keburukan apa pun yang menimpa kita.[4]
Berdasarkan macamnya, sabar dibagi menjadi tiga antara lain sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi kemaksiatan, sabar dalam menerima takdir Allah.[5]
a)      Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan pula bahwa dalam melakukan ketaatan itu butuh kesabaran yang terus menerus dijaga karena:
(1)   Ketaatan itu akan membebani seseorang dan mewajibkan sesuatu pada jiwanya.
(2)   Ketaatan itu terasa berat bagi jiwa, karena ketaatan itu hampir sama dengan meninggalkan maksiat yaitu terasa berat bagi jiwa yang selalu memerintahkan pada keburukan.
b)      Sabar dalam menjauhi kemaksiatan.
Ingatlah bahwa jiwa seseorang biasa memerintahkan dan mengajak kepada kejelekan, maka hendaklah seseorang menahan diri dari perbuatan-perbuatan haram seperti berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan cara bathil dengan riba dan semacamnya, berzina, minum minuman keras, mencuri dan berbagai macam bentuk maksiat lainnya. Seseorang harus menahan diri dari hal-hal semacam ini sampai dia tidak lagi mengerjakannya dan ini tentu saja membutuhkan pemaksaan diri dan menahan diri dari hawa nafsu yang mencekam.
c)      Sabar dalam menerima takdir Allah.
Ingatlah bahwa takdir Allah itu ada dua macam, ada yang menyenangkan dan ada yang terasa pahit. Untuk takdir Allah yang menyenangkan, maka seseorang hendaknya bersyukur. Dan syukur termasuk dalam melakukan ketaatan sehingga butuh juga pada kesabaran dan hal ini termasuk dalam sabar bentuk pertama di atas. Sedangkan takdir Allah yang dirasa pahit misalnya seseorang mendapat musibah pada badannya atau kehilangan harta atau kehilangan salah seorang kerabat, maka ini semua butuh pada kesabaran dan pemaksaan diri. Dalam menghadapi hal semacam ini, hendaklah seseorang sabar dengan menahan dirinya jangan sampai menampakkan kegelisahan pada lisannya, hatinya, atau anggota badan.[6]
b.      Husnuzhan terhadap Diri Sendiri.
Husnuzan kepada diri sendiri adalah sikap baik sangka kepada diri sendiri dan meyakini akan kemampuan diri  sendiri atau juga berbaik sangka terhadap apa yang ada di dalam diri kita sendiri atau menghargai usaha yang telah kita lakukan dalam mencapai tujuan.
          Allah menciptakan makhluknya berbeda-beda dan tidak ada yang sama, semua itu supaya kita saling melengkapi dan saling membantu. Setiap manusia pasti memiliki kelemahan dan kelebihan, namun kita jangan rendah diri dengan kelemahan yang di miliki. Kita harus berusaha optimis dan tidak mudah putus asa.[7]
Muslim dan muslimah yang husnuzan atau berbaik sangka terhadap diri sendiri tentu akan berprilaku terpuji terhadap dirinya sendiri seperti percaya diri, gigih, serta mampu berinisiatif.[8]
1)      Percaya diri.
Percaya diri termasuk sikap dan perilaku terpuji yang harus dimiliki oleh setiap Muslim/Muslimah karena seseorang yang percaya diri tentu akan yakin terhadap kemampuan dirinya, sehingga ia berani mengeluarkan pendapat dan berani pula melakukan suatu tindakan. Muslim/Muslimah yang berilmu pengetahuan tinggi dan memiliki keterampilan yang bermanfaat apabila ia percaya diri, tentu ia akan memperoleh keberhasilan dalam hidup.[9]
2)      Gigih.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata gigih berasal dari bahasa Minangkabau yang artinya berkeras hati, tabah, dan rajin. Gigih juga dapat diartikan bersungguh-sungguh dalam meraih sesuatu. Sikap dan perilaku gigih dalam pengertian yang positif merupakan bagian dari sikap mahmudah (sikap terpuji) dan akhlakul karimah. Setiap muslim dan muslimah wajib memiliki sikap gigih. Sikap gigih hendaknya diterapkan dalam kehidupan antara lain dalam hal ibadah dan menuntut ilmu.[10]
3)      Berinisiatif.
Kata inisiatif berasal dari bahasa Belanda yang berarti prakarsa atau langkah pertama. Inisiatif juga berarti berbuat yang sifatnya produktif ( memiliki etos kerja yang tinggi) dan tidak tergantung kepada orang lain. Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja yang tingi. Seseorang yang memiliki inisiatif disebut inisiator.
Inisiatif dalam hal positif merupakan sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang muslim dan muslimah. Muslim/Muslimah yang berprasangka baik terhadap dirinya, tentu akan berkeyakinan bahwa dirinya mampu berinisiatif yang positif dalam bidang yang ditekuninya dan sesuai dengan keahliannya.[11]
c.       Husnuzhan terhadap sesama manusia.
Husnudzan kepada sesama manusia adalah sikap yang selalu berpikir dan berprasangka baik kepada sesama manusia. Sikap ini ditunjukkan dengan rasa senang, berpikir positif, dan sikap hormat kepada orang lain tanpa ada rasa curiga, dengki, dan perasaan tidak senang tanpa alasan yang jelas. Berprasangka baik terhadap sesama manusia hukumnya mubah/jaiz/boleh.
Husnudzan terhadap sesama baik berupa sikap, ucapan, dan perbuatan yang hendaknya kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.[12]
3.      Manfaat Husnuzhan.
Adapun manfaat dari husnuzhan antara lain hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama, serta selalu senang dan bahagia atas kebahagiaan orang lain. Selain itu dengan membiasakan husnuzhan kita dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, meningkatkan kualitas dan kuantitas amal soleh, meningkatkan hubungan silaturahmi, meningkatkan kualitas ilmu. Sedangkan hikmah dari husnuzhan antara lain menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, menumbuhkan perasaan syukur kepada Allah atas nikmatnya, menumbuhkan sikap sabar dan tawakal, menumbuhkan keinginan untuk mendapat anugerah dan Rahmat Allah dengan cara ikhtiar dan berusaha.[13]
C.     KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas mengenai husnuzhan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Husnuzhan adalah berprasangka baik atau positif thingking.
2.      Husnuzhan dibagi menjadi tiga macam yaitu husnuzhan terhadap Allah, husnuzhan terhadap diri sendiri, husnuzhan terhadap sesama manusia.
3.      Manfaat dari husnuzhan antara lain hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama, serta selalu senang dan bahagia atas kebahagiaan orang lain.


[1] http://walpaperhd99.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-husnuzan-pengertian-secara.html.
[2] https://edudetik.blogspot.co.id/2013/11/makalah-husnuzan.html
[3] http://masirul.com/bersyukur/
[4] walpaperhd99.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-arti-sabar-menurut-islam.html
[5] https://muslimah.or.id/7300-3-macam-kesabaran.html.
[6] https://rumaysho.com/9579-macam-sabar.html
[7] http://adlanazmipriansyah.blogspot.co.id/2010/11/husnuzan-terhadap-diri-sendiri.html.
[8] http://www.altundo.com/pengertian-husnuzan-dan-contoh-contoh-perilaku-husnuzan.
[9] http://blangmeunara.blogspot.co.id/2017/03/makalah-husnudzan.html.
[10] https://edudetik.blogspot.co.id/2013/11/makalah-husnuzan.html.
[11] Ibid.
[12] http://www.islamku-ilmuku.web.id/2016/07/pengertian-macam-dan-manfaat-husnudzan.html.
[13] http://hadisaepulloh.blogspot.co.id/2014/01/prilaku-terpuji-husnuzan-dan-manfaatnya.html.
 

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

silahkan berkomentar asal sopan