Tuesday, August 24, 2021

PENILAIAN HARIAN KETERAMPILAN (KD 4.1) PAI KELAS 6


 

I.     Berilah tanda centang pada (✔) pernyataan dibawah ini dengan jujur dan tanggung jawab!


NO

PERNYATAAN

SIKAP

Ya

Tidak

1

Saya hafal bacaan surat Al-Kafirun ayat 1-6.



2

Saya hafal terjemahan surat Al-Kafirun ayat 1-6.



3

Saya bisa menulis surat Al-Kafirun ayat 1-6



4

Saya sering membaca surat Al-Kafirun dalam shalat.



5

Saya sudah mengerti kandungan surat Al-Kafirun ayat 1-6.



6

Saya sudah mengamalkan isi surat Al-Kafirun ayat 1-6 dalam kehidupan sehari-hari.



7

Semua umat islam harus mengamalkan isi surat Al-kafirun agar tidak terjadi permusuhan antar umat beragama.



8

Saya selalu berusaha menerapkan sikap toleransi dalam berteman.



9

Toleransi membuat hidup menjadi rukun, tentram dan tenang.



10

Toleransi tidak boleh diterapkan dalam hal Aqidah dan Ibadah.


 II. Salinlah kembali surat Al-Kafirun dengan rapi dan benar!                

..........................................................................................     

...........................................................................................

..........................................................................................

 

 

Wednesday, April 22, 2020

MAKNA TOLERANSI BERAGAMA



Belum lama ini beredar sebuah foto di media sosial yang menuai pro dan kontra, foto tersebut menggambarkan seorang pria yang sedang membacakan surat yasin disamping kuburan artis kristen yang bernama Glenn Fredly. Diketahui bahwa sosok pria yang membacakan surat yasin dikuburan Glenn Fredly tersebut bernama pak doel.
Menurut kabar yang beredar alasan Pak Doel membacakan surat yasin kepada Glenn Fredly ialah agar Glenn Fredly masuk surga. Pak Doel memilih surat yasin karena memang itulah yang dipahami Pak Doel. Menurut Pak Doel meskipun berbeda agama Pak Doel yakin bahwa do’anya akan didengar oleh Allah swt. Di mata Pak Doel, selebriti asal Ambon itu dianggap merupakan sosok yang penuh dengan toleransi. Bagaimana tidak, sebelum konser saja, Glenn Fredlyn selalu meminta perwakilan lima agama untuk berdoa.
Aksi Pak Doel yang membacakan surat yasin untuk Glenn Fredly menuai beragam tanggapan dari warganet. Ada warganet yang mengpresiasi aksi Pak Doel tersebut, ada juga yang menganggap aksi Pak Doel tersebut tidak nyambung alias salah server.
Warganet yang mendukung aksi Pak Doel tersebut menganggap aksi Pak Doel yang membaca surat yasin tersebut sebagai wujud nyata dari semangat toleransi beragama. Ada juga warganet yang berkomentar “Pak Doel kan orang Islam, dia kan enggak mungkin bisa doain dengan cara Kristen, yang penting niatnya baik, Tuhan juga pasti tahu”.
Adapun tanggapan warganet yang tidak setuju dengan aksi Pak Doel tersebut juga beragam. Berikut adalah kutipan komentar warganet yang tidak setuju dengan aksi Pak Doel tersebut.
“Doel, doel, ente kebanyakan mikirin Sarah ama Zaenab. Percuma kerjaan ente sembayang dan mengaji, tapi kok enggak ngerti,” sebut seorang netizen.
“Enggak masuk bro, jelas agamanya beda. Enggak pernah solat dan puasa. Salah alamat kirim Yasin ke dia, itu khusus orang Islam bro,” sahut netizen lainnya.
“Bisa baca Quran tapi enggak tahu makna dan artinya,” kata netizen lain.
Toleransi yang salah kaprah.
Aksi dari pak doel yang menuai pro dan kontra dari warganet merupakan salah satu gambaran salah kaprah dalam memahami toleransi beragama. Salah kaprah dalam memahami toleransi beragama bukan merupakan hal baru yang terjadi di Indonesia. Contoh lain dari toleransi yang salah kaprah adalah adanya ajakan untuk memakai pakaian santa bagi karyawan yang beragama Islam, bahkan ada orang Islam yang secara suka rela ikut merayakan natal dengan dalih toleransi atau seorang anak kecil mengenakan peci bertuliskan nahdhatul ‘ulama membaca puisi tentang perayaan paskah atau sekolompok mahasiswi yang katanya berasal dari institut agama Islam ikut merayakan misa di suatu gereja dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lain.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi maraknya fenomena toleransi beragama yang salah server tersebut, salah satunya ialah karena biasnya makna toleransi.
Saat ini kata toleransi mulai bias maknanya dan terkesan dikaburkan. Makna toleransi dipahami secara sempit dan cenderung searah. Toleransi beragama seringkali dimaknai dengan mengikuti perayaan atau ritual agama lain. Entah ada unsur kesengajaan atau tidak mengenai pengkaburan makna tolrensi tersebut, yang jelas hal itu menguatkan kebenaran hadits dari yang menceritakan bahwa kelak umat Islam akan mengikuti langkah jejak kaum Yahudi dan Nasrani sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal.
لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ » . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »
Sungguh kalian (umat islam) akan mengikuti kaum sebelum kalian, sama persis seperti jengkal kanan dengan jengkal kiri atau seperti hasta kanan dengan hasta kiri. Hingga andai mereka masuk ke lubang biawak gurun, kalianpun akan mengikuti mereka.
Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah yang anda maksud orang yahudi dan nasrani?’
Jawab beliau, “Siapa lagi (kalau bukan mereka).”
(HR. Bukhari 7320 & Muslim 6952).
Toleransi beragama itu seharusnya hanya sebatas membolehkan atau membiarkan penganut agama lain melaksanakan peribadatan berdasarkan keyakinannya. Dalam KBBI dijelaskan bahwa makna toleransi adalah sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Kita memberikan toleransi agama lain, berarti kita membiarkan penganut agama lain untuk menjalankan aktivitas agama mereka.
Perez (2003), dalam bukunya How the Idea of Religious Toleration Came to the West memberi batas toleransi sebagai sikap menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang berbeda. Intinya batas toleransi adalah membiarkan dan tidak ikutan. Dengan demikian, menerapkan toleransi dengan mencampuradukkan ajaran agama yang satu dengan ajaran agama yang lain tidaklah tepat. Hal itu termasuk kategori perbuatan yang dapat merusak aqidah bahkan berpotensi membatalkan Iman.
Larangan terlibat dan memeriahkan peribadatan agama lain
Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma mengingatkan,
من بنى بأرض المشركين وصنع نيروزهم ومهرجاناتهم وتشبه بهم حتى يموت خسر في يوم القيامة
“Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang majusi), dan meniru kebiasaan mereka, sampai mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.” (HR. Baihaqi dengan sanad Jayid).
Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Termasuk semua simbol dan atribut yang digunakan untuk memeriahkannya.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk madinah,
قدمت عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر ويوم النحر
Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; idul fitri dan idul adha.” (HR. Ahmad 13164, Nasa’i 1567, dan dihahihkan Syuaib al-Arnauth).
Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang majusi, sumber asli dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.


Tuesday, April 21, 2020

BENARKAH PEMBAGIAN TAUHID MENJADI TIGA SAMA DENGAN TRINITAS?




Sebagian orang yang mengklaim dirinya sebagai golongan aswaja beranggapan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga sama dengan konsep trinitasnya kaum nasrani. Mereka menjadikan anggapan tersebut sebagai hujjah untuk menjatuhkan martabat kaum salafiy yang mereka sebut dengan wahhabi. Mereka berusaha membuktikan kalau paham salafiy itu sesat. Permusuhan mereka terhadap kaum salafiy dilatar belakangi atas sakit hati mereka terhadap dakwah salafiy yang bertujuan memberantas penyakit aqidah yang bernama TBC (tahayul, bid’ah, churafat).
Orang-orang yang terlanjur terjebak zona nyaman dengan tradisi nenek moyang merasa risih dengan adanya dakwah yang berorientasi pada pemurnian agama Islam. Sehingga mereka berusaha untuk memadamkan dakwah tersebut dengan menghalalkan segala cara, salah satunya dengan penggiringan opini bahwa pembagian tauhid menjadi tiga sama dengan konsep trinitas kaum nashrani.
Pembagian Tauhid menjadi Tiga
Pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid Rubuubiyah, Uluhiyah, dan tauhid Asma’ wa sifat pada dasarnya untuk memudahkan seorang muslim/muslimah dalam memahami konsep tauhid secara menyeluruh. Pada dasarnya, ketiga tauhid tersebut merupakan satu kesatuan sebagaimana asmaul husna. Pembagian tauhid tersebut juga bertujuan untuk membantah syubhat dari kaum musyrikin yang mengimani sebagian dari makna tauhid.
Tauhid asalnya tidaklah diterima kecuali tauhid yang satu. Karena asalnya (1) Rob yang berhak disembah adalah (2) Rob yang maha Esa dalam penciptaan, dan juga (3) Maha sempurna sifat-sifatnya. Jika ada Rob yang tidak maha esa dalam penciptaan atau tidak sempurna sifat-sifatnya maka dia tidak berhak untuk disembah. Karenanya asalnya bahwa tauhid tidaklah menerima pembagian. Ketiga makna tauhid di atas harus terkumpulkan menjadi satu. Lantas kenapa ada pembagian??!! Makhluklah (yaitu kaum musyrikin) yang telah melakukan pembagian, sehingga mereka hanya mengimani dan mengerjakan sebagian dari makna tauhid. Dengan demikian dapat dapat ditarik simpulan bahwa dalam mentauhidkan Allah harus secara kaffah yang meliputi:
1.     Keyakinan bahwa Allah satu-satunya sang pencipta, pemilik dan pemelihara alam semesta (rububiyah).
2.     Keyakinan bahwa satu-satunya yang berhak disembah dan diibadahi hanyalah Allah semata (uluhiyah).
3.     Keyakinan bahwa tidak ada dzat lain yang menyamai sifat-sifat Allah yang maha sempurna (asma wa sifat).
Perbedaan antara pembagian tauhid dan trinitas.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pembagian tauhid menjadi tiga bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin yang hidup jauh setelah rasulullah wafat dalam memahami makna tauhid. Sehingga dapat terhindar dari jeratan syubhat paganisme kaum musyrikin. Justru pembagian tauhid menjadi tiga malah menegaskan bahwa Allah adalah maha tunggal tidak ada zat lain yang serupa dengan Allah, tidak ada yang menandingi kekuasaan Allah, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah.
Adapun trinitas adalah keyakinan bahwa tuhan itu ada tiga oknum (pribadi) yaitu tuhan bapa, tuhan anak, roh kudus sebagaimana yang diyakini oleh kaum nasrani atau tiga oknum dewa seperti brahma, siwa, dan wisnu sebagaimana yang diyakini oleh penganut hindu. Tuhan bapa tentu saja berbeda dengan roh kudus dan roh kudus berbeda dengan tuhan anak.
Perbedaan ketiga oknum tuhan tersebut ditegaskan sendiri dalam kitab mereka yang berbunyi:
Dengarlah, hai orang Israil: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!(Kitab Ulangan pasal 6 : ayat 4).
Berdasarkan kutipan ayat tersebut dapat diketahui bahwa yesus berkata kepada orang israel untuk menyembah Allah. Disini tersirat makna bahwa yesus menyebut Allah, bukan menyebut “diriku”. Dengan nampak jelas bahwa yesus dan Allah adalah dua zat yang berbeda.
Setelah mencermati penjelasan terkait pembagian tauhid dan trinitas di atas maka tampak jelas sekali perbedaannya.
Perbedaan mendasar diantara keduanya adalah pembagian tauhid hanya menyebutkan aspek-aspek atau ruang lingkup ketauhidan Allah serta menegaskan bahwa Allah maha esa dalam segala hal. Sedangkan trinitas dan trimurti lebih fokus pada pembagian Tuhan dari segi zatnya.

Thursday, January 31, 2019

IMAN KEPADA AL-QUR’AN




A.    Pendahuluan
Iman kepada Al-Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Setiap muslim wajib meyakini kebenaran dari seluruh isi Al-Qur’an. Hal itu dikarenakan Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam. Mengingkari Al-Qur’an sama saja dengan mengingkari kebenaran agama Islam secara menyeluruh.
Seorang Muslim tidak boleh mengingkari isi dari Al-Quran walaupun sebagian kecilnya saja. Mengingkari kebenaran Al-Qur’an dapat membatalkan keIslaman dan keimanan seseorang. Hal itu dikarenakan iman kepada kitab suci Al-Qur’an merupakan cabang dari rukun iman.
Standar baik-buruk benar-salah dalam agama Islam bersumber dari kitab suci Al-Qur’an. Amalan keagamaan seorang muslim harus diselaraskan dengan Al-Qur’an. Apa yang diperintahkan dalam Al-Qur’an maka wajib dilaksanakan sedangkan apa yang dilarang dalam Al-Qur’an maka wajib ditinggalkan. Setiap ajaran agama yang tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’an maka tidak diterima oleh Allah dan amalan tersebut menjadi sia-sia tanpa mendapat pahala.
Setiap muslim berkewajiban mempelajari Al-Qur’an agar dapat memahami dan mengamalkan isinya, sehingga amalan agamanya dapat selaras dengan Al-Qur’an dan dapat diterima oleh Allah serta tercatat sebagai amal shalih.
Mengamalkan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an merupakan hal yang mustahil bagi orang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an. Oleh karena itu, meyakini kebenaran Al-Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim agar timbul ghirah dalam mengamalkan isi dari Al-Qur’an.
B.     Pengertian Al-Qur’an
Ditinjau dari bahasa, Al-Qur’an berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah Al-Qur’an yaitu pada surat al Qiyamah ayat 17 - 18.
Secara istilah, Al-Qur’an diartikan sebagai kalam Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan perantara malaikat jibril dan mambaca Al-Qur’an dinilai ibadah kepada Allah swt.[1]
Berdasarkan definisi di atas, telah diketahui bahwa Al-Qur’an merupakan mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya merupakan bagian dari ibadah kepada Allah swt. Hal itu merupakan salah satu wujud dari keistimewaan Al-Qur’an. Adapun beberapa keistimewaan dari Al-Qur’an selain dari yang disebutkan di atas, adalah sebagai berikut.
Tidak sah shalat seseorang kecuali dengan membaca sebagian ayat al-Qur’an (yaitu surat Al-Fatihah-Red) berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Qur’an terpelihara dari tahrif (perubahan) dan tabdil (penggantian) sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. [al-Hijr:9]
Adapun kitab-kitab samawi lainnya seperti Taurat dan Injil telah banyak dirubah oleh pemeluknya.
Al-Qur’an terjaga dari pertentangan/kontrakdiksi (apa yang ada di dalamnya) sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيرًا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya”. [an-Nisa’: 82]

C.    Al-Qur’an sebagai Kitab Allah yang Terakhir
Sebagai seorang muslim tentu sudah menjadi hal yang wajib untuk mempelajari dan mengamalkannya. Baik itu mempelajari hurufnya, kemudian kalimatnya, sampai kepada bahasanya. Selanjutnya tinggal mengamalkan dari apa-apa saja yang telah dipelajari dari kitab suci al-Qur’an tersebut.
Kitab al-Qur’an ini juga sebagai Kitab Pelengkap dan Kitab Penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya. Selain berisikan hubungan yang baik antara Tuhan dan makhluk-Nya. diikuti hubungan baik sesama makhluk.[2]
Al-Qur’an memuat ringkasan dari ajaran-ajaran Ketuhanan yang pernah dimuat oleh kitab-kitab suci sebelumnya seperti Taurat, Zabur, Injil dan lain-lain lagi. Juga ajaran-ajaran dari Tuhan yang Wasiat. Al-Qur’an juga mengokohkan perihal kebenaran yang pernah didakwahkan oleh kitab-kitab suci dahulu-dahulu itu yang berhubungan dengan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa, beriman kepada para rasul, membenarkan adanya balasan pada hari akhir, keharusan menegakkan hak dan keadilan, berperangi dengan akhlak yang luhur serta budi yang mulia dan lain-lain lagi.
Ajaran-ajaran yang termuat dalam Al Qur’an adalah kalimat Allah yang terakhir untuk memberikan petunjuk dan pimpinan yang benar kepada umat manusia dan inilah yang dikehendaki oleh Allah supaya tetap sepanjang masa, kekal untuk selama-lamanya.
Maka dari itu dijagalah kitab Al Qur’an itu sehingga tidak dikotori oleh tangan-tangan yang hendak mengotori kesucianya, hendak engubah kemurnianya, hendak mengganti ini yang sebenarnya ataupun hendak menyusupkan sesuatu dari luar atau mengurangi dairi kelengkapannya.[3]
D.    Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
Al-Qur’an, sebagai kitab suci adalah panutan dan pedoman bagi seluruh umat manusia. Yang mana, Al-Qur’an ini diturunkan sebagai arahan bagi mereka yang ingin hidup sebagai manusia Robbani. Di dalam Kitab Suci ini, kita bisa mengambil banyak sekali pelajaran jika mempelajarinya serta mendapatkan banyak pahala dikala membaca dan menghafalkannya. Tentunya petunjuk bagi mereka yang ingin Mentadabburinya. Ada banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil di dalamnya. Termasuk, ilmu ilmu dunia. Dan pastinya, pengetahuan tentang Akhirat bagi kita yang ingin mempersiapkan diri. Mempersiapkan diri menghadap Allah, Tuhan seluruh Alam.[4]
Kandungan isi Al-Quran merupakan pedoman hidup dan petunjuk bagi umat manusia untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaan dan keridhaan Allah.
Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa Al-Quran sebagai petunjuk maknanya, Al-Quran secara keseluruhan jika dikaji dan diteliti secara mendalam, akan menghasilkan hukum halal dan haram, nasihat-nasihat, serta hukum-hukum yang penuh hikmah.
Al-Hafidz Al-Suyuthi juga menjelaskan, bahwa Al-Quran mengandung petunjuk yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan, ayat-ayatnya sangat jelas serta berisi hukum-hukum yang menunjukkan seseorang kepada jalan yang benar.
Karena itu bagi orang-orang beriman, tidak ada pilihan lain kecuali meyakini, mengimani dan mengamalkan Al-Qurand alam kehidupan sehari-hari, sebagai konsekwensi logis atas keislamannya.[5]



[1] http://ulumulislam.blogspot.com/2014/04/pengertian-al-quran-menurut-bahasa.html#.XEBejMQxXDc
[2] https://portal-ilmu.com/al-quran-kitab-suci-yang-terakhir/
[3] https://senyumibuku.wordpress.com/2010/11/23/al-qur%E2%80%99an-al-karim-adalah-kitab-terakhir/
[4] http://darunnajah.com/al-quran-jadikan-hidup-manusia-baik/
[5] https://minanews.net/al-quran-pedoman-hidup-manusia-memaknai-nuzulul-quran/