Tuesday, June 27, 2017

SEJARAH HALAL BI HALAL

Sudah menjadi kelaziman di negara kita bahwa ketika tiba hari raya idul fitri maka kan dibarengi dengan tradisi halal bi halal. Halal bi halal pada dasarnya adalah suatu tradisi berkumpul sekelompok orang Islam di Indonesia dalam suatu tempat tertentu untuk saling bersalaman sebagai ungkapan saling memaafkan agar yang haram menjadi halal. Umumnya, kegiatan ini diselenggarakan setelah melakukan shalat Idul Fitri. Kadang-kadang, acara halal bi halal juga dilakukan di hari-hari setelah Idul Fitri dalam bentuk pengajian, ramah tamah atau makan bersama.[1] Halal bi halal ini sudah lazim dilakukan baik di lingkungan desa, kantor ataupun instansi resmi pemerintah. Kendati halal bi halal sudah lazim dilakukan, banyak dari kita yang belum mengetahui secara pasti makna dan sejarah dari halal bi halal itu sendiri.[2]
Pengertian Halal bi halal
Halal bi halal bila diamati seolah-olah merupakan kata-kata yang diadobsi dari bahasa arab, akan tetapi jika dicari dalam kamus bahasa arab baik klasik maupun modern maka tidak akan dijumpai kata hal bi halal tersebut. Secara bahasa, halal bi halal adalah kata majemuk dalam bahasa Arab dan berarti halal dengan halal atau sama-sama halal.[3] Kalau diperhatikan dengan seksama kata halal bi halal memang istilah hasil kreasi orang indonesia. Berdasarkan analisis fajrul falah kata halal bi hala memiliki dua makna. Makna yang pertama halal bi halal berarti mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Sementara makna yang kedua adalah pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.[4] Adapun secara Istilah kata halal bi halal lazim dimaknai sebagai tradisi saling meminta maaf setelah melakasanakan shalat idul fitri.
Sejarah Halal bi Halal
Mengenai asal usul dan perintis dari tradisi halal bi halal memang terjadi simpang siur. Ada yang berpendapat bahwa tradisi halal bi halal dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I atau yang disebut dengan pangeran Samber Nyawa. Ada juga yang berpendapat bahwa tradisi halal bi halal dirintis oleh KH Wahab Hasbullah salah satu tokoh yang berpengaruh di dalam Organisasi NU. Namun berdasarkan riwayat yang masyhur, diketahui bahwa perintis dari tradisi halal bi halal adalah KH Wahab Hasbullah.
Tradisi halal bi halal berawal dari gejala disintegrasi bangsa yang terjadi pada tahun 1948 tepatnya pada masa kepemimpinan presiden Soekarno. Indikasi dari gejala disintegrasi tersebut antara lain munculnya berbagai macam pemberontakan di berbagai wilayah Indonesia. Disisi lain para elit politik tidak akur.
Pada pertengahan bulan Ramadhan, Presiden Soekarno memanggil KH Wahab Hasbullah ke istana negara. Beliau dimintai saran agar Bung Karno dapat menyelesaikan situasi pelik dari politik di Indonesia saat itu. Kiai Wahab mengusulkan agar Bung Karno mengadakan acara silaturrahmi antar elit politik, karena sebentar lagi adalah hari raya Idul Fitri di mana umat islam disunnahkan untuk bersilaturrahmi.
Bung Karno meminta kepada KH Wahab Hasbullah agar memberi nama khusus untuk kegiatan silaturahmi tersebut.
Kyai Wahab lalu menjawab, “Itu gampang. Begini, para elit politik tidak mau bersatu itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa, dan dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halal bi halal'. Dari situ kemudian para elit politik dapat kembali berkumpul dan duduk dalam satu meja untuk kembali menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.[5]
Bila diamati dengan seksama maka akan diketahui bahwa tujuan awal penyelenggaraan halal bi halal adalah untuk mencegah terjadinya disintegrasi bangsa Indonesia serta mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tujuan dari tradisi halal bi halal berkembang menjadi ajang untuk menyambung silaturahmi antar keluarga dan kerabat terutama kerabat yang jauh serta mempererat ukhuwah Islamiah.











































[1] http://bahasakita.com/2009/08/23/halal-bihalal2/
[2] http://www.kompasiana.com/fajrulfalah/sejarah-dan-makna-halal-bi-halal-yang-sebaiknya-anda-ketahui_5778dde8927e61941d2b6b17
[3] https://almanhaj.or.id/3158-menyingkap-keabsahan-halal-bi-halal.html
[4] http://www.kompasiana.com/fajrulfalah/sejarah-dan-makna-halal-bi-halal-yang-sebaiknya-anda-
[5] Ibid.

Thursday, January 19, 2017

MACAM-MACAM PENDEKATAN DALAM PENELITIAN KUALITATIF




Penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan tujuan utama memperoleh wawasan dari topik tertentu. Teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Fokus dari penelitian ini adalah eksplorasi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang alasan yang mendasari opini dan motivasi.[1]
Ciri pokok dari penelitian kualitatif antara lain :
1.      Naturalistic inquiry yaitu mempelajari situasi dunia nyata secara alamiah, tidak melakukan manipulasi, terbuka pada apapun yang timbul.
2.      Inductive analysis yaitu mendalami rincian dan kekhasan data guna menemukan  kategori, dimensi, dan keterkaitan hubungan.
3.      Holistic perspective yaitu seluruh gejala yang dipelajari dipahami sebagai sistem yang kompleks lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagiannya.
4.      Qualitative data yaitu deskripsi terinci, kajian/inkuiri dilakukan secara mendalam
5.      Personal contact and insight yaitu peneliti punya hubungan langsung dan bergaul erat dengan orang-orang, situasi dan gejala yang sedang dipelajari.
6.      Dynamic systems yaitu memperhatikan proses; menganggap perubahan bersifat konstan dan terus berlangsung baik secara individu maupun budaya secara keseluruhan.
7.      Unique case orientation  yaitu menganggap setiap kasus bersifat khusus dan khas.
8.      Context Sensitivity yaitu menempatkan temuan dalam konteks sosial, historis dan waktu.
9.      Emphatic Netrality yaitu  penelitian dilakukan secara netral agar obyektif tapi bersifat empati
10.  Design flexibility yaitu desain penelitiannya bersifat fleksibel, terbuka beradaptasi sesuai perubahan yang terjadi (tidak bersifat kaku)[2].
Penelitian kualitatif berdasarkan pendekatannya dibagi menjadi beberapa jenis antara lain historis, fenomenologi, grounded theory, etrnografi, studi kasus.[3]
Penelitian historis.
Penelitian historis adalah meneliti peristiwa-peristiwa yang telah lalu, peristiwa yang telah lalu direka ulang dengan menggunakan sumber data primer berupa kesaksian dari pelaku sejarah yang masih ada, peninggalan bersejarah dan catatan dokumen-dokumen. Studi dokumen atau teks merupakan kajian yang menitik beratkan pada analisis atau interpretasi bahan  tertulis berdasarkan  konteksnya. Bahan bisa berupa catatan yang terpublikasikan, buku teks, surat kabar, majalah, surat-surat, film, catatan harian, naskah, artikel, dan sejenisnya. Untuk memperoleh kredibilitas yang tinggi peneliti dokumen harus yakin bahwa naskah-naskah itu otentik. Penelitian jenis ini bisa juga untuk menggali pikiran seseorang yang tertuang di dalam buku atau naskah-naskah yang terpublikasikan. Para pendidik menggunakan metode penelitian ini untuk mengkaji tingkat keterbacaan sebuah teks, atau untuk menentukan tingkat pencapaian pemahaman terhadap topik tertentu dari sebuah teks. Penlitian ini dapat pula kita lakukan di bidang pendidikan, misalnya mengkaji kurikulum sekolah, RPP, dan berkas-berkas yang ada di sekolah tersebut. Keadaan siswa setiap semester pun dapat dilihat melalui studi dokumen ini.[4]
Penelitian Fenomenologi
Pendekatan fenomenologi merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman hidup manusia (sosiologi). Pendekatan fenomenologi hampir serupa dengan pendekatan hermeneutics yang menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami secara lebih baik tentang sosial budaya, politik atau konteks sejarah dimana pengalaman itu terjadi. Penelitian ini akan berdiskusi tentang suatu objek kajian dangan memahami inti pengalaman dari suatu fenomena. Peneliti akan mengkaji secara mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek kajian dan selalu bertanya "apa pengalaman utama yang akan dijelaskan informan tentang subjek kajian penelitian". Peneliti memulai kajiannya dengan ide filosofikal yang menggambarkan tema utama. Translasi dilakukan dengan memasuki wawasan persepsi informan, melihat bagaimana mereka melalui suatu pengalaman, kehidupan dan memperlihatkan fenomena serta mencari makna dari pengalaman informan.[5]
Penelitian Grounded Theory
Grounded Theory Approach adalah satu jenis metode penelitian kualitatif yang berorientasi pada penemuan teori dari kancah. Dilihat dari prosedur, prinsip, dan teknik yang digunakan, metode ini benar-benar bersifat kualitatif murni, tetapi jika dilihat dari kerangka berpikir yang digunakan ternyata secara implisit pendekatan ini meminjam metode kuantitatif. Paling tidak ada 3 (tiga) dasar kerangka berpikir kuantitif yang dipinjam Grounded Theory;
1.      Penggunaan hukum kausalitas sebagai dasar penyusunan teori. Seperti diketahui, bahwa dalam epistemologi ilmiah, prinsip kausalitas adalah salah asumsi dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, karena sangat diyakini bahwa segala hal yang terjadi di alam ini tidak lepas dari hukum sebab-akibat.
2.      Pengukuran fenomena. penelitian kualitatif pada umumnya tidak melakukan pengukuran terhadap data yang ditemukannya, melainkan lebih menekankan pada pengelompokan konfigurasi dari variasinya. Lain hal dengan Grounded Theory, di sini dilakukan pengukuran-pengukuran, sebagaimana yang lazim dilakukan pada metode kuantitatif.
3.      Penggunaan variabel; Secara eksplisit memang tidak pernah disebut-sebut istilah variabel dalam Grounded Theory. Tetapi dengan penggunaan paradigma teoritik yang membagi fenomena ke dalam kondisi kausal, konteks, kondisi pengaruh, tindakan/interaksi, dan konsekwensi, serta mencari hubungan-hubungan antara unsur-unsur itu merupakan pertanda bahwa di dalam metode ini digunakan konsep-konsep yang identik dengan variabel.[6]
Penelitian Etnografi
Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok social. Etnografi juga merupakan studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami di sebuah budaya atau sebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah budaya tertentu dari sisi pandang pelakunya. Para ahli menyebutnya sebagai penelitian lapangan, karena memang  dilaksanakan di lapangan dalam latar alami. Peneliti mengamati perilaku seseorang atau kelompok sebagaimana apa adanya. Peneliti meneliti cirri khas dan kebiasaan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat.
Data diperoleh dari observasi sangat mendalam sehingga memerlukan waktu berlama-lama di lapangan, wawancara dengan anggota kelompok budaya secara mendalam, mempelajari dokumen atau artifak secara jeli. Tidak seperti jenis penelitian kualitatif yang lain dimana lazimnya data dianalisis setelah selesai pengumpulan data di lapangan, data penelitian etnografi dianalisis di lapangan sesuai konteks atau situasi yang terjadi pada saat data dikumpulkan. Penelitian etnografi bersifat antropologis karena akar-akar metodologinya dari antropologi. Para ahli pendidikan bisa menggunakan etnografi untuk meneliti tentang pendidikan di sekolah-sekolah pinggiran atau sekolah-sekolah di tengah-tengah kota.
Artinya etnografi ini lebih terkhusus kepada apa yang menjadi pedoman bagi masyarakat dan dinamika-dinamika social yang ada di masyarakat. Seperti yang dikatakan bahwa etnografi cocok digunakan di bidang pendidikan, karena sekolah-sekolah mempunyai satu ciri khas tersendiri artinya sekolah memiliki kebudayaan tersendiri yang tidak melupakan kebudayaan yang ada didaerah setempatnya.[7]
Penelitian studi kasus
Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu.
Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori. Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara, observasi, dan arsif. Studi kasus bisa dipakai untuk meneliti sekolah di tengah-tengah kota di mana para siswanya mencapai prestasi akademik luar biasa.
Studi kasus dapat juga digunakan untuk meneliti bagaimana aspek psikologis siswa yang bermasalah. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu contoh studi kasus yang saat ini banyak di gunakan oleh guru untuk meneliti siswa-siswanya. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat dan kasusu yang dipelajari berupa program, peristiwa atau individu.[8]




[1] http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-kualitatif-dan-kuantitatif/
[2] https://nilamarifani.wordpress.com/2013/06/26/ciri-ciri-metode-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif/
[3] http://www.andreanperdana.com/2015/01/macam-jenis-pendekatan-penelitian-kualitatif.html
[4] http://www.andreanperdana.com/2014/12/pendekatan-historis-penelitian-kualitatif.html
[5] http://www.andreanperdana.com/2014/05/pendekatan-fenomenologi-penelitian-kualitatif.html
[6] http://www.andreanperdana.com/2015/01/pendekatan-grounded-theory-penelitian-kualitatif.html
[7] http://www.andreanperdana.com/2014/08/pendekatan-etnografi-penelitian-kualitatif.html
[8] http://www.andreanperdana.com/2014/10/pendekatan-studi-kasus-penelitian-kualitatif.html

Wednesday, November 16, 2016

MUQODIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH



Muhammadiyah merupakan salah satu ormas besar di Indonesia yang bergerak di bidang dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Tujuan dari persyarikatan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah harus memiliki landasan yang berfungsi sebagai pedoman dalam geraknya sehingga langkah-langkah yang ditempuh bisa tepat sasaran. Selain itu landasan organisasi juga berfungsi sebagai penguat solidaritas dan sinergi antar kader dan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah.
Salah satu landasan organisasi Muhammadiyah adalah Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah atau disingkat MADM. Perumusan Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dilatarbelakangi beberapa faktor antara lain belum adanya rumusan formal tentang dasar dan cita-cita perjuangan Muhammadiyah. Kehidupan rohani warga Muhammadiyah menampakkan gejala menurun akibat pengaruh kehidupan duniawi. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terus berkembang dengan pesatnya. Makin kuatnya berbagai pengaruh alam pikiran luar, yang langsung atau tidak langsung bersinggungan dengan faham dan keyakinan hidup Muhammadiyah. Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Sejarah Perumusan MADM
Perumusan mukaddimah anggaran dasar Muhammadiyah baru terealisasi pada masa muhammadiyah di bawah kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo
( 1942-1953). Setelah melewati empat periode kepemimpinan.
1.    Periode K.H. Ahmad Dahlan (1912-1923)
2.    Periode K.H. Ahmad Ibrahim (1923-1934)
3.    Periode K.H. Hisyam (1934-1936)
4.    Periode K.H. Mas Mansur (1936-1942).
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah di susun secara formal setelah muhammadiyah melancarkan aktivitas dan usaha selama 38 tahun. Tetapi bukan berarti sebelum itu muhammadiyah belum memiliki jiwa semangat, dan nafsu perjuangan secara pasti. Sebab K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah mengacu kepada Al-Qur’an meskipun belum tertuang dalam tulisan. Hal seperti di atas tidak dapat dipertahankan sebab kepemimpinan akan terus berganti di tambah lagi adanya tuntutan kepastian terhadap cita-cita Muhammadiyah. Hal itu yang mendorong Ki Bagus Hadikusumo untuk merumuskan secara tertulis Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Hasil rumusan Ki Bagus pertama kali di perkenalkan dalam Muktamar Darurat tahun 1946 di Yogyakarta. Selanjutnya dalam Muktamar Muhammadiyah ke-31 tahun 1950 di Yogyakarta Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah kembali diajukan dan disahkan secara resmi. Akan tetapi muncul konsep lain yang di buat oleh Prof. Dr. Hamka dkk. Yang isinya menitikberatkan pada peranan dan sumbangsih Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan negara. Pada sidang tanwir pada tahun 1951, meneliti dan melihat Muhammadiyah jauh ke depan. Akhirnya di pakailah konsep Ki Bagus Hadikusumo dengan penyempurnaan susunan redaksi. Tim penyempurna meliputi:
1.  Prof. Dr Hamka
2.  Prof. Mr Kasman Singodimejo
3.  KH Farid Ma’ruf
4.  Zein Jambek.
Hakikat dan Fungsi Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan suatu kesimpulan dari perintah dan ajaran Al-Quran dan As-Sunah tentang pengabdian dan manusia kepada Allah SWT, amal dan perjuangan bagi setiap umat muslim yang sadar akan kedudukannya selaku hamba dan Khalifah dimuka bumi.
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah merupakan jiwa,nafas dan semangat pengabdian dan perjuangan ke dalam tubuh dan segala gerak organisasinya, yang harus dijadikan asas dan pusat tujuan perjuangan Muhammadiyah.
Kandungan Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Muqadimah Anggara Dasar Muhammadiyah mengandung 7 pilar. Pendirian ialah:
1.      Pokok Pikiran Pertama
Hidup manusia harus berdasarkan Tauhid (Mengesakan) Allah; ber-Tuhan beribadah serta tunduk hanya kepada Allah. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Amma ba’du, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah Hak Allah semata-mata, ber-Tuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.”
2.      Pokok Pikiran Kedua
Hidup manusia itu bermasyarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradah) Allah atas hidup manusia di dunia ini.”
3.      Pokok Pikiran Ketiga
Hanya hukum Allah yang sebenara-benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (bermasyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang haqiqi, didunia dan akhirat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan diatas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu”

4.      Pokok Pikiran Keempat
Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihs dan islah kepada manusia atau mayarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
“Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari pada hukum yang manapun juga adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah. Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat. ”

5.      Pokok Pikiran Kelima
Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila dengan mengikuti jejak (ittiba) perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Besar Muhammad SAW. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentosa sebagaimana yang tersebut diatas, tiap-tiap orang terutama ummat Islam, yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci itu, beribadat kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka serta mempunyai rasa tanggung jawab dihadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya,dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.”

6.      Pokok Pikiran Keenam
Perjuangan mewujudkan pikiran-pikiran tersebut hanyalah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yag sebaik-baiknya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat rahmat Allah dan didorong oleh Firman Allah dalam Al-Qur’an :
Q.S ALI IMRAN 104
            

 “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh(berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar[217]; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
7.      Pokok Pikiran Ketujuh
Pokok pikiran / prinsip / pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu, adalah yang dapat untuk melaksanakan ideloginya terutama untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir batin yang di ridhai Allah, ialah Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
“kesemua itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW guna mendapat karunia dan ridhonya di dunia dan akhirat untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
“suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur dibawah lindungan Tuhan yang Maha Pengampun”
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantar ke pintu gerbang surga “Jannatun Na’im dengan keridhaan Allah Rahman dan Rahim.