Sunday, January 6, 2019

DINUL ISLAM




Setiap manusia yang hidup di dunia pastilah memiliki tujuan. Adapun tujuan hidup utama bagi manusia adalah selamat, baik di dunia maupun di akhirat. Untuk mencapai keselamatan tersebut maka dibutuhkan suatu pedoman hidup sebagai petunjuk bagi manusia agar dapat menjalani kehidupannya dengan benar dan bermakna. Adapun pedoman hidup yang berasal dari Allah disebut agama, sedangkan pedoman hidup yang dirumuskan berdasarkan kesepakatan manusia disebut sebagai undang-undang.
Agama dalam bahasa Arab disebut dengan Istilah Ad-Din. Secara bahasa Ad-Din berarti agama, jalan hidup, peraturan atau undang-undang.[1] Agama memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa agama maka manusia tidak mengerti tujuan hidupnya dan cara hidup yang benar. Manusia menjadi makhluk yang beradab karena adanya agama, sebaliknya bila manusia tidak mengenal agama maka hidupnya menjadi biadab bahkan seperti binatang. Manusia yang tidak mengenal agama maka tidak kenal dengan Allah, sehingga hidupnya tidak terkontrol. Manusia yang tidak kenal Allah maka selama hidupnya ia dikendalikan hawa nafsu dan sangat berpotensi berbuat kerusakan dibumi.
Manusia bisa mengenal Allah dan beribadah kepada Allah dengan benar adalah karena keberadaan agama. Oleh karena itu manusia wajib beragama serta mengamalkan agamanya secara menyeluruh agar terhindar dari perbuatan yang merusak serta mencelakakan. Selain itu, manusia harus memilih agama yang benar dan memastikan bahwa agamanya benar-benar berasal dari Allah, bukan buatan manusia.
Islam adalah agama yang benar-benar berasal dari Allah. Satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam. Seluruh nabi dan rasul Allah agamanya adalah Islam, mulai dari nabi Adam AS hingga nabi Muhammad SAW. Setiap muslim wajib mengenal dan mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh sehingga dapat mengamalkan ajaran Islam dengan benar dan menyeluruh. Dengan mengenal Islam maka seorang muslim bisa tahu mana perbuatan yang baik dan buruk, benar dan salah menurut ajaran Islam.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan penulisan artikel ini antara lain mengkaji hakikat dinul Islam, ajaran pokok dinul Islam, kesempurnaan Islam serta manfaat dinul Islam bagi manusia.
Hakikat Dinul Islam
Seorang muslim wajib mempelajari Islam sebagai agamanya secara mendalam agar mendapatkan pemahaman terkait agama Islam secara menyeluruh. Seorang muslim yang memiliki pengetahuan agama Islam secara menyeluruh, maka akan memiliki keyakinan akan kebenaran ajaran Islam yang kokoh. Keyakinan yang kokoh tersebut akan menumbuhkan tekad yang kuat untuk mengamalkan agama Islam.
1.      Pengertian Dinul Islam
Istilah Dinul Islam berasal dari dua kata yaitu Ad-Din dan Al-Islam. Secara umum padanan kata Ad-Din dalam bahasa Indonesia ialah agama. Dan jika mendefinisikannya kata itu kita pahami sebagai agama yang mengatur hubungan antara seorang hamba dengan Penciptanya.[2] Sedangkan secara istilah berarti sesuatu yang dijadikan jalan oleh manusia dan diikuti (ditaati) baik berupa keyakinan, aturan, ibadah, maupun yang semacamnya, benar maupun salah.[3] Sedangkan Al-Islam secara bahasa bermakna berserah diri, pasrah, tunduk, dan merendah.  Kata Islam sendiri berasal dari kata As-Salam yang berarti damai. Adapun secara istilah, Al-Islam artinya berserah, patuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dengan menaati-Nya, serta berlepas diri dari perbuatan syirik dan dari para pelakunya.[4]
Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa secara bahasa, Dinul Islam bermakna agama yang mengajarkan kepada pemeuluknya untuk patuh dan berserah diri pada Allah. Adapun pengertian Dinul Islam secara istilah ialah agama yang diturunkan dari Allah kepada Nabi Muhammmad saw untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.[5]
2.      Karakteristik Dinul Islam
Islam adalah agama fitrah, agama kedamaian dan ketentraman. Manusia tidak akan menemukan ketenangan dan tidak akan mendapatkan kebahagiaan kecuali dengan berpegang teguh kepada Islam dan menerapkannya di dalam berbagai aspek kehidupan.

Hal yang meyakinkan keagungan Dinul Islam adalah karakteristik (ciri-ciri khas) yang dimilikinya yang tidak ada pada isme-isme dan agama-agama yang lain. Di antara karakteristik yang mengokohkan kelebihan Islam dan kebutuhan manusia kepadanya adalah sebagai berikut:
a.       Bahwa syari’at Islam merupakan syari’at yang paling bijak dalam mengatur semua bangsa-bangsa, paling tepat dalam memberikan solusi di saat kaburnya berbagai kemaslahatan atau disaat terjadi pertikaian dalam hak-hak manusia.
b.      Di dalam Islam terdapat penyelesaian bagi segala problematika, karena syari’at dan dasar-dasar ajarannya mencakup segala hukum bagi segala peristiwa yang tak terbatas.
c.       Islam adalah agama yang fleksibel (dapat diterapkan) untuk segala waktu dan tempat, umat dan situasi. Bahkan dunia tidak menjadi baik dengan agama selain Islam. Oleh karenanya, semakin modernnya zaman dan semakin majunya bangsa selalu muncul bukti baru yang menunjukkan pada keabsahan Islam dan ketinggian nilainya.[6]
d.      Islam mengajarkan kita untuk berlaku seimbang, termasuk dalam menyikapi kehidupan dunia dan akhirat.
e.       Islam berasal dari Allah, aturan Islam adalah menurut konsep dari Allah, dan semuanya akan dikembalikan kepada Allah.[7]
f.       Agama Islam berlaku untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman (al-'umum).
g.      Agama  Islam mengandung ajaran-ajaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
h.      Agama Islam adalah agama Allah (dinullah), yakni seluruh ajarannya  bersumber dari Allah SWT baik  melalui wahyu langsung (Al-Qur'an) maupun tidak langsung (Hadits Nabi).[8]
Dengan karakteristik yang telah dijelaskan, pantas jika Islam disebut sebagai agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam tidaklah dapat ditandingi oleh agama manapun yang pernah ada di dunia.
Ajaran Pokok Dinul Islam
Ajaran Islam adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam, mulai dari urusan buang air besar sampai urusan negara, Islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Salman Al-Farisi berkata,“Telah berkata kepada kami orang-orang musyrikin, ‘Sesungguhnya Nabi kamu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu sampai buang air besar!’ Jawab Salman, ‘benar!” (Hadits Shohih riwayat Muslim). Semua ini menunjukkan sempurnanya agama Islam dan luasnya petunjuk yang tercakup di dalamnya, yang tidaklah seseorang itu butuh kepada petunjuk selainnya, baik itu teori demokrasi, filsafat atau lainnya; ataupun ucapan Plato, Aristoteles atau siapa pun juga.[9]
Meskipun begitu luasnya petunjuk Islam, pada dasarnya pokok ajarannya hanyalah kembali pada tiga hal yaitu Aqidah, Ibadah dan Akhlak. Inilah inti ajaran para Nabi dan Rosul yang diutus oleh Alloh kepada ummat manusia. Maka barangsiapa yang tidak melaksanakan ketiga hal ini pada hakikatnya dia bukanlah pengikut dakwah para Nabi.
1.      Aqidah/Iman.
Di bidang akidah, Risalah Islam mengajarkan kepercayaan atau keimanan terhadap enam hal berikut yang dikenal dengan sebutan Rukun Iman (Arkan al-Iman). Adapun rukun iman terdiri atas iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha dan qadar. Keimanan terhadap rukun iman tersebut wajib diamalkan secara terpadu dan dipegang dengan teguh serta dibuktikan dengan beramal sholih. Hal ini dikarenakan bahwa iman meliputi keyakinan dalam hati, ikrar secara lisan dan mengamalkan dengan perbuatan.
2.      Ibadah
Selain mengajarkan keimanan, Islam juga mengajarkan tata cara beribadah. Adapun ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah disebut juga dengan rukun Islam yang meliputi syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah/muamalah terdiri atas hukum perdata dan hukum publik. Hukum perdata meluputi hukum niaga, hukum nikah dan hukum pewarisan. Adapun hukum publik meliputi hukum pidana, hukum negara, hukum perang dan damai.
3.      Akhlak
Di bidang akhlak, Islam mengajarkan pedoman sikap mental atau budi-pekerti dalam bergaul atau berhubungan dengan Allah SWT sebagai Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam sekitarnya. Bahkan, bidang akhlak ini menjadi sasaran inti misi Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad dalam sebuah haditsnya, "Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia".
Akhlak adalah penentu baik-buruk perilaku seseorang. “Penentu” itu adalah ada atau tiadanya kesadaran dalam diri seseorang tentang pengawasan dari Allah atas segala perilakunya. Sebagaimana disebutkan dalam Nabi Saw ketika mendefinisikan ihsan:
“(Ihsan adalah) kamu berbakti kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka (yakinlah) bahwa Allah melihatmu” (H.R. Bukhori dan Muslim).
Akhlak dalam Risalah Islam meliputi:
a)      Akhlak terhadap diri sendiri, yakni bagaimana kita memperlakukan diri sendiri dalam menjalani hidup ini.
b)      Akhlak terhadap Allah, yakni bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap Alllah SWT.
c)      Akhlak terhadap sesama manusia, yakni tata cara bergaul dengan sesama manusia.
d)     Akhlak terhadap alam semesta, yakni bagaimana seharusnya kita memperlakukan flora dan fauna, termasuk sikap kita terhadap makhluk-makhluk gaib (jin, setan, dan malaikat).[10]
Islam sebagai agama yang sempurna
Islam sebagai agama yang disampaikan oleh Rasulullah telah dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an sebagai agama yang sempurna tanpa adanya kekurangan sedikitpun. Bukti bahwa Islam adalah agama yang sempurna salah satunya adalah dalam hal penamaan. Hanya agama Islam yang namanya disebut dalam wahyu Allah, berbeda dengan agama-agama selain Islam yang namanya diambil dari tempat kelahirannya maupun nama pendirinya.
Islam sebagai satu-satunya agama yang berasal dari Allah dan satu-satunya agama yang diterima oleh Allah merupakan bukti lain akan kesempurnaan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, dalam mengamalkan ajaran Islam haruslah benar berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits shahih.
Konsekuensi atas kesempurnaan agama Islam adalah tidak boleh menambah atau mengurangi ajaran Islam serta harus memegang teguh ajaran Islam dan mengamalkannya dengan benar.[11]
Manfaat Dinul Islam
Kehadiran Islam sebagai agama yang sempurna seharusnya memberi pengaruh yang positif bagi manusia. Jika kenyataan yang terjadi saat ini berbeda dengan yang tersurat dalam agama, maka yang keliru adalah pelaku ajaran agama bukan agamanya.
Sebagai ad-din, Islam memiliki prinsip-prinsip dasar yang mewarnai sikap dan aktivitas pemeluknya. Puncak dari prinsip-prinsip tersebut adalah pengamalan ajaran tauhid dalam berbagai bidang kehidupan. Berikut ini adalah manfaat yang dapat dirasakan jika mau berkomitmen mengamalkan ajaran Islam dengan benar.
1.      Menjadi rahmat bagi alam semesta
2.      Memberi jalan hidup yang benar
3.      Membekali diri sebagai khalifah di bumi.[12]
Demikianlah gambaran singkat mengenai dinul Islam. Jika Islam diamalkan secara menyeluruh maka akan membawa rahmat bagi alam semesta. Dengan demikian Islam merupakan solusi untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.


[2] https://www.dakwatuna.com/2008/05/20/634/makna-kata-ad-diin/#axzz5bn5fGzCc
[3] http://asysyariah.com/ad-din/
[4] Ibid.
[5] Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Al_Islam dan Kemuhammadiyahan untuk SMA/MA/Muallimin/Muallimat dan SMK Muhammadiyah Kelas X semester 1, (Yogyakarta: Mentari Pustaka, 2008), h. 42.
[6] http://www.alsofwa.com/7419/1109-kajian-beberapa-karakteristik-dienul-islam.html
[7] http://crysty-kebenaran.blogspot.com/2010/10/karakteristik-dinul-islam.html
[8] http://inventor95.blogspot.com/2013/11/dinul-islam.html
[9] https://muslim.or.id/415-3-pokok-ajaran-islam.html
[10] https://www.risalahislam.com/2013/10/garis-besar-ajaran-islam.html
[11] Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, Op.Cit., h. 46-47.
[12] Ibid., h. 47-48.

Saturday, December 22, 2018

DAKWAH RASULULLAH PERIODE MADINAH




Pasca peristiwa isra’ mi’raj, terlihat tanda-tanda perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam. Perkembangan tersebut terlihat ketika rombongan haji asal Yatsrib yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj menyatakan masuk Islam. Proses masuk Islamnya kedua suku tersebut terjadi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama terjadi pada tahun kesepuluh keNabian, alasan utama mereka masuk Islam ialah agar terwujud perdamaian diantara kedua suku tersebut yang telah lama bermusuhan. Meraka berharap Islam dapat menjadi sarana/wasilah untuk mendamaikan dan mepersatukan kedua suku tersebut. Gelombang kedua terjadi pada tahun keduabelas keNabian, sepuluh orang dari suku Khazraj, dua orang suku Aus, serta seorang wanita datang menemui Nabi di Aqobah. Mereka menyatakan ikrar kesetiaan dihadapan Nabi, ikrar tersebut dikenal dengan perjanjian Aqabah pertama. Gelombang ketiga terjadi pada musim haji berikutnya, rombongan haji asal Yatsrib yang berjumlah 73 orang dengan mengatasnamakan penduduk Yatsrib meminta pada Nabi untuk berhijrah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan melindungi Nabi dari segala ancaman, sedangkan Nabi menyetujui usul mereka. Perjanjian tersebut kemudian dikenal sebagai perjanjian Aqabah kedua.
Kabar tentang perjanjian antara penduduk Yatsrib dengan Nabi Muhammad terdengar oleh kaum Musyrikin Quraisy. Hal itu membuat mereka marah dan melancarkan berbagai intimidasi kepada umat Islam. Hal ini membuat Nabi segera memerintahkan sahabatnya berserta kaum muslimin lainnya agar berhijrah ke Yatsrib. Dalam waktu sekitar dua bulan, hampir semua umat Islam yang berjumlah kurang lebih 150 orang telah meninggalkan kota Makkah. Hanya Ali dan Abu Bakar lah yang setia menemani Nabi sampai Nabipun berhijrah ke Yatsrib karena kafir Quraisy sudah memiliki rencana untuk membunuhnya.[1]
Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah.
Penduduk Yatsrib telah lama menantikan kedatangan Rasulullah. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba, Rasulullah memasuki kota Yatsrib dan mendapatkan sambutan dengan penuh kegembiraan dari penduduk Yatsrib. Sejak saat itu nama Yatsrib diubah dengan nama Madinatun Nabi (Kota Nabi) sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad. Kota tersebut juga disebut sebagai Madinatul Munawarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah cahaya Islam memancar keseluruh dunia. Dalam Istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut sebagai Madinah saja.[2]
Adapun metode dakwah yang Nabi terapkan di Madinah berbeda dengan ketika beliau berada di Makkah. Di Madinah nabi tidak menemukan golongan yang menentang dakwahnya, sehingga ajaran yang disampaikan beliau langsung diterima oleh masyarakat Madinah. Dakwah Rasulullah di Madinah sifatnya membina karena sebelum Rasulullah berhijrah di Madinah sudah banyak penduduknya yang masuk Islam. Berikut ini adalah strategi Rasulullah dalam membina masyarakat Madinah.
1.      Membangun Masjid.
Proritas pertama yang dilakukan Nabi Muhammad setibanya di Madinah adalah membangun Masjid. Masjid dibangun di atas tanah milik kedua anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail. Tanah tersebut dibeli oleh Nabi untuk pembangunan masjid dan untuk tempat tinggal.[3]
Di masa Nabi, masjid tak hanya digunakan dalam urusan beribadah saja. Masjid diberdayakan sebagai tempat belajar, mengatur pemerintahan, bahkan mempersiapkan siasat perang. Di Madinah, beliau membangun masjid yang pertama kalinya yakni masjid Nabawi yang berarti masjid Nabi. Masjid tersebut didirikan di bulan rabiulawal tahun 1 Hijriah.[4]
2.      Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar.
Kaum Muhajirin adalah sebutan bagi Umat Islam yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Sedangkan kaum Anshar adalah penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan untuk kaum Muhajirin.
Nabi mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar dengan tujuan menghilangkan  perasaan asing di  antara Muhajirin dan Anshar, membangun rasa persaudaraan dalam ikatan iman, agar satu  sama  lain selalu tolong  menolong, melenyapkan fanatisme kesukuan, meruntuhkan semua perbedaan.[5]
3.      Membuat perjanjian damai dengan non Muslim.
Kondisi masyarakat Madinah di awal kedatangan Rasulullah terdiri atas tiga golongan yaitu Arab Muslim, Arab Musyrik dan Yahudi. Dalam rangka menjaga keamanan kota Madinah dari gangguan luar maka diperlukan adanya kerja sama antar penduduknya yang memiliki beragam keyakinan. Oleh karena itu, maka dibuatlah sebuah perjanjian antra kaum Muslim dan non Muslim di Madinah. Perjanjian itu disebut dengan “Piagam Madinah”. Adapun isi dari Piagam Madinah adalah sebagai berikut:
Ø  Kaum Muslimin dan Yahudi hidup secara damai dan bebas memeluk serta menjalankan agamanya masing-masing
Ø  Jika salah satu pihak diperangi musuh dari luar mereka wajib membantu salah satu pihak yang diserang
Ø  Kaum Muslimin dan Yahudi wajib tolong menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama
Ø  Nabi Muhammad adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah, jika terjadi perselisihan diantara Kaum Muslim dan Yahudi maka penyelesaiannya dikembalikan kepada pengadilan Nabi sebagai pemimpin tertinggi di kota Madinah
Ø  Orang Yahudi yang bergabung dengan kaum Muslimin akan dilindungi dari semua gangguan serta mempunyai hak yang sama[6]
4.      Mengirim surat ajakan masuk Islam kepada penguasa di luar Jazirah Arab.
Rasulullah mengirim utusan untuk menyampaikan surat yang berisi ajakan masuk Islam kepada para penguasa diluar jazirah Arab. Para penguasa yang dikirimi surat oleh Rasulullah antara lain:
a.       Heraclius. (Kaisar Bizantium)
Dalam shahih Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkirim surat kepada Heraclius (Raja Romawi). Surat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu .
Begitu menerima surat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Kaisar berkeinginan untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kebenaran kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui orang-orang yang memiliki hubung erat dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Pilihannya jatuh pada orang-orang yang berasal dari kaumnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kaum Quraisy. Saat itulah, Kaisar mendengar berita kedatangan sekelompok pedagang, diantara mereka ada Abu Sufyan dari Quraisy. Lalu Kaisar menyuruh agar orang-orang itu dibawa menghadap beliau dengan ditemani penerjemah. Waktu itu Abu Sufyan masih kafir.
Setelah Heraclius berdialog dengan  Abu Sufyan, Di akhir dialog Heraclius menyimpulkan bahwa semua ciri-ciri nabi yang dijelaskan dalam kitab Injil, Nabi yang mereka tunggu-tunggu ada pada diri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Heraklius mengatakan, “Jika benar apa yang engkau beritakan, maka dia (maksudnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini. Saya yakin dia akan datang, namun saya tidak pernah menduga kalau dia berasal dari kalian”.
Heraclius berkata kepada utusan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Dihyah bin al-Kalbi, “Sungguh saya tahu bahwa temanmu itu adalah seorang nabi yang diutus. Nabi yang kami tunggu-tunggu dan nabi yang kami dapatkan (keterangannya) dalam kitab kami. Namun saya takut orang-orang romawi akan membunuhku. Kalau bukan karena itu, tentu saya sudah mengikutinya.”
Kesimpulan yang bisa ditarik dari percakapan antara Heraclius dengan Abu Sufyan juga dengan Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu yaitu Heraclius sudah mengetahui dan meyakini kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun dia tetap tidak beriman. Ini menunjukkan kecintaan terhadap kekuasaan telah menghalangi dia dari memiliki jalan yang haq ini yaitu Islam.[7]
b.      Muqauqis (Gubernur Romawi di Mesir).
Rasulullah mengirim surat kepada Muqauqis melalui utusannya yang bernama Hatib. Muqauqis menolak ajakan Rasulullah untuk masuk Islam, namun beliau tetap membalas surat dari Rasulullah serta mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, beberapa ekor keledai dan beberapa buah pakaian.[8]
c.       Raja Persia (Raja Khosrau II/Kisra Abrawaiz)
Imam al-Bukhari membawakan riwayat dengan sanad beliau rahimahullah yang bersambung sampai ke Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan surat ke Kisra melalui shahabat beliau yang bernama Abdullah bin Khuzafah as-Sahmi, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar menyerahkan surat tersebut ke pembesar Bahrain. Kemudian oleh penguasa Bahrain, surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu diserahkan ke Kisra. Setelah membaca dan memahami isi surat dakwah itu, dengan penuh kesombongan dia merobek-robek surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia tidak menyangka bahwa akibat dari perbuatan buruknya itu akan begitu dahsyat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keburukan bagi raja tersebut, sehingga kekuasaan yang selama ini dia bangun dan banggakan hancur berantakan.[9]
Persia akhirnya kalah dalam perang menghadapi Romawi dengan kekalahan yang menyakitkan. Kemudian iapun digulingkan oleh anaknya sendiri yakni Syirawaih. Ia dibunuh dan dirampas kekuasaannya. Kemudian kerajaan itu kian tercabik-cabik dan hancur sampai akhirnya ditaklukkan oleh pasukan Islam pada jaman Khalifah Umar bin Khaththab ra hingga tidak bisa lagi berdiri.[10]
d.      Raja Najasyi
Rasulullah SAW mengirim surat kepada Raja Najasyi- Habsyah yang bernama Ashhamah bin Al-Abjar. Isi suratnya adalah menyerukan sang raja agar memeluk agama Islam. Saat surat tersebut sampai di Istana, sang raja  An-Najasyi mengambil surat itu,  lalu meletakkan ke wajahnya dan turun dari singgasana. Beliau pun masuk Islam melalui Ja’far bin Abi Thalib r.a.
Setelah masuk Islam, sang raja kemudian membalas surat kepada Rasulullah Sallallahu A’laihi Wasallam untuk mengabarkan keislamannya. Raja Najasyi akhirnya meninggal pada bulan rajab tahun ke-9 Hijriyyah. Saat mendengar raja ini meningggal, Rasulullah SAW pun melakukan shalat ghaib untuk sebagai penghormatan terakhir. Nabi juga mengabarkan bahwa Raja Najasyi kelak akan masuk syurga.[11]
e.       Gubernur Al-Mundzir bin Sawa (Penguasa Bahrain)
Nabi Muhammad Sallallahu A’laihi Wasallam mengutus risalah kepada al-Munzir bin Sawa pemerintah Bahrain, menyeru beliau kepada Islam. Rasulullah Sallallahu A’laihi Wasallam memilih al-’Ala’ bin al-Hadhrami untuk menyampaikan risalahnya itu, sebagai jawaban al-Munzir telah menulis kepada Rasulullah seperti berikut ;
“Adapun setelah itu wahai Rasulullah, sebenarnya telah pun ku baca bingkisan tuan hamba itu kepada penduduk Bahrain, di antara mereka gemarkan Islam dan kagum dengannya dan sebahagian yang lain membencinya, di bumi ku ini terdapat penganut Majusi dan Yahudi, maka berlaku sesuatu hal di sini mengenai seruan tuan hamba itu.”
Rasulullah s.a.w membalas semula kepadanya:  “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ” Dari Muhammad Utusan Allah kepada al-Munzir bin Sawi salam ke atas kamu. Maka sesungguhnya kepada Engkau Allah, aku memuji yang tiada Tuhan selainNya dan aku mengaku bahawa Muhammad adalah hambaNya dan pesuruhNya, adapun selepas itu aku mengingatkan kau dengan Allah Azzawajala, maka sesungguhnya barangsiapa yang memberi nasihat sebenarnya dia menasihati dirinya, dan barangsiapa yang mentaati ku dan barangsiapa yang menasihatkan mereka bererti telah menasihatiku.
Sebenarnya para utusan ku telah pun memuji kau dengan baik, sesungguhnya melalui kamu aku memberi syafaat ku kepada kaum kamu, oleh itu biarlah kaum muslimin dengan kebebasan mereka dan pengampunan kamu terhadap orang-orang yang bersalah, maka terimalah mereka. Sekiranya kamu terus soleh dan baik maka kami tidak akan menghentikanmu dari tugasmu dan barangsiapa yang masih dengan berpegang erta pada agama Yahudi atau Majusinya maka wajib baginya wajib membayar jizyah.[12]
Rintangan Dakwah Rasulullah di Madinah
Perjalanan dakwah nabi di Madinah tidak selamanya berjalan mulus meskipun berbagai upaya perdamaian telah dilakukan namun kaum kafir Quraisy tidak mau menyerah untuk terus menentang dakwah Nabi dengan berbagai cara. Akhirnya pecahlah beberapa perang yang antara lain; Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq.
1.      Perang Badar
Perang ini merupakan awal pertempuran umat Islam melawan kaum kafir Quraisy yang dipimpin oleh petinggi-petinggi kafir Quraisy dibawah komando Abu Jahal atau Amir bin Hisyam terjadi pada tanggal 17 Maret 624 M atau 17 Ramahan 2 Hijriah.
Perang Badar terjadi akibat kesepakatan kaum Muslimin di Madinah yang terancam kedaulatannya oleh kedatangan kaum kafir Quraisy yang akan melakukan perdagangan menuju Syam. Untuk menuju Syam Kafir Quraisy harus melewati Madinah, kaum muslimin yakin bahwa kedatangan kaum kafir Quraisy ke Madinah menuju Syam tidak akan hanya lewat saja melainkan sudah pasti adanya maksud lain yaitu ingin menguasai kaum muslimin di Madinah karena hal ini memang sudah direncanakan oleh kaum Quraisy.
Nabi mencegat pasukan Quraisy dengan hanya berjumlah pasukan lebih kurang 313 orang, sedangkan kaum Kafir Quraisy berjumlah 1000 orang. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin dengan terbunuhnya kepala pasukan mereka yaitu Abu Jahal.
Atas kemenangan perang ini kaum Muslimin semakin mempunyai kepercayaan diri yang kuat dan kedudukan Nabi sebagai pemimpin umat serta panglima perang semakin Berjaya. Nama Nabi Muhammad SAW semakin harum di hati kaum Muslimin di Madinah.
2.      Perang Uhud
Perang ini adalah upaya kaum kafir quraisy untuk membalas kekalahan mereka pada perang Badar. Pada mulanya kaum kafir memancing kemarahan kaum muslimin dengan menduduki lading gandum kaum mukmin di wilayah bukit Uhud yang berjarak tiga mil dari Madinah.
Perang yang sangat dahsyat ini terjadi pada tanggal 15 syuro 3  Hijriah atau 13 Maret 625 M dan diikuti lebih kurang 1000 orang kaum muslimin namun karena adanya hasutan dari pihak Quraisy pasukan Nabi hanya tinggal 700 orang saja. Kaum inilah yang kita kenal di kemudian hari sebagai orang-orang munafik.
Sebagai panglima perang sebenarnya Nabi lebih mengedepankan strategi menunggu musuh di Madinah karena mengingat jumlah kaum muslimin yang tidak sebanding dengan jumlah kaum kafir Quraisy yang mencapai 3000 orang, namun karena adanya desakan dari beberapa pihak kaum Muslimin akhirnya Nabi menyetujui untuk berangkat menuju bukit Uhud.
Setibanya di Uhud dini hari Nabi langsung menyusun strategi perang. Bahwasannya kaum Muslimin diperintahkan oleh Nabi untuk meninggalkan posisi masing-masing diatas bukit. Strategi ini hampir memenangkan kaum muslimin tetapi karena akhirnya kaum muslimin banyak yang tergiur adanya harta rampasan atau ghonimah, lalu mereka mulai meninggalkan pesan yang merupakan strategi Nabi untuk turun di bawah bukit tempat harta ghonimah berada demikian pula pasukan pemanah yang dipimpin oleh Mus’ab bin Abi Waqqos pun turut memburu harta rampasan tersebut dan akhirnya pasukan muslimin pun berantakan.
Demi melihat kaum muslimin berada dibawah bukit maka para Kafir Quraisy yang dipimpin oleh Kholid bin Walid menggantikan posisi perang dari atas bukit yang mengakibatkan kaum muslimin terkepung dan mengalami kekalahan fatal. Perang ini menyebabkan kekalahan kaum muslimin dan mengakibatkan tewasnya 70 syuhada.
3.      Perang Khandaq
Perang ini terjadi akibat kaum Quraisy dari kabilah kabilah Arab serta kaum Yahudi di Madinah ingin menumpas kaum muslimin, dinamakan perang  Khandaq (yang berarti parit) karena kaum muslimin menggali parit sebagai benteng pertahanannya dari serangan musuh. Ide penggalian parit sebagai upaya membendung laju musuh ini diprakarsai oleh seorang ahli siasat perang yang bernama Salman Alfarisi.
Perang Khandaq terjadi pada awal Syawal tahun 5 H diikuti oleh sebanyak 3000 kaum muslimin dan sekitar 500 ribu kaum kafir. Perang yang akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin ini dibantu  dengan pertolongan Allah berupa angin badai yang sangat dahsyat memporak-porandakan periuk, kemah dan angin itu membuat debu panas berterbangan menimpa pasukan kafir.[13]
Demikianlah uraian singkat mengenai strategi dakwah nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota Madinah. Semoga bermanfaat. Atas segala kekukarangan dalam artikel ini, saya mohon maaf.


[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah 2, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2001), h. 24-25.
[2] Ibid, h. 25.
[3] https://intinebelajar.blogspot.com/2017/04/langkah-langkah-dakwah-nabi-muhammad-saw-di-madinah.html
[4] https://www.kakakpintar.id/kisah-singkat-dakwah-nabi-muhammad-di-madinah/
[5]https://www.researchgate.net/publication/324182580_2POLA_DAKWAH_NABI_MUHAMMAD_SAW_DI_MADINAH_DAN
[6] http://pai-smaza16.blogspot.com/2017/04/kelas-x-semester-2-dakwah-nabi-muhammad.html
[7] https://almanhaj.or.id/4248-surat-dakwah-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-kepada-para-penguasa-dan-raja-kafir.html
[8] http://jumrahonline.blogspot.com/2015/10/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-periode_1.html
[9] https://almanhaj.or.id/4248-surat-dakwah-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-kepada-para-penguasa-dan-raja-kafir.html
[10] http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2011/12/25/17183/suratsurat-rasulullah-ajak-penguasa-rajaraja-kafir-masuk-islam/;#sthash.kShl1I3l.dpbs
[11] https://www.infoyunik.com/2015/03/surat-surat-ini-saksi-dakwah-rasulullah.html
[12] https://aulia-renais.blogspot.com/2014/01/inilah-koleksi-surat-surat-rasulullah.html?showComment=1545482686786#c7948563712078710828
[13] http://pai-smaza16.blogspot.com/2017/04/kelas-x-semester-2-dakwah-nabi-muhammad.html