Pemikiran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam timbul terutama
sebagai hasil kontak yang terjadi antara
dunia Islam dan Barat. Dengan adanya kontak itu, umat Islam abad XIX sadar
bahwa mereka telah mengalami kemunduran diperbandingan dengan Barat. Sebelum
periode modern, kontak sebenarnya sudah ada, terlebih antara Kerajaan Usmani
yang mempunyai daerah kekuasaan di daratan Eropa dengan beberapa negara Barat.
Pembaharuan yang diusahakan pemuka-pemuka Usmani abad kedelapan belas tidak
ada artinya. Usaha dilanjutkan di abad kesembilan belas dan inilah kemudian
yang membawa kepada perubahan besar di Turki. Seoarang terpelajar Islam
memberikan gambaran pada abad kesembilan belas, Ia mengatakan betapa
terbelakangnya umat Islam ketika itu.
Kontak dengan kebudayaan Barat yang lebih tinggi ini ditambah dengan
cepatnya kekuatan Mesir dapat dipatahkan oleh Napoleon, membuka mata
pemuka-pemuka Islam Mesir untuk mengadakan pembaharuan. Dimana usaha
pembaharuan dimulai oleh Muhammad Ali Pasya (1765-1848 M) seorang perwira
Turki.[1]
Latar belakang pembaruan dunia Islam.
Berawal dari kemunduran yang di alami oleh umat Islam dan Barat semakin
menunjukan Eksistensinya sebagai pusat peradaban. Akhirnya munculah banyak
pemikir-pemikir Islam yang tersadar bahwa keadaan umat Islam saat itu sangat
terbelakang. Maka mereka melakukan suatu gerakan yang menghasilkan gagasan
untuk membangkitkan umat Islam dari ketepurukan itu dan sangat banyak
tokoh-tokoh yang memberikan jasa nya. Adapun faktor-faktor yang melatar
belakangi munculnya ide pembaruan Islam antara lain :
Paham tauhid yang dianut kaum muslimim yang bercampur dengan kebiasaan yang
dipengaruhi oleh kelompok-kelompok, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal
lain yang membawa kepada kekufuran.
Sifat jumud membuat umat Islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat Islam
maju dikarenakan pada saat itu mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk
berijtihad maka mereka tidak mungkin mengalami kemajuan. Untuk itu perlu
diadakan pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
Umat Islam selalu berpecah belah, mereka tidak akan mengalami kemajuan
apabila tidak adanya persatuan dan kesatuan yang diikat oleh tali ajaran Islam.
Karena itulah, bangkit suatu gerakan pembaharuan.
Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dan barat. Dengan adanya
kontak ini mereka sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan
barat. Terutama sekali saat terjadinya peperangan antara kerajaan ustmani
dengan kerajaan eropa, yang biasanya tentara kerajaan utsmani selalu menang
dalam peperangan dan pada akhirnya mengalami kekalahan ditangan barat. Hal ini
membuat pembesar-pembesar utsmani menyelidiki rahasia kekuatan militer eropa
yang baru muncul. Ternyata rahasianya adalah kekuatan militer modern yang
dimiliki eropa sehingga pembaharuan juga dipusatkan pada bidang militer.[2]
Tokoh-tokoh pembaruan Islam
1.
Pembaruan Islam di Arab Saudi
a. Muhammad bin Abdul
Wahab
Beliau dilahirkan di Uyainah, sebuah dusun di
Najed bagian Timur Saudi Arabia. Ia di besarkan dalam lingkungan keluarga
beragama yang ketat di bawah pengaruh madzhab Hambali, yaitu madzhab yang
memperkenalkan dirinya sebagai aliran Salafiyah.
Muhammab bin Abdul Wahab menamakan gerakannya,
“Gerakah Muwahidin yaitu gerakan yang bertujuan untuk mensucikan dan
meng-Esakan Allah dengan semurni-murninya yang mudah, gampang dipahami, dan
diamalkan persis seperti Islam pada masa permulaan sejarahnya. Gerakan yang
dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab ini disebut “Gerakan Wahabi” sebagai ejekan
oleh lawan-lawannya.
Hal-hal yang ditekankan gerakan ini berkisar pada
masalah memurnikan tauhid, yaitu:
1) Yang boleh dan wajib
disembah hanyalah Allah swt. Barang siapa yang menyembah selain Allah adalah
Musyrik dan boleh dibunuh.
2) Meminta pertolongan
kepada wali, syaikh, atau kekuatan ghaib lainnya adalah Musyrik.
3) Berdo’a dengan
menggunakan perantara, baik nabi, wali, atau malaikat adalah Musyrik.
4) Meminta pertolongan
dan bernadzar kepada selain Allah adalah Musyrik.
b.
Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha
Gerakan yang mereka pelopori ini muncul sekitar
abad XIX. Gerakan mereka dinamakan “Muhyi Atsais Salaf” atau dikenal dengan gerakan
Salafiyah. Gerakan ini merupakan mata rantai kedua setelah gerakan Wahabi.
Tujuan gerakan ini adalah untuk menegakkan ajaran
Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dab As-Sunnah. Uraian masing-masing tokoh
adalah sebagai berikut:
1) Jamaluddin al Afghani
(1838-1897 M)
Lahir di dekat Kabul Afganistan tahun 1839 M dan
meninggal di Istanbul Turki tahun 1897 M. adapun pemikirannya tentang agama
adalah:
a) Islam adalah agama
yang sesuai untuk segala bangsa dan masa.
b) Pendirian tentang
pintu ijtihad tetap terbuka adalah benar, karena dengan itu Islam dapat
menjawab tantangan zaman.
c) Kehancuran umat Islam
karena leahnya tali persaudaraan dan solidaritas Islam.
2) Muhammad Abduh
(1849-1905 M)
Lahir di Mesir 1849 M dan meninggal tahun 1905 M.
ia menegaskan umat Islam hanya dapat bangkit jika mau membekali dengan semangat
jihad, bekal berjihad dan berijtihad bersumber pada ajaran Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
3)
Rasyid Ridha (1856-1935 M)
Ia merupakan salah satu murid Muhammad Abduh.
Lahir tahun 1856 M di Libanon dan meninggal tahun 1935 M. pemikirannya hampir
sama dengan Jamaluddin al Afghani dan Muhammad Abduh. Namun yang membedakan ia
dengan dua tokoh sebelumnya adalah politik, ia dikenal sebagai politikus yang
cermat.
2.
Pembaruan Islam di Mesir
Hasan Al-Bana mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin
pada abad XX, tepatnya tahun 1928 M di Mesir. Ia lahir di Garbiah Mesir tahun
1906 M. hafal Al-Qur’an usia 14 tahun dan pada usia 16 tahun ia menjadi
mahasiswa Universitas Darul Ulum. Ia mati secara misterius pada 12 Februari
1949 M.
Ciri gerakan ini adalah jauh dari sumber
pertentangan, pengaruh riya’ dan kesombongan. Menaruh perhatian pada
kaderisasi, mengutamakan amaliah produktif dan serius pada dunia pemuda.
Gerakan ini melahirkan banyak tokoh pemikir Islam, antara lain Sayyid Qutub,
Yusuf Qardhawi, Sai Hawwa, Muhammad al Ghazali, Musthafa Mansur dan Abdullah
Azzam.
3.
Pembaruan Islam di Turki
a. Tewfik (1867-1915 M)
dan Dr. Abdullah Jedwat (1869-1932 M)
Mereka adalah tokoh dari aliran Barat yang ingin
mengambil peradaban Barat sebagai dasar masyarakat Turki.
b. Mehmed Akif
(1879-1939 M)
Ia memotori golongan Islam sebagai reaksi dan
lawan golongan Barat. Golongan ini berpendapat bahwa kemunduran dan keterbelakangan
Masyarakat Turki karena tidak menegakkan hukum secara konsekuen. Menurut
golongan ini Islam tidak akan menghalangi kamajuan dan teknologi. Tetapi mereka
tidak boleh mengoper peradaban dan filsafat Islam diganti dengan peradaban
Barat. Kunci kemajuan adalah menjadikan syari’at Islam untuk segala segi
kehidupan.
c. Zia Gokalp (1875-1924
M)
Ia seorang tokoh golongan nasional Turki.
Pendapatnya yaitu sebab pokok kemunduran Islam adalah enggan mengadakan
penafsiran baru terhadap ajaran Islam sesuai tuntutan zaman yang terus berubah.
d. Musthafa Kemal
Attaturk
Lahir di Selonika 1881 M dan meninggal tahun 1983
M. dalam pembaharuaanya banyak dipengaruhi oleh golongan nasional Turki dan
gagasan dari Barat. Dasar pemikirannya dapat disingkat dengan tiga hal, yaitu:
westernisasi, sekulerisme dan nasionalisme.
4.
Pembaruan Islam di India/Pakistan
a. Syah Waliyullah
Pada masa suram kekuasaan Islam dari dinasti
Mughal, lahirlah tokoh dan pemiir besar bangsa India. Dari tokoh inilah pertama
kali terpancar pikiran baru dalam usaha membangun kembali kejayaan Islam.
Usahanya meliputi bidang politik, social dan intelektual.
b. Sir Sayid Ahmad Khan
Lahir di Delhi dan meninggal tahun 1989 M. ia
mendirikan lembaga Mohammedan Anglo Oriental College (MCO) yang berpusat di
Aligarh. Oleh karena itu, gerakan yang dipeloporinya terkenal dengan gerakan
Aligarh.
c. Sayid Amir Ali
Lahir dekat Kalkuta India tahun 1849 M dan
meninggal tahun 1928 M. ia masih keturunan Ali bin Abi Thalib. Pendapatnya
mengenai pembaharuan Islam yaitu bahwa Islam adalah agama yang membawa pada
kemajuan, bukan mengajak pada kemunduran.
d. Muhammad Iqbal
Lahir di Sialkot daerah Punjab tahun 1976 M dan
meninggal tahun 1938 M. ia meneriakkan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang menurut keyakinannya akan mendinamisasikan pergerakan Islam dan menjamin
kemenangannya. Ia pula yang mencita-citakan Negara bagi umat Islam India, yang
terwujud dengan berdirinya Negara Pakistan. Negara ini mendasarkan Islam
sebagai sumber dari segala hukum dan perundang-undangan.
e. Muhammad Ali Jinnah
Lahir di Karachi tahun 1876 M dan meninggal tahun
1948 M setahun lebih sebulan setelah lahirnya Negara Pakistan. Ia tidak banyak
mengeluarkan gagasan, namun lebih banyak berbuat dan berjuang melaksanakan
cita-cita pendahulunya. Perjuangannya mengahasilkan Negara dan masyarakat
modern yang dibangun berdasarkan agama Islam. Ia mendapat gelar Qaid A’dlam
atau pemimpin besar.
5.
Pembaruan Islam di Indonesia
Dalam Pembaruan Islam di Indonesia, para tokoh
menjadikan pendidikan sebagai basis pergerakannya.
a. K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada
tahun 1968 M dan meninggal pada tanggal 25 Februari 1921 M. Ia berasal dari
keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H.
Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Sementara
ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai
penghulu di Kraton Yogyakarta.
Ia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara,
yaitu Katib Harum, Mukhsin atau Nur, Haji Shaleh, Ahmad Dahlan, ’Abd Al-Rahim,
Muhammad Pakin dan Basir. Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai
putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis,
mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung
dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama
kepada beberapa ulama besar waktu itu. Diantaranya ia K.H. Muhammad Saleh (ilmu
fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan
Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at
Al-Qur’an), serta beberapa guru lainya.
Ketika berangkat haji dan bermukim di Makkah tahun
1903 M, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan
melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti
Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal-al-Din
al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya. Melalui
kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan Dahlan
tentang Universalitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam dengan
gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah mendapat perhatian khusus Dahlan
saat itu.
Pada tanggal 18 November 1912 M, Ahmad Dahlan
mendirikan organisasi sosial keagamaan Muhamadiyah bersama temannya dari
Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji
syarkawi, dan Haji Abdul Gani. Dengan tujuan untuk mendalami agama Islam di
kalangan anggotanya sendiri dan menyebarkan agama Islam di luar anggota inti.
Untuk mencapai tujuan ini, organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga
pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh yang membicarakan
masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta menerbitkan
buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah.
Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai
disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan, yaitu
menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara.
Menurut ilmu hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti
arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2 derajat. Selain itu
masih ada beberapa pemikirannya yang lain, yaitu:
1) Ia menolak taqlid
2) Upacara selametan
merupakan perbuatan bid’ah dan pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan meminta
restu dari roh orang yang meninggal akan membawa kemusyrikan (penyekutuan
Tuhan).
3) Mengenai tahlil dan
talqin, menurutnya, hal itu merupakan upacara mengada-ada (bid’ah).
4) Kepercayaan pada
jimat yang sering dipercaya oleh orang-orang Keraton maupun daerah pedesaan,
akan mengakibatkan kemusyrikan.
5) Mendirikan sekolah
dengan sistem gubernemen dan disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran
agama. Ia berusaha untuk mengislamkan berbagai segi kehidupan yang tidak
Islami.
b.
K.H. Hasyim Asy’ari
Nama lengkap K.H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad
Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah
Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H.
bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M dan meningal tahun tahun 1947 M di
Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari
tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam
Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A. Wahab
Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang
kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah
Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah
Lembu Peteng (Brawijaya VII).
Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari
ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan
literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai
pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran,
Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K.H. Hasyim Asy’ari
merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K.H. Ya’kub
yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Tidak cukup sampai disitu, setelah
menikah ia berhaji dan menuntut ilmu di Makkah dengan guru Syekh Ahmad Amin
Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh
Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid
‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.
Pada tahun 1926 M K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan
partai Nahdatul Ulama (NU). Selain itu ia juga membentuk badan semacam koperasi
yang bernama Syirkatul Inan li Murabathati Ahli al- Tujjar. Adapun ide-ide
pembaharuannya antara lain:
1) Membuka sistem
pengajaran berjenjang
2) Tetap mempertahankan
ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan al-Qur’an dan hadis dan pentingnya
praktek tarikat.
3) Tujuan utama ilmu
pengetahan adalah mengamalkan.
4) Belajar merupakan
ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.
5) Etika dalam
pendidikan, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas,
yang pada masanya jarang sekali dijumpai.
c. Ahmad Surkati
Nama lengkap Ahmad Surkati adalah Ahmad bin
Muhammad Surkati al-Kharraj al-Anshari. Beliau lair pada tahun 1872 M di Afdu
Donggala Sudan. Berasal dari keluarga yang taat beragama. Mempunyai ayah yang
konon masih ada hubungan dengan Jabir Abdullah al-Anshari, nama ayahnya adalah
Muhammad. Masa kecil Amad surkati berada dalam keluarga yang taat beragama,
sehingga secara tidak langsung ia mendapatkan dasar-dasar agama dari orang
tuanya. Ia didik dengan cara Islami, Ia belajar agama, membaca, menulis,
menghafal al-Quran.
Pada usia 22 tahun Ahmad Surkati menunaikan ibadah
haji, kemudian menetap di Madinah selama 4 tahun. Di Madinah Amad Surkati
belajar berbagai disiplin ilmu, seperti fiqh, tafsir, hadis. Setelah 4 tahun
berlalau Ahmad Surkati pindah ke Makkah, Ahmad Surkati berada di makkah selama
11 tahun, Amad Surkati belajar kepada seorang guru yang bernama Yusuf
al-khayyat. Pada saat berumur 34 tahun, Ahmad Surkati telah memperoleh ijazah
tertinggi guru agama dari pemerintah Istanbul Turki, bahkan Ahmad Surkati
menjadi pelajar pertama di Sudan yang memperoleh ijazah tersebut. Di Arab,
Ahmad Surkati masuk empat besar.
Untuk mendukung perombakan dan reformasi
pendidikan Islam Indonesia, ia mendirikan pendidikan berjenjang. Ia mendirikan
lembaga pendidikan al-Irsyad tanggal 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H) yang
mempunyai prinsip gerakan sebagai berikut:
1) Untuk mengukuhkan
doktrin persatuan dengan membersihkan shalat dan doa dari kontaminasi unsur
politheisme.
2) Untuk mewujudkan
kesetaraan di antara kaum muslim dan mencari dalil yang shahih dalam al-Quran
dan sunnah serta mengikuti jalan yang benar untuk semua solusi masalah agama
yang diperdebatkan.
3) Untuk memerangi
taqlid am (penerimaan membabi buta) yang bertentangan dengan dalil aqli dan
naqli.
4) Untuk mensyiarkan
pengetahuan alam sesuai Islam dan menyebarkan kkebudayaan arab yang sesuai
dengan ajaran Allah.
5) Mencoba untuk
menciptakan pemahaman dua arah antara dua muslim yaitu Indonesia dan Arab.
Inti dari prinsip-prinsip al-Irsyad adalah untuk
menumbuhkan budaya ilmiah pada kalangan umat Islam, dengan merujuk kepada
Al-Quran dan sunnah. Ketika budaya ilmia tumbuh subur dalam masyarakat Islam
maka secara tidak langsung akan membentuk sebuah pola pikir yang berkarakter
Islam dengan merujuk kepada al-Quran dan sunnah.
Ahmad Syurkati menyerap pemikiran Muhammad Abduh
dalam basis perjuangannya, yaitu:
a) Pemurnian Islam dari
pengaruh dan kebiasaan yang merusak (the purification of Islam from corrupting
influence and practices).
b) Penyusunan kembali
pendidikan tinggi bagi umat Islam (the reformation of muslim higher education).
c) Mempertahankan Islam
dari pengaruh Eropa dan serangan orang Nasrani (the defence of Islam againt
European influence and Christian attack).[3]