Bulan Ramadhan telah berakhir setelah sebulan penuh kita berpuasa. Bulan ramadhan
merupakan bulan pendidikan bagi umat Islam. Umat Islam di bulan tersebut tidak
hanya diwajibkan berpuasa dalam artian menahan lapar dan dahaga saja, melainkan
diperintahkan untuk menahan diri dari perbuatan yang merusak puasa seperti
bersenandau gurau, berbicara porno, ghibah, berdebat dan lain sebagainya. Intinya
puasa bagi umat Islam adalah ibadah yang mengajarkan seorang hamba agar mampu
mengendalikan hawa nafsu agar meraih derajat takwa. Untuk menjaga diri dari
perbuatan yang merusak puasa maka umat Islam dianjurkan untuk mengisi waktu
selama bulan ramadhan dengan memperbanyak dan meningkatkan amal ibadah seperti
membaca Al-Qur’an kalau bisa sampai khatam, memperbanyak amalan sunnah, dan
berfastabiqul khoirot.
Salah satu tanda diterimanya ibadah puasa kita selama ramadhan adalah
istiqomah dalam beramal shalih bahkan meningkat amal shalihnya dibulan
berikutnya yakni bulan syawal.
Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimahullah berkata “Kembali lagi melakukan puasa
setelah puasa Ramadhan, itu tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan. Karena
Allah jika menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberi taufik untuk
melakukan amalan shalih setelah itu. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama,
‘Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.’ Oleh karena itu, siapa
yang melakukan kebaikan lantas diikuti dengan kebaikan selanjutnya, maka itu
tanda amalan kebaikan yang pertama diterima. Sedangkan yang melakukan kebaikan
lantas setelahnya malah ada kejelekan, maka itu tanda tertolaknya kebaikan
tersebut dan tanda tidak diterimanya.[1]
Berdasarkan keterangan di atas, pesan yang tersirat adalah tanda bahwa
suatu amal kebaikan itu diterima yakni apabila kebaikan tersebut diikuti
kebaikan selanjutnya. Artinya setelah seorang hamba selesai melakukan amalan
ibadah kemudian tergerak untuk melakukan suatu kebaikan maka itu tandanya
ibadahnya diterima.
Bulan syawal merupakan bulan yang menjadi cerminan diterima atau tidaknya
ibadah puasa kita. Apabila kita melanjutkan kebiasaan beramal shalih selama
ramadhan di bulan selanjutnya yakni di bulan syawal berarti amal ibadah kita
selama bulan ramadhan itu diterima atau paling tidak membekas dalam bentuk
kebaikan selanjutnya.
Tak ada salahnya menjadikan bulan syawal sebagai sarana untuk meningkatkan
amal ibadah kita walaupun bulan syawal secara bahasa tidak ada sangkut pautnya
dengan peningkatan. Secara bahasa bulan syawal berarti mengangkat atau
menegakkan.
Ibnul ‘Allan asy Syafii mengatakan, “Penamaan bulan Syawal itu diambil dari
kalimat Sya-lat al Ibil yang maknanya onta itu mengangkat atau menegakkan
ekornya. Syawal dimaknai demikian, karena dulu orang-orang Arab menggantungkan
alat-alat perang mereka, disebabkan sudah dekat dengan bulan-bulan haram, yaitu
bulan larangan untuk berperang.”(Dalil al Falihin li Syarh Riyadh al Shalihin).[2]
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda amalan yang paling
dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit. (HR.
Muslim no. 783)[3]. Berdasarkan dalil
tersebut maka disimpulkan bahwa umat Islam dalam beramal shalih tidak boleh
sebatas musiman saja dalam arti selama bulan ramadhan melainkan harus istiqomah
dibulan selanjutnya.
Sebagian ulama berkata Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah
di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin
ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun.[4] Oleh karena
itu agar kita tidak masuk ke dalam golongan yang tercela menurut ulama, maka
marilah kita lanjutkan kebiasaan beramal shalih selama Ramadhan di bulan Syawal
ini, misalnya dengan melanjutkan berpuasa sunnah di bulan syawal atau istiqomah
falam melaksanakan qiyamul lail. Selain itu apabila kita istiqomah dalam
beramal shalih maka kita kan termasuk ke dalam golongan yang dicintai oleh
Allah SWT, sebagaimana yang disinggung dalam hadits di atas. Selanjutnya marilah
kita jadikan bulan syawal ini sebagai bulan untuk berfastabiqul khairat agar
kita layak untuk menyandang gelar hamba yang bertakwa.