A.
PENDAHULUAN
Manusia pada
dasarnya terlahir sebagai makhluk sosial. Disebut demikian karena manusia pada
dasarnya tidak mampu hidup sendiri, mau tidak mau manusia membutuhkan
pertolongan orang lain.
Bukti bahwa
manusia sangat membutuhkan pertolongan orang lain adalah saat manusia lahir di
dunia manusia tidak berdaya sama sekali, tidak bisa jalan, tidak mampu
menggunakan anggota badannya untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan lain
sebagainya sehingga membutuhkan pertolongan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya.
Apabila kita
melihat kambing, ayam, dan bintang lainya ketika lahir langsung bisa berdiri
jalan dan cari makan sendiri berbeda dengan kita manusia. Manusia selalu
membutuhkan dan mengharapkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Hidup seorang
manusia akan menjadi mudah apabila saling tolong menolong. Agar tercipta budaya
saling tolong menolong maka seseorang harus membangun hubungan baik dengan
orang lain. Hubungan baik biasanya terbentuk dari komunikasi yang baik.
Sedangkan komunikasi yang baik terbentuk dari akhlak yang baik atau akhlakul
karimah.
Akhlakul
karimah pada dasarnya merupakan kunci sukses dari kehidupan manusia baik di
dunia maupun di akhirat. Alasan kita harus berakhlak mulia karena kita butuh
perlakuan baik dari orang lain. Kalau kita berbuat baik maka orang lain akan
berbuat baik pula kepada kita dan sebaliknya kalau kita berbuat buruk pada
orang lain biasanya orang lain akan berbuat buruk pula pada kita. Dengan
demikian Islam agama kita menganjurkan kita agar senantiasa berakhlak mulia
agar mendapat kemudahan dalam segala urusan.
Salah satu
contoh akhlak yang baik adalah husnuzhan (berbaik sangka). Senantiasa
mengendalikan diri agar selalu berhusnuzhan memang tidak gampang, ada saja godaannya.
Akan tetapi bila kita berhasil istiqomah dalam husnuzhan maka hidup kita akan
bahagia, rizki akan datang tanpa diduga-duga. karena pada dasarnya suatu
prasangka termasuk husnuzhan sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia.
Baik buruk prasangka yang ada dalam diri manusia akan menimbulkan sebuah
sugesti bagi manusia itu sendiri dan mengarahkan perbuatan seorang
manusia.
Berangkat dari
latar belakang diatas, maka penulis bermaksud untuk mengkaji mengenai
pengertian husnuzhan, macam-macam husnuzhan, dan manfaat husnuzhan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Husnuzhan
Husnuzhan secara bahasa berasal dari
dua kata yakni husn (حسن)
yang artinya baik dan zhan (لظنا)
yang artinya prasangka. Adapun secara istilah husnuzhan berarti sikap mental dan
cara pandang yang menyebabkan seseorang melihat sesuatu secara positif atau
melihat dari sisi positif.[1] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
husnuzhan biasa dikenal dengan sebutan positif thinking karena berusaha melihat
sesuatu dari sisi positif.
2.
Macam-macam
Husnuzhan.
Berdasarkan macamnya husnuzhan dibagi
menjadi tiga yaitu:
a.
Husnuzhan
kepada Allah.
Husnuzan terhadap Allah SWT artinya berbaik
sangka pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta dan segala
isinya yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan serta bersih dari segala
sifat kekurangan. Husnuzan terhadap Allah SWT merupakan sikap mental dan
termasuk salah satu tanda beriman kepada-Nya. Di antara sikap perlaku terpuji,
yang akan dilakukan oleh orang yang berbaik sangka pada Allah SWT ialah syukur
dan sabar.[2]
1)
Syukur.
Bersyukur adalah suatu perbuatan yang
bertujuan untuk berterima kasih atas segala limpahan nikmat yang telah Allah
SWT berikan.
Maka selalu bersyukur jika kita diberi
suatu nikmat Allah SWT, tidak memandang nikmat itu banyak atau sedikit. Karena
orang yang selalu bersyukur niscaya Allah SWT akan menambah kenikmatan
tersebut.
Rasa syukur yang hakiki di bangun di
atas lima pondasi utama dan barang siapa yang dapat merealisasikannya, maka dia
adalah seseorang yang bersyukur dengan benar. Lima pondasi tersebut adalah:
a)
Merendahnya
orang yang bersyukur di hadapan yang dia syukuri (Allah SWT)
b)
Kecintaan
terhadap Sang Pemberi nikmat (Allah SWT)
c)
Mengakui
seluruh kenikmatan yang Dia berikan
d)
Senantiasa
memuji-Nya atas segala nikmat tersebut
e)
Tidak
menggunakan nikmat tersebut untuk sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT.
Dengan demikian syukur merupakan bentuk
pengakuan atas nikmat Allah dengan penuh sikap kerendahan serta menyandarkan
nikmat tersebut kepada-Nya, memuji Nya dan menyebut-nyebut nikmat itu, kemudian
hati senantiasa mencintai Nya, anggota badan taat kepada-Nya serta lisan tak
henti-henti menyebut nama-Nya.[3]
2)
Sabar.
Sabar secara bahasa artinya ikatan.
Menurut ajaran Islam, sabar adalah sikap teguh dalam menghadapi segala cobaan
dan rintangan dengan tidak melupakan ikhtiar atau usaha. Sabar tidak sama
dengan pasrah. Pasrah adalah sifat penyerah terhadap keadaan tanpa melakukan
usaha atau disebut juga berangan-angan tanpa usaha.
Hakikat sabar berarti ketika kita mampu
mengendalikan diri dari dosa, menaati segala perintah Allah, ketika mampu
memegang teguh akidah Islam, dan ketika mampu tabah serta tidak mengeluh atas
musibah dan keburukan apa pun yang menimpa kita.[4]
Berdasarkan macamnya, sabar dibagi
menjadi tiga antara lain sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam
menjauhi kemaksiatan, sabar dalam menerima takdir Allah.[5]
a)
Sabar dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
mengatakan pula bahwa dalam melakukan ketaatan itu butuh kesabaran yang terus
menerus dijaga karena:
(1) Ketaatan itu
akan membebani seseorang dan mewajibkan sesuatu pada jiwanya.
(2) Ketaatan itu
terasa berat bagi jiwa, karena ketaatan itu hampir sama dengan meninggalkan
maksiat yaitu terasa berat bagi jiwa yang selalu memerintahkan pada keburukan.
b)
Sabar dalam
menjauhi kemaksiatan.
Ingatlah bahwa jiwa seseorang biasa
memerintahkan dan mengajak kepada kejelekan, maka hendaklah seseorang menahan
diri dari perbuatan-perbuatan haram seperti berdusta, menipu dalam muamalah,
makan harta dengan cara bathil dengan riba dan semacamnya, berzina, minum
minuman keras, mencuri dan berbagai macam bentuk maksiat lainnya. Seseorang harus
menahan diri dari hal-hal semacam ini sampai dia tidak lagi mengerjakannya dan
ini tentu saja membutuhkan pemaksaan diri dan menahan diri dari hawa nafsu yang
mencekam.
c)
Sabar dalam
menerima takdir Allah.
Ingatlah bahwa takdir Allah itu ada dua
macam, ada yang menyenangkan dan ada yang terasa pahit. Untuk takdir Allah yang
menyenangkan, maka seseorang hendaknya bersyukur. Dan syukur termasuk dalam
melakukan ketaatan sehingga butuh juga pada kesabaran dan hal ini termasuk
dalam sabar bentuk pertama di atas. Sedangkan takdir Allah yang dirasa pahit
misalnya seseorang mendapat musibah pada badannya atau kehilangan harta atau
kehilangan salah seorang kerabat, maka ini semua butuh pada kesabaran dan
pemaksaan diri. Dalam menghadapi hal semacam ini, hendaklah seseorang sabar
dengan menahan dirinya jangan sampai menampakkan kegelisahan pada lisannya,
hatinya, atau anggota badan.[6]
b.
Husnuzhan
terhadap Diri Sendiri.
Husnuzan kepada
diri sendiri adalah sikap baik sangka kepada diri sendiri dan meyakini akan
kemampuan diri sendiri atau juga berbaik sangka terhadap apa yang ada di
dalam diri kita sendiri atau menghargai usaha yang telah kita lakukan dalam mencapai
tujuan.
Allah menciptakan makhluknya berbeda-beda dan tidak ada yang sama, semua itu
supaya kita saling melengkapi dan saling membantu. Setiap manusia pasti
memiliki kelemahan dan kelebihan, namun kita jangan rendah diri dengan
kelemahan yang di miliki. Kita harus berusaha optimis dan tidak mudah putus
asa.[7]
Muslim dan
muslimah yang husnuzan atau berbaik sangka terhadap diri sendiri tentu akan berprilaku
terpuji terhadap dirinya sendiri seperti percaya diri, gigih, serta mampu
berinisiatif.[8]
1)
Percaya diri.
Percaya diri termasuk sikap dan perilaku
terpuji yang harus dimiliki oleh setiap Muslim/Muslimah karena seseorang yang
percaya diri tentu akan yakin terhadap kemampuan dirinya, sehingga ia berani
mengeluarkan pendapat dan berani pula melakukan suatu tindakan. Muslim/Muslimah
yang berilmu pengetahuan tinggi dan memiliki keterampilan yang bermanfaat
apabila ia percaya diri, tentu ia akan memperoleh keberhasilan dalam hidup.[9]
2)
Gigih.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa kata gigih berasal dari bahasa Minangkabau yang artinya berkeras hati,
tabah, dan rajin. Gigih juga dapat diartikan bersungguh-sungguh dalam meraih
sesuatu. Sikap dan perilaku gigih dalam pengertian yang positif merupakan
bagian dari sikap mahmudah (sikap terpuji) dan akhlakul karimah. Setiap muslim
dan muslimah wajib memiliki sikap gigih. Sikap gigih hendaknya diterapkan dalam
kehidupan antara lain dalam hal ibadah dan menuntut ilmu.[10]
3)
Berinisiatif.
Kata inisiatif berasal dari bahasa
Belanda yang berarti prakarsa atau langkah pertama. Inisiatif juga berarti
berbuat yang sifatnya produktif ( memiliki etos kerja yang tinggi) dan tidak
tergantung kepada orang lain. Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki etos
kerja yang tingi. Seseorang yang memiliki inisiatif disebut inisiator.
Inisiatif dalam hal positif merupakan
sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang muslim dan muslimah.
Muslim/Muslimah yang berprasangka baik terhadap dirinya, tentu akan
berkeyakinan bahwa dirinya mampu berinisiatif yang positif dalam bidang yang
ditekuninya dan sesuai dengan keahliannya.[11]
c.
Husnuzhan
terhadap sesama manusia.
Husnudzan kepada sesama manusia adalah
sikap yang selalu berpikir dan berprasangka baik kepada sesama manusia. Sikap
ini ditunjukkan dengan rasa senang, berpikir positif, dan sikap hormat kepada
orang lain tanpa ada rasa curiga, dengki, dan perasaan tidak senang tanpa
alasan yang jelas. Berprasangka baik terhadap sesama manusia hukumnya
mubah/jaiz/boleh.
Husnudzan terhadap sesama baik berupa
sikap, ucapan, dan perbuatan yang hendaknya kita terapkan dalam kehidupan
sehari-hari.[12]
3.
Manfaat
Husnuzhan.
Adapun manfaat dari husnuzhan antara
lain hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, terhindar dari
penyesalan dalam hubungan dengan sesama, serta selalu senang dan bahagia atas
kebahagiaan orang lain. Selain itu dengan membiasakan husnuzhan kita dapat meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan, meningkatkan kualitas dan kuantitas amal soleh,
meningkatkan hubungan silaturahmi, meningkatkan kualitas ilmu. Sedangkan hikmah
dari husnuzhan antara lain menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, menumbuhkan
perasaan syukur kepada Allah atas nikmatnya, menumbuhkan sikap sabar dan
tawakal, menumbuhkan keinginan untuk mendapat anugerah dan Rahmat Allah dengan
cara ikhtiar dan berusaha.[13]
C.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas
mengenai husnuzhan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Husnuzhan
adalah berprasangka baik atau positif thingking.
2.
Husnuzhan
dibagi menjadi tiga macam yaitu husnuzhan terhadap Allah, husnuzhan terhadap
diri sendiri, husnuzhan terhadap sesama manusia.
3.
Manfaat dari
husnuzhan antara lain hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih
baik, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama, serta selalu
senang dan bahagia atas kebahagiaan orang lain.